Part 16.3 - Jealousy

152K 10.9K 110
                                    

Pagi-pagi sekali Valeria meminta sopir mengantarkannya ke kantor Sean. Beberapa hari ini sekolah libur karena UN sudah berakhir dan ia mengambil kesempatan ini untuk melihat keadaan Sean.

Ia memakai blus hitam putih bergaris, celana 6/8 berwarna cokelat lengkap dengan cardigan panjang dan sepatu wing tips favoritnya. Ia segera mandi pagi-pagi sekali agar bisa mendahului Sean sampai ke kantornya.

Dan dengan lesu melangkah keluar dari kantor Sean setelah resepsionis mengatakan bahwa Sean mungkin akan datang agak siang dan itupun tidak bisa diprediksi.

Ia duduk di undakan depan gedung itu sambil menopangkan dagunya untuk memikirkan rencana selanjutnya. Apa ia harus menunggu di parkiran basement hingga siang hari?

Semua karyawan di gedung ini belum tahu kalau dirinya adalah istri Sean. Ia tadi menemui resepsionis yang sama dengan yang dulu ia temui dan mereka tetap bertanya dengan formal dan menganggap dirinya anak kecil. Betapa menyedihkan dirinya.

Di tengah lamunannya, sepasang kaki bersepatu pantofel mahal berhenti di depannya. Valeria mendongak. Ternyata Daniel.

"Kau sedang apa duduk-duduk disini, Nyonya Martadinata? Ingin menemui Sean juga?" Daniel menyapanya.

"Kalau kau ingin menemuinya sebaiknya kau kembali saja nanti. Dia belum datang." Valeria menghela napas. Kenapa pagi-pagi ia sudah harus bertemu dengan orang ini? Mimpi apa dia semalam?

Daniel mengambil ponselnya dan menelepon.

"Sean, kau masih di apartment?" Daniel bertanya lewat ponselnya. Ia ternyata menelepon Sean dan Sean langsung mengangkat teleponnya dalam waktu singkat.

Valeria semakin merasa sedih. Ia jadi mengetahui bahwa Sean hanya tidak mau mengangkat panggilan telepon darinya. Ini membuatnya benar-benar sukses ingin pulang. Setidaknya ia sudah tahu sekarang bahwa Sean baik-baik saja.

"Ia masih di apartment." Daniel memasukkan ponselnya ke saku.

"Baiklah kalau begitu. Itu berarti aku harus pulang." Valeria berdiri dan menepuk-nepuk celananya.

"Kau tidak ingin ikut denganku ke apartment Sean?" Daniel menawarkan.

'Tidak perlu. Aku tidak tahu tempatnya dan berarti itu adalah tempat pribadinya. Aku tidak mau mencampuri uru...Apa yang kaulakukan?!"

Perkataannya terhenti. Daniel menariknya dan memaksanya memasuki mobilnya yang terparkir di depan gedung.

"Jalan, Pak. Apartment Sean." Daniel menyuruh sopirnya berangkat.

Valeria tidak percaya apa yang dilakukan oleh teman Sean yang satu ini.

"Kau....kau...kau menculikku!!" Valeria membentak.

"Ssstt!!! Jangan berkata seburuk itu." Daniel mengacungkan telunjuknya di bibir. "Aku hanya menawarkan bantuan yang hanya malu kauterima." Ia tersenyum.

Valeria menggertakkan gigi dan mengambil ponselnya. Ia menelepon sopirnya untuk mengikuti mobil Daniel sesuai dengan ciri-ciri yang sempat dilihatnya tadi.

Sepanjang perjalanan ia terdiam dan mengupayakan sedikit mungkin percakapan dengan Daniel. Ya, ampun! Pria ini begitu percaya diri, pongah dan melakukan sesuatu sekehendak hati. Daniel hanyalah Sean dalam versi yang lebih ramah.

Valeria sungguh tidak ingin mencampuri urusan Sean. Ia bukan jenis wanita penguntit suami seperti cerita-cerita yang ia baca. Harga dirinya tidak mengijinkannya melakukan hal itu. Ia tidak peduli dimana Sean tidur dan apa yang ia lakukan. Ia sudah mendapatkan informasi yang ingin diketahuinya. Bahwa Sean baik-baik saja. Itu sudah cukup.

(END) SEAN AND VALERIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang