Sehun menggulung surat itu lalu cepat-cepat menghampiri Jisoo. Jisoo masih menangis, wajahnya merah, penuh jejak jari Lilian. Sudut bibirnya robek, rambutnya acak-acakkan. Jisoo diam saja saat Sehun memapahnya untuk duduk di bangku taman.

"Jisoo, wajahmu harus dikompres dan lukamu,"

"Aku mau pulang."

"Pulang? Lalu apa yang akan kau katakan pada Chanyeol? Lebam dan lukanya pasti terlihat."

"Aku tidak peduli!"

Jisoo setengah berteriak, setengah terisak. Sehun memeluk Jisoo yang gemetar, mengusap punggungnya, lalu memaksa Jisoo untuk menunggu di dalam mobil sementara dia mencari obat luka dan kompres dingin.

"Carilah alasan untuk tidak pulang hari ini, Jisoo. Memarnya benar-benar kelihatan."

Sehun mengoleskan obat luka di ujung bibir Jisoo, lalu gel dingin untuk lebam di pipi dengan sangat hati-hati. Jisoo masih diam seperti patung, pikirannya berkecambuk, dia benar-benar tidak tahu apa yang akan dia katakan pada Chanyeol.

"Istirahat saja dulu dia apartemenmu."

"Ibuku kerap datang ke apartemen."

"Kalau begitu, kau bisa istirahat di apartemenku, hanya istirahat," tambah Sehun cepat-cepat. "aku bisa menjemput Tyra kalau kau mau."

Jisoo meragu, Sehun ada benarnya. Memang di rumah tidak ada Chanyeol tapi ada Ruffier, dan lebam di wajahnya pasti belum hilang sampai Chanyeol pulang nanti.

"Tetap saja memarnya tidak akan hilang dalam beberapa jam."

"Kalau begitu kau bisa menginap,"

"Tidak." Jisoo menjawab agak keras, "aku pulang saja, bersama Tyra. Aku akan mencari alasannya, bisakah kita ke sekolah Tyra sekarang?"

"Kau yakin?"

Jisoo hanya mengangguk, Sehun menghidupkan mesin mobil. Saat mobil mereka melaju lamban di jalanan kota yang ramai lancar, Sehun berkata:

"Apa kita akan bertemu lagi setelah ini?" kata Sehun, takut dan cemas.

"Aku tidak tahu."

"Jangan pergi lagi, Jisoo. Aku mohon padamu."

Jisoo menoleh, air matanya jatuh tanpa rencana. Jisoo bungkam, dia memilih hanya memandangi Sehun tanpa pernah tahu, apa yang akan dia lakukian untuk hubungannya bersama pria itu.

~000~

Jisoo meringkuk di atas ranjang tidur, dia menutupi tubuhnya dengan selimut hingga sebatas leher. Jisoo cemas, takut, pucat pasi. Tadi siang dia memang bisa mengelabui Rila dan Ruffier dengan masker dan kacamata, tapi Jisoo benar-benar tidak menemukan alasan kalau nanti Chanyeol bertanya. Jisoo serasa tidak bernapas, terdengar suara pintu dibuka, ini sudah pukul sepuluh malam. Jisoo memejam, pura-pura tidur, dia sengaja mematikan semua lampu dan hanya menyisakan lampu hias di atas nakas.

Jisoo menggenggam tangannya kuat-kuat di bawah selimut, Chanyeol menghidupkan lampu kamar lalu duduk di tepian ranjang. Chanyeol tersenyum, dia membungkuk, mencium puncak kepala Jisoo, hangat dan dalam. Tangan Chanyeol terulur, mengusap pipi Jisoo yang masih terlihat lebam. Tanpa diduga Jisoo, Chanyeol membangunkannya, Jisoo benar-benar tidak bisa pura-pura tidur lagi sekarang.

"Chanyeol." Jisoo menggeliat, nada bicaranya dibuat serendah mungkin.

"Pipimu----apa yang terjadi?"

Jisoo menahan napas, dia semakin pias, mencari-cari alasan di dalam otaknya yang sudah beku. Chanyeol membantu Jisoo untuk duduk, pria itu memaksa Jisoo untuk bicara.

"Katakan? Kau jatuh?"

"Iy----iyah. Di toilet----di pusat perbelanjaan."

"Kenapa tidak memberitahuku?"

