dua puluh satu

349 35 8
                                    

Ketika telepon itu berakhir, Jared baru menyadari satu hal, bahwa telepon itu tidak jelas.

Rachel menggantungnya pada tali kekhawatiran yang jauh lebih rentan. Kematian datang tanpa pertanda. Wanita itu tidak repot-repot menjelaskan apa-apa soal itu, sebagaimana ia juga tidak pernah mengungkap penyakit apa tepatnya yang sedang membunuhnya perlahan-lahan.

Jared sudah menahannya. Ia sudah. Namun, tadi pagi, ia tidak tahan lagi.

Jadi di sanalah ia berada, di blok paling barat dari komplek apartemen Rachel Helena. Mobilnya melintang asal, tidak sesuai aturan, tidak ditegur. Langkahnya panjang-panjang melewati resepsionis, menempelkan kartu akses universal pada pemindai di samping pintu, dan masuk ke dalam lift yang tidak pernah rusak lagi.

Seharusnya Jared Assad tidak berada di sana. Seharusnya pria itu berada di rapat evaluasi kuartalan bersama dengan dewan direksi. Semua orang di Karitaas Karya tahu bahwa rapat itu bukan pilihan. Sejak zaman Peter Assad, kultur profesionalisme mereka tidak pernah dibentuk untuk menomorduakan rapat semacam itu. Namun, dengan kemarahan yang sebesar itu, Jared tidak akan mampu berada di sana atau di mana saja selain di unit istrinya.

Ia harus menuntaskannya saat itu juga. Ia harus mendapat jawaban dari istrinya.

Unit itu kosong.

Ketukan di pintu unit Rachel Helena gagal mendapat jawaban. Setelah ketukan kelima, Jared mengeluarkan ponsel pribadinya untuk menulis pesan kepada Rachel bahwa ia berada di depan pintunya. Tidak ada balasan juga setelah 5 menit. Dengan cepat, pria itu melarikan jarinya dan menelpon nomor wanita itu.

Kini kemarahan itu semakin menjadi-jadi karena kekhawatirannya memuncak. Padahal tadi mobil tua wanita itu berada di lapangan parkir. Rachel memang bukan istri yang baik, tapi ia istri yang patuh. Wanita itu seharusnya membuka pintu sebagaimana yang ia selalu lakukan dulu. Tidak selalu. Hanya satu kali. Tapi itu tengah malam dan wanita yang sakit parah itu membukanya tanpa membuang waktu.

Tidak ada alasan Rachel tidak membukanya, kecuali bahwa wanita itu mati.

Jared sudah siap untuk berseru ke dalam ketika suara langkah kaki samar-samar terdengar dari balik pintu tangga evakuasi. Sesuatu tentang suara itu membuatnya segera berbalik.

Seperti mempelai dari sang malaikat terang, Rachel Helena berjalan menyusuri lorong itu dengan sebuah tempayan berada di dalam tangannya. Ia mengenakan hitam. Jaket kulitnya memeluk tubuhnya di setiap langkah yang begitu pelan, nyaris seperti seretan-seretan yang romantis, yang mengingatkan semua orang kepada mempelai wanita yang cantik, yang tidak memiliki ayahnya di sampingnya. Pandangannya yang tadinya menunduk, kini terangkat ketika menyadari ada suatu sosok di depan unitnya.

Jared membeku di tempatnya. Seolah ada seekor ular beludak yang meliuk-liuk dari ujung kaki hingga ke ujung kepalanya, mengeratkan lilitannya, dan mencekiknya. Jared melihat sesuatu yang tidak pernah ia lihat pada wanita ini. Baru ia sadari bahwa istrinya bukan hanya putri kesayangan Bapanya, ia juga adalah anak kebanggaan bala tentara neraka. Kebencian dan amarah itu menguasai Rachel seperti air baptisan yang menyentuh dan membilas habis rohnya. Kemarahan sebesar itu tidak ada pada Jared. Kemarahan sebesar itu sanggup membuat seseorang murtad.

"Rachel," bisik Jared, berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua baik, berusaha menyadarkan istrinya bahwa ini bukan dirinya.

Rachel berhenti di depan suaminya. Ia mendapati rasa ngeri pada Jared. Ini bukan hal baru. Semua orang ngeri padanya. Hal barunya adalah bahwa pria ini tidak lari. "Saya belum mati," ujar Rachel, suaranya pelan dan kental. "Anda bisa pulang."

Suara yang serak dan kantung mata yang besar itu membuat Jared paham bahwa istrinya menghabiskan satu malam kemarin dengan terjaga. Alasan dari itu, Jared tahu. Ia membaca tulisan yang tercetak di tempayan itu tadi. Susan telah pergi kemarin. Jadi itu arti dari kematian yang datang tanpa pertanda. Inilah arti dari semua emosi di dalam doanya tadi malam. "Turut berduka cita, Rachel."

She who Keeps both Heaven and Hell OccupiedWhere stories live. Discover now