Chapter 16

2.5K 385 23
                                    

"Aku selalu baik-baik saja bersamamu."


"Jadi, apakah kita harus mulai membicarakan pertunangan mereka berdua sekarang?"

"Tentu saja. Bukankah kita harus memilih tanggal yang tepat?"


Author's POV

Gadis itu masih terdiam. Tangannya yang sedari tadi gemetar kini hanya terkulai lemas dibawah taplak meja. Matanya menatap kosong, hatinya tidak di sini. Dia meringis. Ingin rasanya berliter-liter air mendesak keluar dari kedua maniknya. Rasanya menyakitkan, namun dia tak kunjung jua menangis. Lagi-lagi dia hanya bisa menatap nanar. Telinganya kini bahkan mendengar pembicaraan orangtuanya yang sudah berubah serius sejak setengah jam yang lalu. Hanya ada satu topik dan itu membuat Wendy marah. Pertunangan.

"Sepertinya awal bulan depan adalah tanggal yang bagus.", cerca ayah Wendy bersemangat tanpa sedikitpun melirik putrinya yang sudah seperti mayat hidup. Tidak bergairah sama sekali.

"Bulan depan? Bagus juga.", tanggap ayah Sehun kemudian. Lelaki Kim itu lalu melirik putra kesayangannya –Oh Sehun- yang duduk tepat disebelah kirinya. "Bagaimana menurutmu Sehun-ah?", tanyanya kemudian. Mendengar itu Sehun tersentak, nampaknya sedari tadi dia juga melamun. Lelaki penurut itu hanya tersenyum sekilas. "Terserah appa saja.", jawabnya pasrah.

Pembicaraan itu kembali berlanjut. Kedua kepala keluarga itu masih membincangkan topik yang sama. Lagi dan lagi. Wendy masih meringis. Tanggal pertunangannya sudah ditentukan. Selepas Ujian Semester dengan dalih agar mereka fokus belajar sebelum bertunangan. Ujian semester, itu berarti akhir bulan depan.

---

Wendy turun dari dalam mobil dengan cepat tanpa perlu repot-repot menunggu Jinwoo membukakan pintu untuknya. Dia langsung berlari ke dalam rumah, menyusul ayahnya yang sudah masuk kedalam kediaman Keluarga Son itu di Korea. Sebuah rumah berlantai 4 dengan warna dominan putih gading dan gaya interior Eropa Kuno. Terkesan klasik sekaligus elegan dengan sentuhan seni desainer kenamaan dunia.

"Appa!", pekiknya keras. Dia tidak bisa menahan emosi lagi. Dia bergerak cepat, berdiri menghadang langkah lelaki hampir paruh baya yang ingin memasuki kamarnya untuk istirahat setelah pertemuan panjang dengan keluarga calon besannya itu.

"Jangan berteriak seperti itu Wendy-ah.", kata ibu tirinya pelan sambil menyesap teh yang sudah disediakan pelayannya. Kebiasaan sebelum tidur Nyonya rumah ini. Wendy menghela nafasnya. Kalau saja tidak ada Jinwoo yang tengah memandanginya sambil bersender di tangga, mungkin gadis itu sudah membentak ibu tirinya agar tidak usah ikut campur.

"Kenapa appa? Wae?! Kau bilang kau akan membatalkan pertunanganku!", cercaWendy lagi. Michael –ayah Wendy- nampak mengerutkan keningnya, berusaha serileks mungkin.

"Kapan aku pernah bilang akan membatalkan pertunanganmu?", Tanya lelaki berumur hampir setengah abad itu seakan meremehkan gadis yang tengah menatapnya dengan pandangan nyalang. Wendy terdiam. Matanya memerah, menahan amarah yang mungkin saja meledak sebentar lagi.

"Kalau begitu coba cari pacar yang bisa ku akui. Tampan rupawan, pintar, berbudi baik dan patut dibanggakan. Satu lagi, dia harus bisa melindungimu dengan kemampuannya sendiri."

"Arasseo. Kalau aku menemukan namja seperti itu, appa harus membatalkan pertunanganku dan mengusir bodyguard itu dariku."

"Tentu saja. Asal namja itu benar-benar punya semua hal yang ku ingingkan."

"Appa, kau tidak ingat percakapan kita lewat telfon itu, huh? Kau bilang kau akan membatalkan pertunanganku kalau aku bisa mendapatkan lelaki sesuai syarat yang kau minta. Kau lupa,eoh?", lanjut Wendy lagi. Dia ingat tiap patah kata yang diucapkan ayahnya malam itu. Dia sangat ingat, bahkan tiap sisi otaknya merekam itu dengan jelas.

Rooftop Romance「 wenyeol  」✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang