Part 1

7.4K 328 6
                                    

"Umh..." Seorang pria berambut pirang bangun dari tidur lelapnya. Matahari yang menyorot dari jendela kamar terlihat begitu terang tanda bahwa pagi hari telah lewat.

Lelaki jangkung itu meregangkan otot-otot tubuhnya yang kaku, mata sebiru laut miliknya mengerling menjelajah kamar. Sesuatu tampak tak beres. Dirinya merasa begitu polos dan ringan. Dia tak bisa menahan pekikan kagetnya begitu mendapati sesosok gad-wanita yang tak asing sedang berbaring tak jauh dari tempatnya. Polos. Telanjang. Dan... terluka.

"H-hinata?"

Rambut biru gelap yang tersebar di atas bantal serta wajah pucat itu mengingatkannya pads seorang gadis yang kerap hadir dalam kehidupannya. Gadis menyebalkan yang sering menguntitnya di sekolah, di mana mana, gadis yang sering pingsan ketika dirinya geram dan memutuskan untuk menghampiri dia. Gadis yang lama telah hadir di kehidupannya.

"Apa yang telah kulakukan?" Keadaan mereka yang tak senonoh mengguncang batinnya. Kedua tangan kekarnya bergerak meremas helaian pirangnya keras keras. Wajah yang sering mengumbar cengiran rubah itu kini tampak muram dan marah. Pucat dan syok.

"N-naruto-kun?" Pria yang dipanggil Naruto itu menoleh cepat ke arah sang gadis. Wajahnya tampak geram siap menelan Hinata hidup-hidup. "Apa yang kau lakukan di apartemenku?"

Hinata tersentak dengan pertanyaan dingin yang dilontarkan Naruto. Dirinya sama sama binging, dia tak ingat apa yang terjadi pada mereka selama semalam suntuk. Hinata hendak mengajukan pertanyaan yang sama, namun rasa takut melanda dirinya begitu menatap sepasang saphire yang menatapnya tajam.

"A-aku tidak tahu."

"Kau mencoba menjebakku, he?"

Kedua mata Lavender Hinata membulat. "A-apa? T-ti-"

"Dasar jalang!" Naruto bangkit dari ranjang besar tersebut, memunguti pakaian keduanya kasar, kemudian melempar semua kain milik Hinata tepat di wajah cantik itu. "Pergi."

"T-tapi Naruto-kun, aku benar-b-benar tidak tahu ap-"

"ENYAH DARI KEHIDUPANKU"

Naruto tak memberinya waktu untuk menjelaskan, bahkan tidak untuk sekedar berpakaian. Hinata cepat cepat mengambil semua pakaian miliknya berniat pergi dari tempat itu secepat mungkin.

Wanita cantik itu meringis sakit di bagian tubuh tertentu, namun dia abaikan dan lari keluar apartemen itu dengan benda yang menempel ditubuh seadanya ketika melihat Naruto yang bersiap menyeretnya paksa.

Hatinya sakit. Ya, jujur saja. Mengingat dia juga tak tahu apa apa mengenai kejadian semalam. Dan bukankah seharusnya dirinya yang marah dan mengusir siapapun laki laki yang telah menghancurkan masa depannya. Sekalipun itu Naruto, pria yang dicintainya.

Mungkin itu letak kesalahannya. Pria ini Naruto. Pria yang mengambil kesuciannya tanpa kehendaknya. Yang mana dia rela jika Naruto-lah yang merenggutnya. Cinta membutakan akal logika dan kinerja otak cerdasnya. Dirinya terlalu larut dalam kubangan cinta hingga tak ada amarah sedikit pun kepada Naruto. Meski dirinya kecewa. Keduanya tak mengingat sedikit pun masa kebersamaan mereka. Dirinya kecewa tak dapat mengingat momen Naruto memerangkapnya dalam dekapan hangat nan intim.

Panggil saja dia seorang jalang seperti yang Naruto katakan. Dia merelakan segalanya kepada pria itu dan tak menaruh dendam sedikitpun. Hinata menurut saja ketika diusir dari kediaman pria itu. Harga dirinya tercabik. Tapi lagi, jika itu Naruto, dia bisa apa?

