Part 7

46.1K 5.2K 54
                                    


Semoga berkenan. Selamat membaca.

Italic: Beberapa dalam bahasa Prancis

Matahari masih bersinar terik, padahal posisinya sudah bergeser menuju ufuk barat. Beberapa pegawai rumah sakit sudah siap siap untuk mengantri di depan mesin-mesin fingerprint yang terpasang. Sepuluh menit lagi waktu pulang memang akan tiba. Tapi tidak dengan Kian, ia masih harus berputar lagi di bangsal bedah orthopedi dan bedah umum. Dengan muka bertekuk karena lelah, ia berjalan menuju ruang penerimaan rawat inap. Tugasnya menjadi penerjemah masih belum selesai. Ia harus membantu dokter-dokter kunyuk itu memberi edukasi kepada keluarga pasien. Padahal ia masih punya janji karena menerima ajakan Dion untuk makan malam. Sepertinya, ia akan membatalkan rencana makan malam itu saja. Dirinya sudah benar-benar lelah. Juga PMS membuatnya semakin gila.

Namun, kali ini ia tidak akan tertipu lagi. Ia sudah tahu ruangan mana saja tempat pasien-pasien itu dirawat. Kian sudah tidak mau lagi ikut berkeliling bersama dengan dokter-dokter itu. Entah yang tua, entah yang muda, sama-sama arogan dan memuakkan.

Kian baru saja akan duduk di kursi tunggu ketika seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya. Kian mendongak, mendapati Leon berdiri di depannya sambil tersenyum. Tangannya yang luka sudah dijahit dan diperban dengan rapi. Jarum infus masih tertancap di tangan satunya yang memegangi tiang infus.

"You, okay?" tanya Leon, memastikan sebelumnya bahwa Kian baik-baik saja.

"Yah, aku akan bilang kalau aku baik-baik saja," jawab Kian sambil membalas senyumnya lelah.

"Saya belum sempat mengucapkan terimakasih kepada kamu. Terimakasih, berkat kamu, istri dan calon anak saya selamat."

Kian mendengus. "Itu sudah menjadi tugas saya. Tidak perlu berterimakasih."

"Bagimana kamu bisa belajar bahasa Perancis?"

"Let's just say that I really want to go to France."

Leon tertawa menggelegak mendengar jawaban Kian. Kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya. "Just go there, and I'll pick you up."

"It will be a promise."

"Sure! Then, I have to go. Istriku menungguku." Leon kemudian pamit dan pergi. Kian hanya mengangguk-angguk saja.

Dari kejauhan, rombongan dokter baru saja berbelok memasuki lorong bangsal dan masuk ke beberapa ruangan pasien. Kian mendengus kesal melihatnya. Melihat mereka berjalan saja terlihat menyebalkan. Sampai mereka tiba di depan kamar Leon dan istrinya, Kian baru ikut berjalan masuk.

"Saya mencari kamu di tempat pendaftaran rawat inap. Kenapa malah di sini?" tanya Ares ketika Kian berdiri di depannya, membuat Kian menoleh.

"Menunggu anda," jawab Kian singkat.

"Setelah ini tunggu saya sebentar, saya ingin bicara dengan kamu."

Kian kembali menoleh. "Ada masalah?"

"Tidak. Nanti saja kita bicarakan," putus Ares. Kemudian ia melangkah masuk mendahului Kian.

Kian yang melihat hal itu memutar matanya jengah. Dia dokter, bukan penguasa. Kenapa seenak jidatnya membuat keputusan? Bagaimana jika ia sedang buru-buru? Janji makan malam dengan Dion mungkin? Itu fakta kan?

Kian mendecih sebal, kemudian masuk ke ruangan untuk menunaikan tugasnya.

***

"Kamu masih ingin jadi relawan?"

Inevitable DestinyWhere stories live. Discover now