"Aku tidak mau kau cemas, lagipula----aku sudah memberinya obat, besok juga hilang."

Jisoo menunduk, menghindar dari manik Chanyeol yang seakan menghakiminya. Tatapan Chanyeol malam ini terasa berbeda, pria itu seperti menahan luapan marah di balik manik abu-abunya yang terus memandangi Jisoo. Jisoo seperti dikuliti hidup-hidup.

"Ryu Ji."

"Yah?"

Chanyeol membingkai wajah Jisoo dengan kedua tangannya, memaksa wanita itu untuk menatapnya.

"Ada yang ingin kau katakan padaku?"

"Ap----apa?"

"Apapun. Ada yang ingin kau katakan padaku?"

Jisoo menelan salivanya susah payah, jantungnya bergemuruh hebat, dia ingin sekali mengaku tapi nyalinya terlalu kecil. Dia sangat takut Chanyeol marah lalu meninggalkannya, bila dia mengakui hubungannya dengan Sehun. Ragu namun akhirnya Jisoo menggeleng, Jisoo memaku saat Chanyeol tersenyum lalu mencium keningnya.

"Tidurlah."

Chanyeol beranjak ke kamar mandi, Jisoo memandang punggung Chanyeol yang baru saja hilang di balik pintu. Jisoo menyeka cairan bening yang mulai berkumpul di sudut mata, lalu memilih untuk tidur, memilih untuk tetap menyembunyikan semuanya. Sementara Chanyeol berdiri diam di balik pintu, dia mencengkram tangannya kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih.

"Kenapa kau tidak mengakuinya, Ryu." gumam Chanyeol, tubuhnya beringsut di lantai.

Chanyeol menekuk kedua kaki, tertunduk, menyembunyikan wajahnya di antara kakinya yang tertekuk. Rentetan kalimat yang tadi siang Lilian suarakan kembali terngiang, menggoyahkan pertahan Chanyeol yang selama ini berlagak tidak mengetahui apa yang Jisoo lakukan di belakangnya. Padahal jelas-jelas para pengawalnya yang bekerja 24 jam untuk mengawasi Jisoo (tanpa sepengetahuan Jisoo) sudah memberinya laporan komplit.

"Jisoo menghianatimu, dia menjalin hubungan dengan suamiku, Oh Sehun. Bahkan jauh sebelum kau mengenal Jisoo."

Lilian berdiri tegang di depan Chanyeol, menahan semua emosi yang membakar habis semua kesabarannya. Lilian memutuskan untuk memberitahu Chanyeol semuanya, dia ingin sekali Chanyeol memberi Jisoo dan Sehun pelajaran, karena dia tidak sanggup melakukannya.

"Aku tahu. Tapi mereka sudah memutuskan hubungan di hari aku menikahi Jisoo, Lilian."

Chanyeol berbohong, dia tahu hubungan itu tidak pernah hilang, karena itulah Chanyeol mengurung Jisoo selama hampir tiga tahun lebih. Chanyeol egois? Tentu saja, dia rela menjadi pria tidak peka, buta dan tuli, demi mempertahankan cintanya. Dia tidak peduli meski dia menyakiti dirinya sendiri dan Jisoo. Dan kesalahan terbesar Chanyeol adalah, dia membiarkan Jisoo kembali menatap dunia luar.

Lilian tertawa sumbang. "Aku juga sempat percaya mereka sudah putus hubungan, tapi ternyata hubungan mereka tidak pernah berakhir. Tidak pernah. Dulu Jisoo menghianatiku, sekarang dia menghianatimu."

Chanyeol mengerang tertahan, mencoba menghalau semua kenyataan yang semakin jelas menghujamnya. Air mata luka mulai berjatuhan di pipi pucat Chanyeol, kata-kata Lilian kembali menghantuinya. Jisoo menghianatinya, kenyataan yang sudah dia sangkal mati-matian itu menamparnya begitu keras. Chanyeol tidak bisa lagi untuk membohongi dirinya sendiri, dia mulai lelah bersikap egois. Semua hal yang mereka jalani selama hampir empat tahun, terasa begitu sia-sia. Pada akhirnya, Chanyeol sadar, Jisoo tidak akan pernah menatap ke arahnya.

-

-

TBC

- 

Sabar aja yaa sama cerita ini, emang authornya suka lebay klo bikin cerita kkkkk

-

Salam KECE

Ririn Setyo

After TwilightOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz