Bagian 23

1K 99 4
                                    


Ruangan serba putih berbentuk persegi yang di hiasi dengan beberapa selang, dan beberapa alat medis itu menjadi tempatnya berbaring selama seminggu lebih. Bunyi alat Elektrokardiograf terus menghiasi kesepian di ruangan itu. Grafik Elektrokardiogramnya terus menunjukkan garis naik turunnya. Bunga mawar di dalam vas yang ada di atas meja selalu berganti warna setiap harinya, untuk hari ini, bunga itu berwarna hitam.

Di tengahnya, seseorang laki-laki dengan banyak selang yang memasuki tubuhnya terus diam di tempatnya, tidak berkutik sama sekali. Nafasnya teratur, terlihat dari grafik elektrokardiogramnya.

Di samping pemuda itu, seorang gadis yang selalu sabar menunggu sedang tertidur pulas. Posisinya yang duduk, membuat badannya pegal-pegal saat bangun dari tidurnya. Gadis itu setia menemani sang pemuda, berharap orang itu bisa cepat berada di sampingnya selalu.

Hari mulai siang. Matahari hampir berada di atas kepala. Hari ini hari Sabtu. Ibu sang pemuda akan menjenguk anaknya pada sore hari, karena ia harus mengerjakan pekerjaan yang harus di selesaikan terlebih dahulu. Ibunya sangat beruntung karena anaknya yang mempunyai sahabat setia. Sangat setia.

Suara decit pintu menghuni ruangan serba putih itu. Gadis itu terbangun. Ia merasa ada yang mengusap kepalanya saat tidur tadi. Matanya masih berat karena waktu malamnya habis untuk menangisi pemuda di depannya itu.

"Zella."

Seseorang menyapanya. Zella sangat tau suara siapa itu, Chaca.

"Zella."

Dan Revan? Sejak kapan mereka berdua saling kenal? Zella tidak tahu. Dan, kenapa mereka bisa datang secara bersamaan? Apakah mereka bertemu di lorong rumah sakit? Atau memang sudah kenal lama? Pikiran Zella jadi berkecamuk. Tapi pertanyaannya itu tertahan di tenggorokan karena rasa hausnya.

Revan menghampirinya. Memberikan beberapa makanan ringan kepada Zella.

"Makan dulu. Nanti kamu sakit," suruh Revan kepada Zella. Chaca duduk di sofa yang ada di sudut ruangan. Sementara Revan berdiri di samping Zella. Zella menurut, ia membuka bungkusan plastik dan segera mengambil sebungkus roti.

"Kalian kok bisa dateng barengan?" akhirnya, Zella menanyakan hal yang berkecamuk di kepalanya.

"Tadi kami ketemu di lorong," balas Revan.

Zella memercayai ucapan dari pemuda itu. Ia pun melanjutkan sesi makannya.

●●●

Pemandangan yang sangat indah dari dalam sini. Andai Kevin ada di sampingnya, pasti ia juga akan takjub akan keindahan ini. Matahari akan beristirahat di tempatnya semula. Di gantikan oleh temannya, bulan. Di ruangan tengah itu, Nara sedang mengajak ngobrol anaknya, yang sebenarnya ia berbicara dengan orang yang matanya masih terpejam. Zella pun memberikan ruang untuk sang Ibu menyampaikan rindunya.

"Zella, kamu nggak pulang, nak?" tanya wanita itu dengan suara seraknya, seperti habis menangis. "Kamu belum pulang selama lima hari lho."

Yang di tanya menoleh ke arah orang yang bertanya. "Nggak apa-apa kok, Tan. Zella betah di sini. Udah kayak rumah sendiri, hehe," dustanya.

"Kalo kamu capek, biar Tante aja yang jagain Kevin. Nanti kalo kamu sakit, trus Kevin juga lagi sakit, Tante nggak ada temen ngobrol dong?" ucapnya dengan senyuman getir.

Zella senyum unjuk gigi. "Iya, Tante."

Setelah berbicara sebentar, Nara pamit pulang. Hari sudah hampir malam, dan pekerjaan menumpuk di rumahnya. Zella melangkahkan kakinya menuju tempat duduk yang biasa ia duduki. Duduk di kursi empuk ini sudah menjadi rutinitasnya selama beberapa hari. Ia menatap wajah tampan Kevin dari samping.

AlmondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang