Part 12

10.9K 420 21
                                    

Hinata melempar senyum kepadanya. 

Naruto menahan air mata yang hendak jatuh secara mati-matian. Kedua tangannya mengepal erat. Dia sudah tak sanggup. Air mata yang membendung itu akhirnya jatuh. Wajahnya tersenyum, senyuman lega yang baru kali ini dia tunjukkan. Semua beban yang selama ini menyiksa hatinya hilang tak berbekas. hanya karena melihat senyum hinata yang masih tersedia khusus untuknya. oh, betapa dia merindukan hal sekecil itu. Senyuman Hinata terlalu berharga baginya.

Pemuda penggemar ramen itu menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Hinata begitu gadis itu merentangkan kedua lengannya. Naruto membenamkan wajahnya dalam-dalam pada perpotongan bahu Hinata yang masih berbaring di ranjangnya. Dia terisak dan menumpahkan semuanya di sana. Kedua tangan Hinata terangkat kemudian mengusap helaian pirang itu lembut. 

"Kau baik-baik saja, Naruto-kun?"

Pelukan Naruto dipunggung Hinata mengerat. Dia sadar, pasti penampilannya terlihat mengenaskan. Dia bisa merasakan tangan Hinata yang mengusap-usap lebam di wajah dan tengkuknya. Wajah gadis itu menyerngit khawatir. Berharap usapannya dapat menghilangkan luka-luka tersebut. 

Hiashi memang menyuruh-memaksanya untuk ikut dengannya begitu pihak rumah sakit mengkonfirmasi bahwa Hinata telah siuman. Naruto sempat uring-uringan di tempat dan menolak untuk datang karena penampilannya yang terlihat lebih seperti korban pembunuhan yang bangkit dari kematian. Tetapi terima kasih kepada Sakura yang memberikan jitakan 'sayang' sebagai pesan untuk tak membuang-buang waktu lebih lama.

"Hinata-chan..." gumam Naruto pelan. Pikirannya benar-benar blank, tidak tahu harus berkata apa. Seharusnya dialah yang bertanya mengenai keadaan Hinata yang terbilang mengenaskan itu. 

"Aku-"

"Maafkan aku, Naruto-kun." Hinata memasang wajah lesu, tersenyum paksa seolah-olah bersalah mengenai sesuatu. Telapak tangannya mengelus wajah naruto yang mendongak kemudian menunduk di atasnya. "Tidak seharusnya aku...,"

Hinata menghentikan perkataannya ketika melihat air mata yang kembali menuruni pipi pria itu. Naruto meraih sebelah tangan hinata yang terlipat di atas perutnya kemudian menempelkannya pada pipi berkulit tan miliknya. Dia memejamkan kedua mata biru safirnya dan menggesekkan wajahnya di sana, air mata masih setia turun, membasahi tangan Hinata yang terdiam. Terkejut.

"Aku yang seharusnya meminta maaf, dasar bodoh." Naruto masih berada dalam posisinya, namun kedua matanya terbuka untuk menatap intens gadis pujaannya. "Aku tak tahu harus melakukan apa untuk menebus dosa-dosaku padamu, Hinata-chan."

"Kumohon, pukulah aku seperti yang aku lakukan padamu."

"Tampar aku sekencang-kencangnya karena menjadi pria brengsek yang merusakmu."

Naruto menatap Hinata yang masih diam tak merespon. Kedua belah bibir indah itu terkatup namun bergetar menahan tangis.

"Bunuhlah aku seperti aku yang membunuh anak kita, Hinata-chan."

Sudah cukup.

Tangis hinata pecah. dia menarik pemuda yang masih setia menempelkan tangannya pada wajah tampan itu menunggu siksaan fisik darinya, ke arahnya. menjatuhkan tubuh besar itu ke atasnya kemudian memeluknya erat. Hinata melingkarkan kedua tangannya ke sekeliling leher Naruto dan menangis keras. Naruto pun sama halnya melingkarkan tangannya pada pinggang gadis itu dan menangis.

Mereka menangis bersama. Tangisan orang tua yang menyadari kebodohannya hingga kehilangan buah hati mereka. 

Tangisan sepasang insan yang tak dapat menyatukan cinta dengan cerita yang indah.

Extremely Loving YouWhere stories live. Discover now