Chapter Lima

5.2K 257 50
                                    

***

Dua hari menginap di Southamptons, Érique memutuskan pulang ke Boston bersama Victoria. Sudah lima hari pekerjaannya terbengkalai disana. Rolls Roys mewahnya melaju dengan cepat menuju kota itu. Anne dan Stephan sudah kerepotan tanpa kehadiran Érique dalam timnya. Kasus sebelumnya sudah beres ditangan kedua temannya dan sekarang ia harus menunggu kasus baru. Victoria terlelap dalam mobil karena perjalanan panjangnya dari Southamptons. "Victoria, Bangun! Kita sudah sampai." Bisik Érique pada wanitanya lalu keluar dari mobil mewah itu.

Victoria menggeliat kecil, ia tersadar dan meregangkan otot-ototnya. Tidur di dalam mobil sungguh melelahkan dirinya. "Akhirnya kita sampai." Ucap Victoria. Perlahan ia menggerakkan kakinya keluar dari Rolls Roysnya. Érique sejak tadi membuka pintu mobilnya. Menyambut Victoria dengan senyum hangatnya. Victoria turun dari mobil dan di bantu oleh kekasihnya.

Embun pagi menyapa keduanya. Angin pagi menyambar, rumput-rumput basah karena embun. Bumi Boston perlahan mulai terang. Sekarang jam lima pagi, Mereka berangkat dari Southamptons malam hari. Érique sudah menyusun semua rencana kepulangannya. Pagi ini dia harus bekerja, Akhir-akhir ini kinerjanya dinilai buruk. Sebagai ketua tim investigasi, ia harus memberikan laporan setiap hari pada pimpinan dan Anne yang melakukan semua itu bukan dirinya. Érique merasa berhutang budi pada wanita itu. Dia selalu mengerti dirinya.

Kedua insan itu berjalanan berbarengan. Victoria sangat menyukai saat-saat mereka berdua. "Kakak yakin langsung kerja hari ini? Apa kakak tidak lelah?" Tanya Victoria. Dia sangat mengkhawatirkan kekasihnya. Seharian menyetir pasti pria itu sangat kelelahan. Dan Victoria tidak ingin Érique memaksakan diri bekerja. Pria itu kembali tersenyum, tangannya mengacak rambut pirang Victoria.

"Tidak apa-apa. Tak perlu khawatir, sayang." Kata Érique lembut. Tak terasa langkah mereka sampai di dalam kamar. Victoria menghembuskan nafas. Lima hari bersama Érique membuatnya belum puas menikmati kebersaan mereka. Jika ingin egois, dia tidak ingin berpisah dari Pria itu.

Victoria duduk di sisi ranjang. Wajahnya sangat murung bagai awan mendung yang akan hujan lebat. Érique mendekatinya dan mencium keningnya, ia menatap Victoria penuh cinta. Dia sangat menyayangi wanita itu. Sedikitpun raa cintanya berubah, untuk saat ini sudah cukup. "Ada apa? Katakan apa yang mengusikmu?" Tanya Érique.

"Aku ingin kakak disini. Aku masih menginginkan kebahagiaan bersamamu, kak." Ucap Victoria. Érique duduk di samping wanita itu kemudian, ia memeluk tubuhnya. "Kakak harus bekerja, sayang. Kebahagiaan tidak akan pernah cukup jika kita tak pernah mensyukurinya. Kakak akan memberikan kebahagiaan di setiap detik bersamamu."Balas Érique.

Victoria diam, menikmati setiap sentuhan prianya. Ucapan Érique memang ada benarnya, tidak sepatutnya ia terus bermanja. Érique harus bekerja agar hidup mereka bahagia. Karena sebagian kecil kebahagiaan adalah uang. Victoria mencintai segala sesuatu tentang Érique. Pemikirannya, wajahnya, dan cara dia memperlakunnya. "Bukankah ada Ellie yang menemanimu? Oh ya, sayang. Aku ingin kau berjaga-jaga dengan Elizabeth. Aku bukannya menjelek-jelekkannya. Hanya ingin kau dan calon anak kita selamat." Kata Érique sambil membelai rambut pirangnya.

Pemikiran Érique yang terlalu pintar kadang membuat Victoria jengkel. Pria itu penuh kecurigaan. Mungkin ia merealisasikan teori Rene descartes yang mengatakan bahwa untuk mengetahui kebenaran maka kita harus ragu, karena keraguan membawa kita menuju jalan yang benar. Begitulah kata filsuf Perancis abad enam belas. Victoria masih merenungi perkataan Érique. Ponsel Érique bergetar, ia melepas dekapannya pada Victoria. Matanya terfokus pada panggilan yang masuk. "Ada telpon dari Anne. Aku akan mengangkatnya dulu." Kata Érique lembut. Victoria mempersilahkannya pergi, Dia mengangguk.

Dari jauh Érique terlihat serius saat berbicara. Victoria terus mengamati pria itu. Pandangan matanya menuliskan seribu pertanyaan. Tiga menit kemudian, Érique mendekati dirinya. Lelaki itu tampak ragu untuk bicara. "Anne meneleponku dan mengatakan ada kasus pembunuhan subuh ini di sekita rumahnya. Aku harus kesana, tapi aku..." Perkataan Érique terpotong. Victoria tahu bahwa Pria itu tak tega meninggalkannya. Victoria sadar akan resiko hidup bersama Érique.

Mon Amour VictoriaWhere stories live. Discover now