21. Jangan ambil dia dariku

11.4K 472 57
                                    


Reihan

"Rei, tenangkan dirimu!"

Bagaimana Erlan bisa menyuruhku menenangkan diri saat ini sementara aku sudah hampir mati menahan kegilaanku sendiri.

"Apa yang terjadi ?" tiba-tiba Indira datang dengan raut wajah yang begitu cemas memandang satu per satu dari kami.

"Ada apa dengan kalian ?" Indira sudah tidak bisa lagi menahan kekesalannya, "jelaskan padaku apa yang terjadi ?!"

Semua diam tidak menyahut dan hanya melihat ke pintu ruangan yang sejak tadi tidak terbuka disana.

"Siapa di dalam sana ?" tanya Indira terus-menerus, memperhatikan sekitar kami dan mencari-cari, "dimana Lauren ?"

"Apa Lauren yang ada di dalam sana ?" tebak Indira.

"Apa salah satu dari kalian bisa bicara ?!" seru wanita itu dengan emosi yang meluap, "apa kalian tidak bisa gunakan mulut kalian dan kenapa kalian mendadak bisu ?!"

Erlan menarik dirinya lalu merengkuh Indira, "lepaskan aku bodoh!"

"Aku tidak memerlukanmu untuk memelukku!" sangkalnya dan berjalan ke arahku.

"Apa sebenarnya yang terjadi pada Lauren, kak ?" tanyanya pelan.

Aku tidak bisa menjawab sampai Sena lah yang menarik Indira untuk diberi pengertian. Indira mendengarnya dan terkejut setengah mati.

Sudah berjam-jam kami menunggu kabar Lauren untuk selamat dari keadaan kritisnya. Tapi sangatlah sulit memastikan untuk penyelamatannya berhasil atau tidak lewat pengambilan anak peluru yang mengena organ vitalnya. Perbandingan operasi itu sangat riskan untuk keselamatan nyawanya.

Aku bersumpah serapah karena dokter tidak keluar juga dan saat salah satu perawat itu keluar, mengabaikan kami untuk bertindak cepat lalu kembali membawa dokter tambahan entah darimana. Dengan tegas dan penuh ancaman, aku menyuruh mereka untuk menyelamatkan Lauren atau tidak, aku lah yang akan menghancurkan rumah sakit ini juga kalau Lauren tidak bisa selamat.

"Kak Rei." Indira datang untuk menenangkanku dari segala rutukanku pada tim dokter itu, ia memelukku dan mengelus punggungku, "Lauren pasti bisa bertahan. Dia sudah berjanji akan selalu ada untukmu."

Wajah Indira bersandar ke dadaku dan berkata, "dia gadis yang kuat."

Ia mendongak lalu memberi senyum manisnya sampai aku mengangguk paham, tangannya menepuk punggung belakangku terakhirnya lalu beranjak pergi ke Demian hingga ia merengkuh adiknya ke dalam pelukannya.

Dia gadis yang kuat.

Aku terus merapal kalimat itu seperti sudah menjadi salah satu bagian doaku. Bahkan aku belum sanggup kehilangan gadis itu. Belum saatnya. Ada yang harus ia ketahui dan aku tidak ingin dia pergi meninggalkanku.

"Sena." tiba-tiba Mitha datang juga, langsung melihat keadaan Sena, "kamu tidak apa-apa ?"

"Aku tidak apa-apa." jawab Sena datar.

"Aku lega kau tidak kenapa-napa." sahut Mitha menarik nafas lega sambil menyentuh dada Sena.

Tangan Sena menarik jemari Mitha dan menyingkirkannya. Mitha pun tidak bisa berkata lagi karena penolakan halus Sena.

"Kau pulang saja." suruh Sena masih dalam suara lembut.

"Tidak. Aku mau pulang sama kau."

"Aku masih disini."

"Kalau gitu aku juga disini."

"Kita tidak punya hubungan apapun lagi, Mitha. Lekas pergi." usir Sena karena tidak bisa menahan kejengkelannya.

Lauren [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon