Part 13

39.2K 5.1K 67
                                    

"Jadi gosip kamu ditinggal nikah itu beneran?" Kian hampir menepuk kepalanya sendiri. Sebagai gantinya ia menutup bibirnya dengan cepat. Bisa-bisanya ia keceplosan seperti itu.

Ares membelalak kaget.

"Dari mana kamu dengar itu?" Suaranya berubah lebih dingin. Sedikit.

"Seluruh rumah sakit tahu tentang itu," jawab Kian akhirnya.

"Apa yang udah kamu tahu?" tanya Ares lagi. Ia tidak menyangka pegawai-pegawai rumah sakit mengetahui hal itu. Apa terlihat jelas?

Kian menimbang-nimbang, apakah ia harus mengatakannya atau tidak. Kalau dilihat tadi ekspresi Ares, Kian bisa berakhir jadi sushi di restoran ini. Tapi sudahlah, sudah terlanjur tertangkap basah. Kian memilih untuk jujur walaupun menjawab dengan suara ragu.

"Kamu pergi ke Amerika karena patah hati. Kemudian kamu ditinggal menikah saat kamu pulang."

Ares diam. Ia bingung memutuskan apakah ia harus bercerita dan memberikan penjelasan atau tidak. Hatinya urung, namun bibirnya sudah ingin terbuka saja. Tidak terima.

"Mahira dan Yudis itu sahabat saya. Kami selalu bertiga kemana-mana." Ia diam sejenak, memainkan minumannya yang telah datang. "Saya..."

Kian diam, menyimak. Ares meliriknya ragu.

"Saya mencintai Mahira. Tapi saya nggak mau egois dengan memaksakan menjalin hubungan. Jadi saya memilih menghindar ke Amerika atas keinginan saya, bukan karena patah hati," jelas Ares. Sesekali ia menyeruput minumannya. Bingung juga kenapa ia harus menjelaskannya kepada Kian.

Kian mengangguk-angguk.

"Tapi dengan tidak egois, kamu sekarang menyesal, kan?" tanya Kian. Sok tahu sekali.

Ares tertawa kecil mendengarnya. "Ya, di situlah kebodohan saya."

Pelayan kemudian datang, membawa pesanan mereka satu persatu. Otomatis obrolan mereka tak berlanjut. Sebenarnya Kian masih ingin tahu, tapi ia sadar kalau ini bukan kapasitasnya untuk bertanya.

"Saya pesan salad untuk kamu. Saya nggak mau kamu salahin lagi kalau kamu sakit."

Kian melongo. Baru saja Kian hendak memutuskan untuk berdamai, tapi pria di depannya ini benar-benar seenaknya sendiri. Bagaimana kalau ia alergi dressing salad-nya? Bagaimana kalau ia tidak suka? Bagaimana kalau ia terlalu kenyang untuk makan salad?

Padahal image-nya di mata Kian hampir berubah karena obrolan yang mereka lakukan. Tapi ternyata hanya hampir. Nyatanya tak berubah. Kian berdecak.

Untung saja Kian pemakan segala. Untung juga Kian bukan tipe orang yang bisa menyia-nyiakan makanan. Jadi Kian hanya pasrah dan menusukkan garpunya ke mangkuk berisi sayur dan buah itu, kemudian memasukkannya ke dalam mulut. Enak.

Kian diam menikmati makanannya. Ares juga memilih diam sambil melahap makanannya. Yang terdengar hanya dentingan garpu dan piring. Keduanya tak ada yang menggunakan sumpit.

Kian menatap Ares tidak habis pikir. Piringnya sudah bersih, tandas sebelum Kian selesai makan. Padahal porsi makannya lebih banyak dari Kian.

Ares bersandar di sandaran kursi sambil mengelus perutnya. Kenyang. Kemudian bersendawa kecil. Untung tidak menjijikkan.

Tapi, orang di depannya ini dokter? Yakin? Jangan-jangan dokter gadungan?

"Tadi kamu kunyah?" tanya Kian. Sedikit sarkastik.

Ares tertawa. "Saya terlalu lapar. Terakhir saya makan, kemarin siang."

Kian menghabiskan suapan terakhirnya. Ares berdiri, hendak membayar bill di kasir.

Inevitable DestinyWhere stories live. Discover now