3 (New Version)

11.9K 911 6
                                    

Aku menatap sekelilingku dengan perasaan gelisah. Diam-diam kurapalkan doa agar ketakutan yang kurasa hilang walau hanya sekejap. Hatiku bergejolak menahan rasa resah yang ada. Mataku menutup seiring dengan rasa pening yang kurasakan pada kepalaku. Semakin menambah rasa takut juga derita yang kurasakan. Dalam diam kucoba untuk mencerna kembali perkataan Ashton beberapa jam lalu sebelum meninggalkanku sendirian di tempat ini.

"Aku akan segera kembali, tolong, temui aku disini besok pagi. Dan, ehm, maaf."

Masih ditempat yang sama kala ia dan segerombolan orang berpakaian menakutkan itu pergi. Air mataku perlahan turun membasahi pakaian. Tanpa sadar kucoba untuk menguatkan perasaanku bahwa aku memang sendirian disini. Saat ini tak ada lagi tempatku untuk bersandar. Tidak kedua orangtuaku yang telah tiada, tidak juga dirinya yang kukira akan selalu menjagaku sebagai guardian angleku. Tidak lagi. Nyatanya, Ashton hanyalah orang asing dalam kisah hidupku yang teramat menyedihkan ini.

Kupikir hanya aku yang merasakan perasaan bahagia membuncah saat pertama kali melihatnya. Seperti ribuan bunga bermekaran dalam hatiku. Membawa rona suka cita yang tak bisa kujelaskan hanya dengan kata-kata. Bagian yang paling pentingpun, aku tahu bahwa ia bukanlah sosok 'manusia biasa'. Hatiku menyeruakkan namanya. Degup jantungku berdetak melebihi ritme. Hanya dengan menatapnya aku tahu, sosok lelaki sejati berada didalam tubuhnya. Auranya seakan mengikat diriku untuk datang semakin mendekat.

Kucoba untuk melangkahkan kakiku. Pergi dari tempat ini dengan harapan semu, bahwa Ashton mau datang kembali dan membawaku. Menyelamatkanku dari gelapnya hidup yang Tuhan takdirkan padaku. Tapi seharusnya aku tak berharap demikian. Karena aku tahu kenyataannya. Aku tahu bahwa harapan itu takkan menjadi nyata.

Beberapa detik kulalui dengan bimbang. Tetes demi tetes air mata masih terus berjatuhan. Menambah ritme kepedihan seiring otakku yang bekerja keras memahami situasi menyedihkan ini. Kemanakah aku akan melangkah? Kemana tujuanku? Siapa orang yang sudi mengulurkan tangannya untuk membantu seorang anak seperti diriku? Yang tak jelas asal usulnya. Kumal dengan wajah penuh duka, oh, sangat menjijikkan keadaanku ini.

Lalu selanjutnya, kutemukan diriku melangkah terseok-seok tanpa tujuan, tanpa arah.

Entah kemana kaki melangkah, satu yang jelas. Aku harus segera pergi dan menemukan pertolongan yang mampu menolongku. Untuk saat ini, itulah hal yang terpenting.

Akan kulupakan sejenak perihal permasalahan pelik mengenai kematian kedua orang tuaku, walau kutahu setengah mati hatiku menahan perih dan takut akibat peristiwa berdarah itu. Aku tahu diirku hampir saja kehilangan nyawa beberapa jam lalu. Tentu saja kuyakin dengan keadaan yang sama mengenaskannya selayaknya kematian dua orang yang paling kucinta. Tak terpikirkan untuk menguburkan keduanya atau bahkan membersihkan mayat mereka. Bodoh! Anak durhaka! Dan segala macam umpatan buruk lainnya kulayangkan untuk diriku. Aku memang pantas mendapatkannya. Tak berguna!

Juga mengenai kehadiran sosok itu. Akan kulupakan Ashton. Sosok lelaki yang dalam sekejap mampu mengambil alih seluruh eksistensi duniaku. Seakan napasku menjuru padanya. Seluruh cahaya hidupku berkiblat kearahnya seorang. Aku tahu aku sudah jatuh. Terperosok semakin dalam pada pesonanya. Jatuh hati pada pandang pertama. Kurasakan getaran itu kala kulihat Ashton untuk pertama kali. Debaran hatiku seakan mendengungkan namanya. Ini semua terasa tak adil. Kenapa aku harus dipertemukan dengan Ashton yang dengan mudahnya mengobati hatiku yang luka. Ia menghapus segala kepedihan akibat meninggalnya kedua orang tuaku dalam waktu sekejap memporak porandakkan hidupku.

Dirinya sangat mudah dicintai, namun ia juga sangat mudah untuk meninggalkan diriku yang mencintai.

Rumit.

[MWS:1] A Werewolf Boy (New Version) Where stories live. Discover now