Bagian 6

2.9K 411 63
                                    





Pagi ini Jisoo bangun dengan kepala yang berdenyut, hordeng kamarnya sudah tersibak, sorotan kristal menyinggung matanya yang nyaris belum terbuka, menyilaukan tapi hangat. Jisoo mengernyit, mengerang tertahan, dia benar-benar tidak ingin bangun dan berniat kembali bersembunyi ke dalam selimut tebalnya. Jisoo mengenyampingkan fakta bahwa pagi ini dia tidur di kamarnya, meski kejadian terakhir yang terekam otaknya adalah dia masih berada di dalam mobil Park Chanyeol. Jisoo tidak mau repot-repot berpikir tentang bagaimana caranya dia sampai di ranjang tidur, pikirannya terlalu kusut, badannya terlalu remuk hingga membuat otaknya malas berputar. Dari balik selimut tangan Jisoo mengusap perutnya, agak nyeri, tapi untungnya pagi ini dia tidak mual.

"Jisoo, ayo cepat bangun dan bersiap."

Jisoo mengerjap lebih sering, menggeliat, sedikit memaki, lalu mencoba membuka matanya yang masih sepet. Jisoo terkesiap, dia baru sadar ibunya duduk di tepian ranjang, senyum wanita paruh baya itu mengembang, agak berlebihan.

"Ibu?"

"Cepat bangun, Jisoo, lalu bersiap. Ibu sudah menyiapkan air panas untuk mandi, pakaianmu dan sarapan."

Hyesun menyibak selimut Jisoo, lalu membantu Jisoo untuk duduk. Dia tidak ambil pusing Jisoo terdengar mengerang, wajah cantik putrinya juga tertekuk, dia tahu Jisoo tidak suka dipaksa bangun. Hyesun tersenyum seraya mengusap pipi pucat putrinya, Jisoo bingung, putri tunggalnya itu bahkan sampai mengernyit, lalu memperhatikannya dari kepala hingga kaki. Hyesun sudah rapi dengan dress gading di bawah lutut yang dibelikan Jisoo tiga tahun lalu, dilapisi mantel bepergian.

"Ibu mau pergi?"

"Iyah, ada urusan penting yang harus ibu kerjakan, jangan lupa pakai pakaian yang sudah ibu siapkan ya." Hyesun menyambar dress turquoise selutut bahan ringan yang dia siapkan di atas nakas. "Bagaimana, ini cantik sekali kan?"

"Dari mana Ibu mendapatkan dress itu?" Jisoo bingung, tapi matanya berbinar, dress itu memang sangat cantik. "Ini----sangat mahal." katanya, melirik label yang masih ada di dress itu.

"Ibu membelinya, khusus untukmu. Jadi cepatlah mandi dan bersiap."

"Tapi Bu, aku ini mau ke kantor bukan ke pesta, dress itu kurang cocok untuk dipakai di kantor."

Hyesun hanya tersenyum, lalu memamerkan blazer hitam yang terlipat rapi di atas nakas (tadinya ada di bawah dress). "Pakai ini sebagai luarannya, pokoknya pakai dress ini ya, ibu mohon padamu, sekali ini saja, eoh?"

Ragu tapi akhirnya Jisoo mengangguk, dia meletakkan dress itu di atas pangkuan. Hyesun senang sekali, dia mengecup puncak kepala Jisoo lalu berniat berlalu, tapi Jisoo menahan lengannya.

"Kemarin, siapa yang mengantarku pulang, Bu?" tanya Jisoo, agak ragu, dia benar-benar tidak ingat apa yang terjadi setelah puas menangis di mobil Chanyeol.

"Tentu saja kekasihmu, Park Chanyeol."

"Ap----apa?" Jisoo terkejut tanpa dibuat-buat, irisnya melebar, tapi Hyesun justru tersenyum, berbinar, terlihat sangat senang.

"Dia benar-benar pria baik dan bertanggung jawab. Ibu menyukainya, dia sangat menyayangimu, Jisoo. Sudah ya, ibu sudah terlambat, jangan lupa sarapan, ibu pergi." Hyesun kembali mengusap kepala Jisoo lalu buru-buru keluar dari kamar.

Jisoo masih diam beberapa menit di atas ranjang, dia meraba perutnya yang seketika nyeri. Tiba-tiba Jisoo merasa sangat sedih, matanya memanas dan lamat-lamat genangan bening terbentuk di ujung pelupuk. Jisoo mengusap lagi perutnya, lalu melirik perutnya yang kembali terasa nyeri, bahkan semakin nyeri ketika dia berpikir tentang Sehun. Bayangan perselingkuhannya bersama Sehun kembali memenuhi otak, bak roll coaster yang berputar cepat, mendatangi hatinya, mengejarnya. Rasa takut mulai menggerogoti keyakinan Jisoo, dia tidak punya persiapan apapun untuk menghadapi kenyataan bilamana perselingkuhan ini terbongkar. Jisoo benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi apabila Lilian, Edmund, bahkan ibunya tahu tentang bayi yang dikandungnya dan hubungannya dengan Sehun.

After TwilightWhere stories live. Discover now