Berusaha menetralkan pacu jantungnya, Nizar berjalan pelan ke arah sofa di mana tablet dan beberapa berkas pekerjaan masih berantakan di sana. Ia merapikan bekas piring dan gelas agar tidak mengangggu konsentrasinya bekerja. Sementara Alvina, biarkan saja ia bertingkah aneh di kasur. Toh tidak berpengaruh.

"Hei botol kecap.." Nizar salah, jelas Alvina mengganggu. Lihat saja sekarang! Gadis itu ingin mengajak dirinya berdebat.

"Saya punya nama." jawab Nizar berpura-pura fokus menatap tablet

"Iya sih kalo sekarang kamu mirip botol mayonnaise.. Ganti kostum warna putih sih.." dan suara cekikikan Alvina sungguh merusak mood Nizar.

Nizar kembali fokus dengan tablet-nya. Kali ini ia benar-benar menggulirkan layar untuk kembali fokus bekerja.

"Mas Nizar.." Suara Alvina kembali menganggu konsentrasi Nizar. Kali ini sangat menganggu karena Alvina memanggil namanya dengan sangat spesial, memakai awalan mas. Mendadak kebahagiaan meresap di hati Nizar. Alvina memanggilnya lembut sekali. Nizar merasa tersentuh dan itu sangat spesial.

"Kenapa semua pria sama saja. Kamu tahu mantan tunanganku sudah menikah dihari yang sama saat kita memilih tanggal, harusnya hari itu kami menikah. Tapi dia menikah dengan wanita laiiin..." Nizar tak juga menatap penampakan Alvina di tempat tidurnya. Menyaksikan seorang lawan jenisnya bergelinjangan di tempat tidur dirasa bukan pilihan yang bijak untuk dilakukan. Nizar pria normal, ia takut terpancing.

"Kenapa Mas Nizar?" lagi-lagi hati Nizar merasa tersentuh karena panggilan itu. Ingin rasanya ia menyumpal bibir manis Alvina dengan..

Bantal.. Ya, dengan bantal agar kebisingan ini cepat berlalu. Mungkin juga kegelisahan Nizar cepat sirna. Haruskah wajah Alvina ia bungkam dengan bantal?

"Kenapa dia cepat melangkah?" isakan pilu didengar Nizar acuh. Ia paling benci konflik sakit hati seperti ini. Picisan dan membuang waktu.

"Jawab Mas Nizar!" perintah mirip rengekan Alvina yang diduga Nizar masih melakukan aksi guling-gulingan alay di kasurnya sungguh membuat hatinya resah. Suara goyangan ranjang terdengar. Sialan, batin Nizar. Kenapa ia memikirkan ranjang bergoyang. Terkutuk kau Alvina. Sekarangkah saatnya ia membekap wajah Alvina dengan bantal? Tapi kasihan.

"Kenapa dia cepat melangkah Mas Nizar?" lirih sekali suara Alvina. Nizar seperti tersihir untuk menjawab

"Melangkah bukan berarti melupakan. Bisa jadi dia mencoba hidup lebih baik." jawab Nizar asal.

"Tetapi kenapa cepat sekali?" rengek Alvina manja. Nizar menggeleng kesal.

Bukan urusannya pria itu menikah cepat. Memangnya dia petugas KUA setempat. Mungkin juga si pria itu sayang buang uang, sudah terlanjur cetak undangan, biaya catering, pelaminan, baju pengantin, biaya dokumentasi sampai renovasi kamar pengantin itukan tidak sedikit dan dipastikan sudah dari jauh hari dipersiapkan calon mempelai.

Daripada terbuang sia-sia. Lebih baik mencari calon pengantin baru. Urusan cinta itu belakangan. Yang penting kerugian tidak terlalu signifikan. Ah kenapa Nizar jadi menguras berbagai kemungkinan?

Ini semua karena Alvina bertanya kenapa..

"Saya tidak tahu dan tak mau tahu." ucap Nizar ketus.

My Apple Where stories live. Discover now