Chapter Dua

8.3K 422 25
                                    


***

Victoria bangun dari tidurnya lebih awal dari biasanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Victoria bangun dari tidurnya lebih awal dari biasanya. Wanita itu bahkan lupa kapan ia tidur semalam, mungkinkah saat ia menemani Érique menonton WWE Smackdown? Dia menggeleng, kenapa ia harus memikirkan hal sepele itu. Yang terpenting bahwa sekarang ia sudah bangkit kembali setelah beberapa jam mati kecil. Dia melangkah menuju dapurnya yang kecil dan sederhana. Hanya ada beberapa tempat penyimpanan bahan makanan kompor, pemanggang roti, dan perabotan rumah tangga lainnya. Victoria membuka kulkas dan mengambil roti gandum di dalam sana. Kemudian roti itu di panggang beberapa saat. Setelah selesai, Ia memasukkan potongan sossis rasa sapi di tengah roti itu. Dia sangat menikmati kebersamaannya bersama Érique. Sungguh takdir yang membahagiakan.

"Sayang! Kamu dimana? Bisa ambilkan handuk?" Teriakan Érique selalu menghiasi paginya. Pria itu sudah terbiasa masuk kamar mandi tanpa membawa handuk. Victoria hanya bisa sabar melayani pria itu. Dia sama sekali tak pernah mengeluh, tidak seperti kaum feminisme yang selalu menuntut kesetaraan gender. Menurut Victoria, gerakan perempuan itu cukup berlebihan apalagi di zaman post modern ini. Apalagi yang bisa di tuntut, toh perempuan sekarang sudah di akui kebebasannya. Dia bisa menulis karya, memimpin, dan masih banyak lagi.

Victoria membuka lemari bajunya dan mengambilkan handuk berwarna merah untuk kakaknya. Setelah handuk itu ditangannya. Dia melangkah menuju kamar mandi dan mengetuk pintu kamar mandi. "Kak ini handuknya! Jangan lupa lagi!" Ucap Victoria dari luar pintu.

"Tidak dikunci, Sayang. Kau bisa masuk." Balas Érique. Victoria membuka setengah pintu. Tangan kanannya masuk ke dalam kamar mandi sambil menyodorkan handuk berwarna merah untuk kakaknya. Érique malah membuka lebar pintu itu membuat Victoria sontak kaget.

"Kakak jorok!" Ledek Victoria karena kesal. Érique hanya bisa menertawainya. Wanita itu memang selalu menjadi incaran godaannya. Lelaki itu mengambil handuk dari kekasihnya.

"Tidak perlu berlebihan, Sayang! Kau sudah melihatnya setiap malam." Ucap Érique dengan kalimat ambigunya. Victoria enggan melihat pria itu. Dia memilih pergi.

"Mandi yang bersih ya kak! Kalau bisa otaknya dicuci sekalian. Biar tidak ada kotorannya lagi." Balas Victoria. Dia melangkah meninggalkan lelaki itu. Érique terus saja menertawai tingkah Victoria. Wanita itu sangat lucu dan menyenangkan baginya.

Sepuluh menit kemudian, Érique sudah rapi dengan jas kerjanya. Victoria memasangkan dasi bergaris-garis di atas kemeja putih prianya. "Kapan Elizabeth datang?" Tanya Érique. Dia berencana menemui orang itu dulu. Dia tidak ingin Victoria dijaga oleh orang yang salah. Victoria melototinya dengan curiga.

"Kakak masih curiga?" Victoria kembali bertanya. Érique hanya tersenyum, tangan kirinya mengambil roti panggang buatan Victoria lalu melahapnya.

"Tidak, hanya saja kakak harus tahu bagaimana orangnya. Kakak bisa tahu mana orang jahat dan baik." Jawab Érique dihadiahi pukulan oleh Victoria. Alasan pria itu cukup masuk akal mengingat dia sangat protektif terhadapnya.

Mon Amour VictoriaWhere stories live. Discover now