Part 16.2 - Jealousy

Start from the beginning
                                    

Seharusnya sejak lama ia memakai logikanya untuk melihat hubungannya dengan Valeria. Ia begitu terlena selama ini terhadap penerimaan Valeria. Gadis itu selalu menyerah pada ciumannya, menyerah pada sentuhannya dan selalu menerima segala-galanya meski di awal ia selalu menolak dirinya. Dan Sean menyimpulkan hal itu sebagai ketertarikan.

Kenapa ia sampai mengira Valeria tertarik padanya? Ia seharusnya tahu gadis secantik Valeria pasti tidak akan tertarik pada pria standar yang berwajah biasa-biasa saja seperti dirinya. Gadis itu juga masih muda dan bersemangat. Ia hidup di dunia yang sangat berbeda dengan Sean.

"Kau seperti berada di tempat yang sangat jauh, kawan." teguran Budi membuatnya kembali ke kenyataan.

Sean menoleh pada Rayhan dan Daniel yang tengah bersenang-senang bersama wanita-wanita yang mereka sewa. Tampaknya mereka tidak memiliki beban hidup seperti dirinya. Atau mereka memilikinya tapi tidak terlalu memikirkannya.

"Aku hanya bosan." Sean menghela napas. "Sudah seminggu lebih aku melakukan aktivitas yang sama berulang-ulang."

Sejak gipsnya dibuka, ia selalu menerima ajakan teman-temannya untuk berkumpul di klub. Ia memang sedang memerlukan teman saat ini untuk mengalihkan pikirannya dari hal-hal yang mengusiknya. Ia bersenang-senang pada awalnya, pulang dalam keadaan mabuk setiap malam ke apartmentnya. Tetapi semakin lama kegiatannya ini tidak mempan lagi untuk membuatnya bisa melupakan Valeria.

"Kau hanya kurang berusaha untuk menikmatinya Sean. Carilah seorang wanita. Lama kelamaan kau terlihat bagai orang suci bagiku dan itu membuatku takut." Rayhan meledeknya sambil mencium wanita seksi yang sedang dirangkulnya.

"Benar, Sean. Lihat mereka semua mendekatiku karena kau mengusir mereka dari sisimu. Tidak baik menolak wanita, kawan." Daniel terlihat kesulitan karena kedua wanita penghibur di sisi kiri dan kanannya saling berebut meminta perhatiannya.

Tadinya Sean memang sempat mengusir para wanita itu karena sentuhan mereka bukannya membuatnya bergairah dan malah memunculkan perasaan risih pada dirinya. Seperti perasaan saat berada di antrean yang penuh sesak dan ingin segera keluar dari sana.

"Aku tahu gadis mana yang tak akan bisa kautolak, kawan!" Daniel berdiri mendadak dari tempat duduknya dan berlari keluar ruangan.

Semua orang melihatnya dengan heran. Beberapa saat kemudian ia kembali dengan seorang wanita yang sangat cantik, tapi tetap saja wanita penghibur. Wanita itu terlihat memprotes lalu Daniel menunjuk Sean sambil berbisik pada wanita itu dan wanita itu mengangguk-angguk.

Wanita itu mendekatinya.

Sean mendongak menatapnya dan mengumpat pada Daniel.

Wanita yang dipilihkan untuknya memiliki perawakan yang sama dengan Valeria. Rambutnya hitam panjang, badan yang ramping dan kaki yang panjang pula. Tapi tentu saja wajahnya berbeda.

"Kata Daniel kau memerlukan teman malam ini?" wanita itu duduk di sampingnya dan menyilangkan kakinya. Roknya yang terlalu pendek menyingkap pahanya yang mulus.

Sean terdiam karena kesal. Daniel keparat! Apa maksud temannya itu melakukan hal ini. Ia tidak mungkin tidak sengaja. Daniel bukan orang bodoh dan temannya itu mengetahui apa yang membuatnya resah.

Wanita itu mulai menggerayanginya dan menciumnya. Sean membiarkannya dan ia memejamkan mata. Gadis itu menciumnya dengan ahli dan menyentuh di bagian-bagian tubuhnya yang paling sensitif. Sean menyentuh wanita itu, merasakan teksturnya mulai dari rambut hingga lekukan tubuhnya. Ia membayangkan Valeria dan mulai bereaksi. Cukup sudah.

