empat belas

267 41 2
                                    

Rachel menatap pintu yang baru saja tertutup itu untuk lebih lama dari yang ia rencanakan. Beberapa menit berjalan dengan Rachel yang hanya bergeming di tengah ruangan.

Ia kemudian berjalan ke meja makan dan duduk di hadapan hidangan yang disiapkan neneknya yang tidak bisa masak. Secara bergantian, tangannya menyendok sup dan nasi.

Tatapannya tertumbuk pada lemari buku yang menempeli dinding di belakang meja makan bundar yang kecil itu. Setelah beberapa menit yang tidak jelas, ia kembali menatap makanannya. Sebelum ia sadari, makanan itu tinggal setengah.

Dingin yang menjalar dari sendok seolah menyengat tulangnya. Di suapan selanjutnya itu, Rachel baru menyadari bahwa makanannya tidak enak. Lidahnya pahit. Ia tetap menyantapnya bagaimana pun juga.

Lima menit dari sana, air minumnya sudah habis. Dan tiga puluh menit setelahnya, tumpukan piring kotor Rachel sudah kosong.

Rachel menanggalkan gaunnya, menggantinya dengan atasan lengan panjang dan celana panjang. Ia duduk di meja kerjanya dan menyalakan komputernya. Sebetulnya, tubuh panasnya lesu. Rachel menyadarinya karena kelemahan itu telah mengubah gravitasi menjadi lebih kuat. Menjadi lebih mudah untuk berbaring, untuk jatuh ketika ia duduk tegak, untuk menutup mata ketika ia sedang membukanya.

Namun, satu aktivitas harus disambung dengan aktivitas lain. Untaiannya tidak boleh putus karena harus terus ada yang dilakukan untuk membuat Rachel teralihkan dari pikiran soal betapa sakitnya itu jika ini adalah ulang tahun terakhir di mana neneknya masih hidup.

Rachel membaca dengan tekun catatan yang ia tulis di buku tulisnya. Wawancara kemarin tertuang di sana, bersama korban-korban kekerasan, bersama kakek dan neneknya. Helaan napasnya hangat menerpa permukaan yang penuh dengan kalimat-kalimat yang datang dari bagian terdalam dari orang-orang itu, yang jujur, yang adalah monster bagi anak kecil yang hidup sendirian.

Mengangkat kepalanya, Rachel menatap dokumen tesisnya yang terpampang di layar. Dalam beberapa klik, ia bisa menghapusnya. Namun, ia berakhir membaringkan kepalanya di depan komputer dan jatuh tertidur di sana.

***

Semuanya gelap, terlalu gelap.

Rachel mengambil ponselnya demi melihat jam. Pukul 20.

Wanita itu menyalakan beberapa lampu, kecuali lampu ruang tamu. Di tengah remangnya ruangan yang diterangi lampu dari dapur itu, Rachel menghampiri sofa. Tubuh panasnya berbaring di sana, menonton tayangan pertama yang ia temukan setelah televisi menyala. Sebuah iklan rokok. Rachel menyaksikannya dengan seksama ditemani helaan napasnya yang teratur dan panas.

Iklan-iklannya sudah selesai. Sebuah program bermain, sebuah opera sabun yang ceritanya mengingatkan Rachel kepada seorang pria yang ia benci.

Namanya Yakub. Ayah dari 12 anak. Pria yang terpikat pada wanita cantik bernama Rahel itu rela bekerja kepada ayah Rahel demi mendapatkan wanita itu. Tapi sayang, hatinya harus patah karena ternyata di hari pernikahannya, ia dikerjai oleh ayah mertuanya dan mendapatkan Lea, kakak dari Rahel. Yakub bekerja lagi dan akhirnya mendapat cinta sejatinya. 

Anak pertama dari pernikahan keduanya adalah Yusuf. Dari semua gelar kemegahan tokoh Alkitab itu, yang Rachel ingat adalah satu: Yusuf adalah anak kesayangan ayahnya dari 12 bersaudara. Anak kesayangan dari istri kesayangan. Padahal Yakub memiliki Lea sebagai istri pertamanya. Seharusnya pria tua itu tidak menikah lagi dan seharusnya ia menyayangi semua anaknya dengan adil. Seharusnya ia mengejar Lea dan berhenti mengejar Rahel dengan begitu obsesif.

Perhatian Rachel kepada televisi sempat terputus ketika ia mendapatkan sebuah kepingan yang pas dengan kepingan di masa lalunya. 

Jadi karena ini ibunya berdoa agar Rachel menjadi Rachel. Magdalene menginginkan agar putrinya menjadi wanita yang dikejar, diusahakan, dan ditunggu, yang untuknya, seorang pria bekerja selama belasan tahun tanpa mengeluh, tanpa mengenal lelah, tanpa menyadari bahwa ia bahkan sedang bekerja. Magdalene tidak ingin Rachel berakhir sebagaimana ia berakhir di dalam pernikahannya. Magdalene ingin Rachel melahirkan anak-anak yang diutamakan dan dikasihi oleh ayah mereka.

She who Keeps both Heaven and Hell OccupiedWhere stories live. Discover now