Bagian 2

3.8K 418 76
                                    


Pagi di hari berikutnya adalah hari paling sial untuk Ryu Jisoo. Dia terhenyak, Jongin kembali membentaknya, nadanya sangat keras, atasannya itu naik pitam. Jisoo belum menyelesaikan deadline untuk desain apartemen yang Jongin inginkan. Jisoo mengerjap berkali-kali, dia merasa agak pusing, matanya berkunang-kunang, Jongin masih berkacak pinggang di depannya, murka untuk kinerja Jisoo yang jauh dari kata professional dalam persepsi Jongin yang perfecsionis. Semua staf arsitek yang bekerja di bawah kuasa Jongin takut pada pria itu. Semua orang berharap Jongin tidak umur panjang, termasuk Jisoo. Dia sangat berharap suatu hari nanti Tuhan akan mengabulkan doanya, mobil Jongin oleng lalu jatuh dan tenggelam di sungai Han

"Aku tidak peduli bagaimana caranya, semuanya harus selesai sebelum jam makan siang, paham?!"

Jisoo mengangguk lalu buru-buru membalikkan badan, bermaksud untuk segera keluar dari ruangan Jongin yang terasa mencekam. Namun kepalanya tiba-tiba berputar hebat, Jisoo terhuyung, satu tangannya mencengkram kuat ujung blazer hitam yang dia kenakan, sementara tangannya yang lain berusaha untuk menggapai knop pintu. Tepat saat Jisoo baru saja hendak menyentuh knop pintu, pintu itu justru terbuka, pinggiran daun pintu membentur dahinya, lalu dia jatuh begitu saja di lantai. Jisoo pingsan.

Jisoo tidak tahu berapa lama dia tidak sadarkan diri, tapi saat sadar dia sudah berada di atas sofa, selimut katun warna lilac membalut tubuhnya sebatas pinggang. Jisoo mengerjap, berusaha mengumpulkan semua kesadarannya yang masih memantul-mantul, dari atas kepala ke atap abu-abu yang menaunginya. Jisoo belum sadar dia tengah terbaring di atas sofa khaki di ruang kerja Jongin, kepalanya sakit sekali, berdenyut, berputar tiada henti. Jisoo meraba keningnya, lalu merintih setelah itu, ada benjolan kecil di sana.

Jisoo tidak ingin bangun, dia ingin kembali terpejam, tapi tertunda saat dia merasakan kehadiran orang lain di dekatnya. Jisoo berusaha membuka matanya lebih lebar, selanjutnya yang terjadi adalah dia terperanjat. Jisoo tidak menemukan detak jantungnya untuk lima detik penuh, kelu, dia merasa tidak menemukan oksigen di sekitarnya, wajahnya pucat seperti kapas, terpaku pada sosok Chanyeol yang membungkuk tepat di depan hidungnya. Tangan hangat pria itu meraba keningnya, mengoleskan gel dingin dengan hati-hati, tanpa kata, hanya deru napas Chanyeol yang terdengar teratur, menerpa permukaan kulit Jisoo yang semakin pucat pasi.

"Masih sakit?"

Jisoo bungkam, dia hanya memandangi Chanyeol yang mulai menegakkan tubuhnya. Jisoo mengerjapkan matanya berulang-ulang, kesadarannya sudah kembali penuh, dalam sekejab Jisoo sudah duduk, mengenyampingkan rasa pening yang membuat pandangannya sedikit gelap, lalu berseru:

"Yak! Apa yang kau lakukan di sini, menjauh dariku!"

Tanpa aba-aba dan tanpa pernah Chanyeol duga sebelumnya, Jisoo sudah mendorongnya kuat-kuat, tak ayal Chanyeol pun terjungkal dari pinggiran sofa yang di dudukinya.

"Hey! Ryu Jisoo! Apa yang kau lakukan, kau tahu siapa yang... aish! Benar-benar. Kau tidak apa-apa, Presdir?" Jongin menambahkan, dia buru-buru membantu Chanyeol berdiri.

Wajah Jongin merah padam, dia benar-benar marah sekarang, Jisoo tidak punya sopan santun. Jongin melirik Jisoo tajam. Jisoo menelan salivanya susah payah, dia berdiri, membungkuk berulang-ulang, mengucapkan kata maaf berkali-kali pada Chanyeol dan Jongin.

"Keluar dari ruanganku sekarang juga dan cepat selesaikan pekerjaanmu sebelum jam makan siang, paham?!"

Jisoo mengangguk, lalu buru-buru keluar dari ruangan Jongin, kali ini tidak ada lagi insiden daun pintu, karena pintu ruang kerja Jongin sudah terbuka lebar.

"Ya Tuhan, kenapa gadis itu selalu saja menyusahkanku, sial!"

Jongin mengumpat, dia bertolak pinggang seraya melirik Chanyeol yang sudah tertawa.

After TwilightDonde viven las historias. Descúbrelo ahora