6. perbedaan [re-publish]

1.7K 79 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari pertamaku kerja setelah libur natal. Tak ada yang berbeda. Hanya debu bertebaran di meja, padahal hanya libur beberapa hari. Kusapu setiap sisi meja dengan kemoceng yang sebenarnya juga berdebu. Tak banyak yang kukerjakan di hari pertama. Karyawan yang nasrani bahkan masih mengambil cuti hari raya. Sehari dua hari lagi barangkali baru masuk. Rekan kerja yang duduk di sebelahku langsung duduk mengambil posisi melipat tangan di mejanya. Kepalanya ia tindihkan di tangan yang terlipat. Matanya memejam sesekali.

Kuperhatikan lagi rekan kerjaku yang lain. Semuanya sama saja. Malas-malasan. Aku menghela napas. Membuka-buka dokumen yang ada di atas meja. Tak banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan, toh semua sudah aku kebut sehari sebelum libur natal.

Kantorku mendadak senyap. Hening. Sepi. Tak ada suara keyboard yang biasanya bersaut-sautan pletak pletuk. Beberapa dari mereka bahkan memilih pergi ke kantin. Sedangkan aku lebih memilih duduk bersandar. Menerawang banyak hal. Tiba-tiba pikiran menjadi pendongeng itu muncul lagi. Mimpi kecil membuat anak kecil tertawa.

Diary milikku kubuka. Aku belum bisa menulis apapun. Rasanya sulit sekali mencari kalimat pertama. Hingga buku diaryku hanya kubuka saja sambil bengong.

Tiba-tiba, handphoneku menyala. Berkedip-kedip. Ada nama Rei di sana. Entah kenapa senyumku mengembang.

"Hallo?" Suara di ujung telepon menyapa.

"Iya, Rei. Ada apa?" jawabku sambil menutup diary.

"Lagi sibuk? Keluar, yuk. Aku jemput, deh." kata Rei mengajak.

"Aku bawa motor juga kok, mau ke mana?" ujarku singkat.

"Kan aku yang ngajak, makan siang?" tanyanya lagi.

"Oke, nggak usah dijemput. Aku yang nyamperin. Alamat kerjamu di mana?" Aku memberikan ide. Rei di ujung sana terdiam cukup lama.

"Nanti aku SMS. Oke deh. See you." Dia mengakhiri dan menutup telepon.

Lamat-lamat kulihat jam di meja kerjaku. Juga jam di komputerku. Masih sekitar tiga puluh menit lagi dari jadwal istirahat. Aku menimbang-nimbang lagi. Sejurus kemudian, kutarik kunci motor dan tas selempangku.

"Mau kemana, La? Ikut dong?" Dian berteriak kecil dari meja kerjanya.

"Mau jemput temen nih. Next time ya ikutnya." Senyumku mengembang. Dian menekuk wajahnya. Barangkali kecewa. Dian juga terbilang dekat denganku. Tapi, tidak terlalu.

Rekan kerjaku yang lain bahkan sudah terlebih dahulu istirahat. Terbukti dari jejeran motor yang terparkir sudah bisa dihitung dengan jari. Panas memang kurasa, tapi aku tak bisa menolak ajakan Rei untuk keluar. Lagian bosan. Sehari dua hari ini suasana belum stabil. Masih banyak suntikan kemalasan dari wajah-wajah manusia di dalamnya. Kuamati sekali lagi sekitarku. Baiklah. Kubulatkan tekad dan motor yang kunaiki melaju.

MY FALSE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang