AA23 : Takdir (lagi)

5.7K 382 22
                                    

           

Mario berjalan ke ruangan baru Alyssa. Setelah mendengar kondisi Alyssa, Mario semakin merasa bersalah karena tidak bisa menjaganya. Selalu kamu? Kenapa, Al?

Mario melihat Alyssa duduk terdiam di atas kasurnya dengan air mata yang mengenang di pelupuk matanya. Dia juga mendengar isakan Alyssa di sana,  "Aku buta, aku enggak bisa capai semua cita-citaku lagi. Kenapa harus seperti ini takdirku? Apa Tuhan enggak sayang kepadaku?" ucapnya yang terus meneteskan air matanya.

Mario ikut bersedih saat mendengar Alyssa berbicara seperti itu. Ada sesuatu yang melukai hatinya. "Apa aku enggak pantas untuk bahagia? Apa benar engkau tidak menginginkan aku bahagia, Tuhan?" tanya Alyssa yang memukul tempat tidurnya.

"Kenapa aku selalu dibedakan? Kenapa aku tidak seperti yang lain? Aku selalu berdoa kepadamu, aku selalu menjalankan kewajiban yang engkau perintahkan, tapi kenapa aku tidak diberikan kebahagiaan walau hanya sedikit? Aku sakit Tuhan. Aku enggak sanggup dengan semua ini, semua terlalu menyakitkan. Apa salah kalau aku ingin bahagia? Aku tidak pernah mengeluh atau meminta apapun, tapi kenapa engkau memberikan aku cobaan seperti ini? Dari kecil aku selalu menderita, apa engkau lupa dengan penderitaanku? Hiks ... hiks...."

Alyssa terus menggerakan tangannya, memukuli kasur rumah sakit sampai infusnya terlepas.

"Alyssa, kenapa bisa seperti ini? Kamu menyakiti dirimu sendiri," kata Mario setengah berteriak. Pria itu terus membunyikan bel agar Dokter datang.

"Buat apa Kakak di sini. Pergi dari sini, pergi!"

"Enggak, Alyssa. Aku enggak akan pergi dan tinggalin kamu," kata Mario menjeda . "Dokter, dokter!" teriak Mario.

"Buat apa Kak Mario panggil dokter? Biarin aja aku mati, Kak. Biarin aku menyakiti diriku sendiri. Aku enggak bahagia sekarang, Kak. Hiks ... Kakak enggak tahu seberapa besar penderitaanku," kata Alyssa yang terus menangis.

"Ssstttt ... Jangan bilang gitu, Alyssa. Please. Aku tahu penderitaan kamu. Jangan nyakitin diri kamu sendiri lagi...."

"Apa yang Kakak tahu, hah? Kakak enggak tahu apa-apa. Aku gadis buta, aku buta, Kak."

Mario langsung memeluk dan memberikan kekuatannya untuk Alyssa dan tak lama kemudian dokter Lady datang bersama suster untuk melihat kondisi Alyssa. 

"Kenapa bisa seperti ini, Alyssa?" tanya dokter Lady.

"Alyssa tidak sengaja menarik tangannya sampai infusnya terlepas," jawab Mario.

Alyssa masih saja terdiam dan terisak. Bukan karena luka di tangannya, tapi karena luka di dalam hatinya. Sakit, tapi harus apa lagi? Semua takdir, bisakah Alyssa mengubah takdirnya?

Oma Santi membuka pintu ruangan Alyssa dan memanggil nama cucunya itu dengan rasa iba.

"Alyssa, Sayang."

"Oma," lirih Alyssa gemetar. 

Alyssa menggelengkan kepalanya, dia masih saja menangis. "Aku akan buta selamanya, aku cacat Oma. Aku enggak pantas hidup, aku akan menjadi pembawa sial buat keluarga, Oma."

"Enggak sayang, kamu bukan pembawa sial. Kamu cucu kesayangan Oma. Kamu kebanggan Oma, Oma enggak akan pernah biarin kamu menangis karena semua ini, Oma akan cari cara buat kesembuhan kamu, buat kebahagiaan kamu."

"Oma," ucap Alyssa bergetar.

Mario menghapus air matanya yang terjatuh, dia tidak bisa berbohong lagi pada hatinya.

Dokter Lady hanya bisa melihat Alyssa dengan senyuman pilu, sosok ceria Alyssa sekarang tidak terlihat lagi. Sekarang hanya ada kesedihan di dalamnya. Ashilla yang baru masuk ke dalam ruangan Alyssa langsung memeluk Allysa dengan erat.

"Alyssa, lo enggak apa-apa kan?" tanya Ashilla.

Alyssa mengangguk, dia masih saja terisak. "Jangan nangis, Alyssa. Gue enggak akan biarin lo nangis, maafin gue."

Alyssa langsung memegang wajah Ashilla dan kemudian mengelus wajah adiknya itu dengan sayang. "Lo juga jangan nangis, gue enggak bisa liat lo nangis dan menderita, Ashilla. Maaf jika tadi gue marah-marah, gue hanya kecewa dengan takdir hidup gue."

"Karena gue, lo buta seperti ini, Alyssa. Karena menyelamatkan gue, lo harus mengalami hal seperti ini. Harusnya gue yang diposisi lo, Al."

"Semua ini sudah kewajiban seorang Kakak kepada Adiknya. Gue akan selalu melakukan apa saja buat melindungi lo," kata Alyssa yang masih saja terisak. Padahal Ashilla tahu jika Alyssa tidak bisa menerima semua ini.

Mario tersenyum pilu, mendengar jawaban Alyssa membuat hatinya berdebar kencang. Dia berani berbohong demi menutupi kesedihannya. Alyssa, kamu memang orang yang baik. Itu alasanku selalu mencintai kamu.

"Lo selalu mengorbankan apapun untuk gue. Lo selalu melindungi gue. Coba saja lo enggak nolongin gue, mungkin gue...."

"Gue enggak suka lo bicara seperti itu, Ashilla. Ini sudah takdir. Gue justru bahagia bisa lo baik-baik saja. Jika semua ini terjadi sama lo, gue akan sangat bersalah."

Ashilla memeluk Alyssa lagi. "Sekarang gue yang akan jagain lo, Alyssa."

Alyssa mengangguk saja, kemudian tersenyum. Oma pun tersenyum sedih.

"Saya permisi dulu. Jika nanti butuh apa-apa panggil saja lagi. Permisi," kata dokter Lady.

Ini semua adalah permainan takdir.

Kesedihan dan pengorbanan itu adalah takdir.

Bisakah takdir mengubah kesedihannya menjadi kebahagiaan?

Air mata akan tetap terjatuh di saat takdir menentukan sebuah pilihan.

Tapi percayalah, selalu ada pelangi setelah hujan turun

dan selalu ada kebahagiaan setelah kesedihan yang kita alami.

—ooo0ooo—

Tbc 😌😌😌

AA [Alyssa & ASHILLA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang