Chapter Satu

11.3K 461 33
                                    

***

Érique menatap ragu ke arah Victoria. Dia barusaja mendapat panggilan yang menyangkut pekerjaannya. Sebenarnya ia tidak rela jika harus meninggalkan wanitanya dalam keadaan takut. Semalaman Victoria terjaga dalam tidurnya. Namun, apalah daya dirinya. Dia hanyalah manusia biasa, dan punya pekerjaan yang harus diselesaikan.

"Kakak boleh pergi! Aku baik-baik saja disini!" Kata Victoria lembut. Rasa takut masih menyelimuti dirinya. Dia mencoba menyembunyikan semua itu. Érique harus bekerja dan tidak seharusnya ia menjadi beban bagi pria itu. Kedua orang itu saling memandang dalam diam.

"Kakak sudah sewa asisten rumah tangga. Sepuluh menit lagi akan datang. Maafkan kakak ya, Kakak harus pergi sekarang! Telpon kakak jika terjadi sesuatu." Pinta Érique pada kekasihnya. Victoria mengangguk sambil mengedipkan mata.

Érique memeluk wanita itu sekilas lalu mencium keningnya. "Jaga dirimu di rumah! Kakak akan telpon agensimu, seminggu ini kau harus cuti!" Tegas Érique. Victoria pasrah, Dari dulu apa yang diucapkan Érique selalu ia turuti. Karena dia tahu bahwa itu semua hanya untuk kebaikannya semata. Érique melangkah menjauh darinya sambil melambaikan tangan. Lelaki itu berangkat kerja dengan Roll Roycenya. Mobil mewah yang ia beli pada saat gaji kelimanya.

Victoria menatap kosong kepergian lelaki itu. Dia menutup pintu, tubuhnya kedinginan karena angin Boston mengenai tubuhnya. Wanita itu berjalan ke ruang tamu lalu menyalakan tv. Hanya aktifitas itu yang bisa ia lakukan. Sofa berwarna coklat yang empuk terasa nyaman baginya. Kamarnya terasa hampa tanpa kehadiran Érique. Jadi, dia memilih untuk tetap berada di ruang tamu.

Tok tok

Ketukan pintu itu mengagetkan Victoria. Belakangan karena aksi teror, ia mulai was-was dengan lingkungan sekitarnya. Langkahnya sangat lambat mendekati pintu. Dia berusaha menghilangkan rasa takut yang menggerogoti jiwanya. Jantungnya berdebar, dia merinding saat membayangkan hal buruk terjadi.

Victoria merasa lega saat membuka pintu. Bukan penjahat dan sama sekali tidak ada raut wajah penjahat. Dia melihat wanita paruh baya yang bisa ia tebak sebagai asisten rumah tangga yang disewa oleh Kekasihnya. "Siapa?" Tanyanya memastikan.

"Perkenalkan, Namaku Elizabeth Walker. Aku adalah asisten rumah tangga yang disewa tuan Érique." Jelas wanita itu. Victoria mengamati sebentar wanita itu.

"Masuklah! Anggap rumah sendiri, maksudku kau tak perlu canggung. Aku adalah kekasih Érique." Jelas Victoria. Dia membuka pintu dan mengantar Elizabeth.

"Kau tidak tinggal ya?" Tanya Victoria. Wanita paruh baya itu tak membawa tas pakaian. Mungkin ia disewa sampai Érique pulang kerja. Itu tidak masalah bagi Victoria. Yang terpenting ia punya teman bicara. Dia hanya ingin memastikannya.

"Tidak, disini saya hanya sampai jam tiga sore. Oh ya, dimana dapurnya? Ini sudah waktunya minum susu. Tuan Érique ingin aku memastikan kebutuhanmu." Kata Elizabeth. Dengan senang hati Victoria menunjuk arah dapur.

"Disana! Tapi kurasa kau tidak perlu membuatkannya. Aku hanya butuh teman bicara." Jelas Victoria. Tentusaja Elizabeth tidak setuju. Pekerjaannya bukan hanya menemani Victoria tetapi juga membersihkan rumah itu.

"Ini sudah tugasku! Dan aku wajib melakukan pekerjaan itu. Tuan Érique ingin agar calon bayinya tetap sehat." Balas Elizabeth. Victoria pasrah, apa yang harus ia lakukan. Dari dulu Érique memang selalu protektif padanya. Ia hanya perlu menuruti perlakuan istimewa kekasihnya itu.

Elizabeth meninggalkan Victoria. Wanita tua itu berjalan menuju dapur dan membuatkan susu pada wanita itu. Ada hal yang disembunyikan Elizabeth. Raut wajahnya menjelaskan sesuatu yang aneh. Dia tidaklah sebaik wajahnya. Dia membubuhkan sesuatu ke dalam gelas susu hamil Victoria.

Mon Amour VictoriaWhere stories live. Discover now