Hinata berlari terpontang panting menelusuri jalanan yang sepi. Meski sepi tetap saja membuatnya takut. Gadia berusia dua puluh tahun itu melirik ke sana kemari hendaknya mencari tempat kecil untuk sekedar berpakaian. Mengingat ini siang hari, dan dirinya tampak seperti bintang porno ketimbang mahasiswi jenius dari Konoha Gakuen.

Hinata menemukan sebuah tempat untuk melakukan kegiatannya. Dia memang bukan tipe gadis yang memakan waktu lama ketika berpakaian. Dengan tubuh lelah dan terluka dia berjalan keluar gang untuk pulang. Namun langkahnya dihadang tiga orang pemuda bertubuh besar. Masing masing tangan mereka memegang botol arak.

"Nona manis, kenapa kau berpakaian di sini? Tidak memiliki tempat tinggal, eh?" Tanya salah seorang dari mereka.

Hinata tak menjawab, tubuhnya bergetar ketakutan. Dia mencoba melangkah ke samping mengabaikan ketiga makhluk beraroma busuk tersebut. Akan tetapi mereka kembali menghadang. Kali ini salah satu dari mereka memegang-meremas bahu kanan Hinata keras hingga membuat gadis manis itu meringis linu. Entah apa yang Naruto lakukan semalam, namun dinilai dari luka luka yang cukup memprihatinkan, bisa dikatakan bahwa lelaki tu melakukannya dengan kasar.

"B-biarkan aku lewat, senpai." Hinata mencoba bersikap sabar untuk tak berteriak memanggil pertolongan. "Onegai..."

"Senpai?" Ketiga pemuda tersebut tertawa keras, mereka melangkah maju semakin memojokkan gadis mungil di depan mereka. Tawa mereka terganti seringaian. "Kau manis sekali. Bagaimana kalau kita bermain sedikit, hm?"

Tangan satu pria mendarat di pipi porselennya dan mengelusnya lembut. Tak tahan dengan perlakuan menjijikkan itu, Hinata menghantam wajah pemilik tangan itu dengan tas tangan miliknya. Jangan lupakan dengan peralatan elektronik di dalamnya yang cukup keras.

"Arrgg brengsek!" Si pria menarik rambut Hinata dengan keras. "Sial, dia mematahkan hidungku." Ringisnya seraya memegangi hidungnya yang berdarah dan bengkok.

Sedang dua pria lain tampak oleng karena efek minuman keras yang mereka konsumsi. Keduanya sempat menertawakan kawan mereka yang mudah dilukai oleh seorang gadis sebelum berjalan mendekati Hinata yang mulai terisak memohon di lepaskan.

"Kau pikir kau siapa berani menyentuh wajahku?!" Hinata semakin meringis menyadari jambakan pada rambutnya semakin kencang membuatnya berpikir bahwa lelaki itu hendak mencabut rambut sekaligus kepalanya.

Hinta menangis tersedu mencoba melepaskan diri. Ketiganya terdiam menatapnya datar. Gadia bermarga Hyuuga itu bisa merasakan tangan lain yang kembali mengelus pipinya dan tangan kurang ajar lain mulai meraba bagian tubunya yang lain.

"Hiks.. k-kumohon!" Naruto-kun, tolong aku!

Hinata terus menangis, berteriak, menjerit memohon bantuan sebelum seseorang menyumpal kain ke dalam mulutnya dan menyeretnya semakin dalam gang sempit tersebut. Gadis itu tak pernah bepikir hidupnya akan berakhir mengenaskan seperti ini. Tangisan terus mengalun dari bibirnya yang terluka. Terkadang tamparan mendarat pada kedua pipinya dikala dia terus menyebut nama seorang pemuda di tengan kegiatan bejat yang mereka lakukan padanya. Pemuda yang sama brengseknya melakukan hal hina kepadanya. Pemuda sama yang merenggut masa depan dan hatinya. Pemuda yang takkan pernah muncul untuk menolongnya.

....Pemuda sama yang kini sedang memandangi pelecehan seksual yang dialaminya di depan gang sana.

Extremely Loving YouOù les histoires vivent. Découvrez maintenant