26. Sumber Energi

975 67 14
                                    

Sam melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimal, tidak peduli dengan jalanan yang lumayan padat ia tetap melaju seperti orang kesetanan. Bunyi klakson dari mobil lain tidak dapat mempengaruhinya, semua itu karna gadis yang akan ditemuinya sekarang. Gadis yang telah ia titipkan hatinya.

Bagi Sam, gadis itu adalah segalanya. Seseorang yang mampu membuatnya untuk tetap sadar dikala masa-masa gelap. Gadis yang akan selalu ia tunggu. Kilatan masa lalu menghampirinya, saat terakhirkali Sam melihatnya dengan balutan make up tebal yang meluber, lalu gadis itu menghilang bagaikan ditelan bumi.

Sam keluar dari mobilnya lalu berlari menuju gerbang khusus keluar penumpang kereta api, berharap-harap cemas sambil menunggu kedatangan gadis itu. Tidak lama terlihatlah seorang gadis cantik berambut ikal panjang dan bermata lebar melemparkan senyum manis padanya.

Perasaan Sam tidak karuan, disatu sisi ia ingin berteriak memaki gadis itu karena sudah berani menghilang, tapi disisi lain ia ingin memeluk gadis itu hingga seluruh rasa rindunya mereda.

Langkah gadis itu terasa sangat lama menghampirinya, seakan-akan waktu berhenti kemudian berjalan dengan perlahan. Tidak ada senyum yang terukir di wajah Sam, tetapi sebuah perasaan teramat lega yang menghampiri hatinya. Sam merasa hidupnya kembali cerah, sumber energinya telah kembali.

"Hai..."

Sapaan singkat dari Jessica membuat Sam ragu, apakah ini mimpi atau kenyataan? Sebab gadis yang ada di hadapannya ini adalah gadis yang sama dengan gadis tiga tahun lalu hanya saja perawakannya yang berbeda... Terlihat lebih cantik dan terawat.

Setelah sekian detik, tanpa sepatah katapun Sam merengkuh Jess dalam dekapannya. Bahkan rasa pas yang dulu ia rasakan pun masih terasa. Tercium aroma gingseng yang bersumber dari helaian rambut Jess membuat Sam enggan melepaskan dekapannya walaupun Jess sudah berusaha untuk melepaskan diri. Penolakan seperti itu sudah sering Sam dapatkan, sangat sering Jess menolaknya sehingga membuat Sam terbiasa akan penolakan.

***

"Sam jangan ngambek gitu dong, gue bukannya gamau bilang dulu sama lo. Gue cuman ngerasa terlalu... Sakit."

Perkataan Jess membuat Sam kembali teringat masa lalu, hal itu sangat membuatnya geram. Gadis sebaik dan secantik Jess tidak pantas di tolak apalagi jika alasannya hanya karena brengsek itu tidak menyukainya dan memanfaatkan Jess untuk bahan percobaannya dalam melakukan sesuatu, ciuman misalnya.

"Tapi gue kangen, bagaimanapun he's my first love, first hug, first kiss, first..."

"Shut up!" Sam tidak bisa lagi menahan emosinya, baginya itu adalah kata terakhir yang ingin ia dengar hari ini.

Setelah meledaknya emosi Sam, Jess lebih memilih untuk diam. Tiga tahun lebih tidak bertemu dengan Sam cukup membuatnya takut, dia takut Sam sudah berubah tidak lagi memandangnya.

"Sorry, gue ga maksud buat bentak lo," kata Sam pelan.

Jess tersenyum kecil mendengarnya, lalu ia mengusap lebut telapak tangan Sam ternyata apa yang ia takuti tidak pernah terjadi, Sam masih memandanginya.

***

(Ara P.O.V)

Hari sudah beranjak malam, tapi aku masih berdiri di pinggir jalan sendirian. Amel sudah pulang duluan,  setelah sesi ceramah-ceramah cantik tadi Amel menjadi sedikit diam dan itu cukup membuatku bosan.

Kulihat jam di layar ponselku, sudah menunjukkan pukul 8 malam ternyata. Rasanya aku sedikit menyesal menolak tawaran Sam tadi, tapi aku tidak mau pulang sendirian. Apa aku telepon dia saja?

Aku membuka kontak nomernya, sedikit menghela napas. Rasanya aku tidak punya malu sekali, tapi bodo amat toh dia pacarku kan sekarang?

Telepon sudah tersambung, namun dia tidak kunjung mengangkatnya. Apa dia menggodaku? Membayangkan senyuman jahilnya membuatku sebal.

"Halo?"

Suara perempuan yang ada di sebrang sana, apa aku salah memencet nomer? Kulihat layar ponselku untuk memastikan, tapi tidak salah.

"Halo?"

"Halo, Samnya ada?"

"Sam lagi mandi, lo siapa? Nanti gue..."

"Lo ada dimana?"

"Hah? Gue ada di apartemennya Sam. Kenapa?"

Tutttt. Aku mematikan sambungan, tidak percaya pada apa yang baru saja terjadi. Hatiku terasa sakit, padahal baru saja beberapa hari yang lalu aku sangat bahagia.

Apa perasaanku hanya sebuah permainan baginya? Apa pengakuanku hanya sebatas nada sumbang untuknya? Apa cintaku hanya pelarian diwaktu bosan?

***

Aku sampai di rumah saat malam sangat larut, sengaja agar Papa tidak melihat keadaanku.

Setelah menaiki tangga, aku terhenti karena Zedd berdiri tepat di hadapanku. Matanya menatapku penuh tanya, aku hanya memberikannya sebuah senyum yang sangat aku paksakan. Untuk pertamakalinya aku menyesali keberadaan Zedd di rumahku. Itu karena wajahnya yang sangat mirip dengan Sam.

Kukira aku akan berhasil lolos dari Zedd karena dia tidak kunjung bertanya tapi aku salah, karena faktanya dia menahan pundakku tepat disaat aku hampir berhasil melewatinya.

Kami saling bertatapan, tapi hanya sebentar karena aku memalingkan wajahku. Kudengar Zedd menghelakan napasnya lalu menarikku ke dalam pelukannya.

Pelukannya nyaman dan hangat, hal itu membuatku tidak bisa lagi menahan air mataku, tangisanku pecah di pelukannya seraya elusan lembut dari tangannya di punggungku.

"Gue udah bilang, dia ga baik buat lo."

Between The TwinWhere stories live. Discover now