Part 1

133K 7.7K 161
                                    

Halo. Salam kenal.

Semoga berkenan, selamat membaca.

____

KIANY

Haaahh 2 tahun lagi, dan semuanya akan tercapai...

Pikir Kian. Ia menyelonjorkan kakinya ke bawah meja, merentangkan tangannya lemas, dan mendongakkan wajahnya menatap langit-langit ruangan kerjanya. Pikirannya masih melayang, berputar-putar, mencari cara agar ia dapat menghasilkan uang banyak dengan cepat. Jangan berpikir Kian mencari uang karena terlilit hutang, tolong, tinggalkan pikiran kolot seperti itu. Ia ingin mewujudkan mimpinya untuk travelling ke Eropa. Beberapa kali ia memejamkan mata dan menghembuskan nafas panjang.

Tapi dengan pekerjaan sebagai pegawai rumah sakit biasa, tentu punya banyak uang akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Bahkan terlihat tidak mungkin. Paham bagaimana maksudnya, kan? Ya, begitulah. Gajinya terlalu sedikit. Tak sebanding dengan pekerjaan yang tak kalah sibuk, berkutat dengan berkas-berkas rekam medis pasien rumah sakit yang setiap harinya dikunjungi rata-rata 2000 orang.

"Mbak Kian, ini berkas dari UGD. Tolong segera input datanya ya!" Bu Sumarni datang dengan wajah sumringah menghampiri meja kian. Di tangannya terdapat setumpuk berkas rekam medis milik pasien UGD yang datang sejak semalam.

"Eh, Bu Sumarni. Ngagetin saya aja, Bu," balas Kian sambil meringis pada Bu Sumarni. Bu Sumarni ini Jawa tulen, bicaranya medhok. Banyak huruf 'h'-nya dan kadang sedikit muncrat di sana sini. Tubuh gempalnya menambah pancaran aura keibuan beliau miliki. "Taruh di sini saja, Bu. Nanti saya input setelah berkas dari Klinik Anak selesai. Sudah dianalisis kan, Bu?"

Bu Sumarni mengangguk. Kian hendak meneruskan pekerjaannya ketika mengira Bu Sumarni akan pergi.

"Eh, mbak Kian, ini sekalian ada undangan dari Dokter Anjas untuk pegawai di ruangan ini. Anaknya menikah." Bu Sumarni mengobok-obok isi tasnya sebelum kemudian menyerahkan beberapa undangan berwarna perak ke arahnya. 'Yudis dan Mahira'. Begitu tulisan di atasnya, dilengkapi dengan sulur-sulur indah yang membuatnya terlihat elegan.

"Wah? Anaknya Dokter Anjas menikah, Bu? Yang ganteng itu?" Kian bertanya pada Bu Sumarni. Ia pernah bertemu dengan anak Dokter Anjas yang beberapa saat lalu sempat bekerja sebagai dokter di sini. Menjadi bahan bincangan harian seluruh rumah sakit karena kebaikan hati dan kebaikan parasnya. Singkatnya, Dokter Yudis ini ganteng sekali.

"Iya, mbak. Sayang sekali ya?" kata Bu Sumarni sambil tertawa cekikikan, tapi tawanya tiba-tiba berhenti berganti dengan senyum malu-malu. "Eh? Lha kok saya jadi begini? Kalau suami saya tahu, bisa cemburu buta ini. Ya sudah mbak, saya mau ke depan lagi ngawasi mahasiswa PKL ngisi KIUP."

(Baca: PKL : Praktik Kuliah Lapangan, KIUP: Kartu Indeks Utama Pasien)

"Iya, Bu. Silahkan," Jawab Kian. Bu Sumarni pun berjalan pergi meninggalkan mejanya.

"Apa nih, Ki?" Ana yang baru saja kembali dari kamar kecil menghampiri meja Kian. Ia juga bekerja di bagian coding, sama seperti Kian. Jangan bayangkan coding di sini sama dengan coding IT, ini sama sekali berbeda.

Kian mengenal Ana saat mulai kuliah. Awalnya mereka tidak terlalu dekat saat masa perkuliahan. Namun, karena sekarang memiliki meja kerja yang bersebelahan, mau tak mau keduanya menjadi dekat juga.

Ana menarik undangan yang tertulis namanya. Setelah membuka undangan yang ia pegang, ia terpekik sendiri karena terkejut.

"WHAT!! Ini dokter Yudis yang itu? Yang ganteng itu? Ya ampun, patah hati gue, Kiii.." sahut Ana hiperbolis sambil memegangi dadanya.

Inevitable DestinyWhere stories live. Discover now