Sean mendorong pelan wanita itu hingga ciuman mereka terhenti. Wanita itu mulai memprotes "Kita belum se..."

"Ayo ikut denganku." Sean menarik tangan wanita itu keluar dari ruangan.

"Sean sudah ingin pulang?" Budi terheran-heran.

"Tampaknya ia sudah menemukan wanita yang tepat." Daniel tersenyum geli.

***

Setiba di apartment, Sean dan wanita itu langsung menuju kamar tidurnya dan mulai menanggalkan pakaian masing-masing. Sean sengaja tidak menyalakan lampu kamarnya agar tidak melihat wajah wanita itu dengan jelas.

Mereka mulai berciuman dengan panas dan saling menggerayangi di atas ranjang.

Wanita itu dengan ahli menyentuhnya kembali di berbagai tempat yang tepat selayaknya seorang wanita yang sudah berpengalaman. Ia mencium, menjilat, menggigit pelan Sean. Sean merasa lega bahwa dirinya bisa bergairah kembali pada seorang wanita...selain Valeria. Ia mencium wanita itu dan menelusuri tubuhnya dengan lidahnya. Tubuh wanita itu sangat mulus dan berlekuk. Wanita itu menggelinjang di bawah tubuhnya dan mendesah keras.

Sean mulai turun menemukan tubuh wanita itu dan ia...terhenti.

Ia benar-benar terhenti...

Tubuh wanita ini tidak sama dengan Valeria. Aromanya tidak sama dengan Valeria. Ia merindukan perpaduan aroma sabun, minyak bayi dan sesuatu seperti permen karet yang selalu tercium dari tubuh Valeria. Aroma khas Valeria. Bukan campuran parfum mahal dan rokok yang sekarang dihirupnya. Sungguh, wanita ini beraroma menyenangkan, hanya saja bukan yang diinginkannya.

Ia menyurukkan wajahnya di cekungan leher wanita itu. Sean meninju kasur berkali-kali dengan pelan karena frustrasi.

Valeria... Valeria...

Hatinya berteriak dengan putus asa.

Wanita itu terheran- heran padanya. Ia terdiam menunggu Sean.

"Aku tidak ingin melanjutkan." Sean bangun dan duduk di tepi kasurnya memunggungi wanita itu.

Wanita itu bangun dan menatap Sean dengan tatapan tak percaya. "What??"

Seumur hidupnya menjadi wanita penghibur, baru kali ini ada customer yang menolaknya.

"Siapa namamu?" Sean bertanya.

Wanita itu bertambah heran tapi ia menjawabnya "Linda."

Sean menangkupkan wajah dengan kedua tangannya."Linda, aku tak ingin melanjutkannya dan aku ingin kau meninggalkanku sendiri."

"Tunggu dulu, apa kau tidak puas dengan gaya bercintaku? Aku bisa melakukan apa saja yang kauinginkan. Mungkin kita bisa mencobanya kembali."

Sean terdiam. Selama beberapa saat suasana menjadi sunyi.

"Aku tidak bisa, Linda. Begini saja, kuberi kau bayaran tiga kali lipat asal kau meninggalkanku sendiri."

Tawaran yang menggiurkan. Linda tak percaya akan keberuntungan yang didapatkannya. Tidak melayani dan dibayar tiga kali lipat?

"Baiklah kalau begitu, aku menurut apa katamu saja, bos." Linda mengedikkan bahunya. Jarang-jarang ia mendapat customer yang murah hati.

Sean mendesah lega dan mengambil dompetnya. Ia menyerahkan jumlah uang yang disebutkan Linda dan membayarnya tanpa banyak protes.

Untung saja Linda menerima tawarannya. Jika tidak, sebenarnya Sean berencana mengusir wanita itu dengan kasar dari apartmentnya dan melemparkan uang di wajahnya.

"Bos, aku tidak bisa pulang selarut ini. Boleh aku tidur di ruang tamu dan pulang besok pagi?" Linda bertanya lagi begitu keluar dari ruang tidur Sean.

"Terserah." Sean menutup pintu kamarnya setengah berdebam dan menguncinya.

Linda hanya meringis melihatnya. Customer aneh.

***

(END) SEAN AND VALERIAWhere stories live. Discover now