#1

6.3K 59 2
                                    

Langit makin lama semakin menggelap, senja sudah lama lewat, dari ujung jalan tiba-tiba muncul empat ekor kuda yang sedang dilarikan dengan kencang.
Makin lama kuda itu semakin mendekat dan penunggangnya makin lama semakin jelas pula wajahnya.
Mereka terdiri dari empat orang, dua orang gadis dan dua lelaki.
Gadis yang berjalan paling depan berwajah cantik jelita bagai bidadari dari kahyangan, dengan potongan tubuh yang ramping, ia adalah ketua dari suatu organisasi besar dalam dunia persilatan, Bau-hoa-lengcu Nyo Hong-ling julukannya. Di belakangnya mengikuti seorang lelaki kekar berwajah gagah dan seorang gadis yang tak kalah pula kecantikan wajahnya, sedang dipaling belakang mengikuti pula seorang pemuda sastrawan yang bertubuh lemah lembut serta berwajah tampan.
Empat ekor kuda dengan empat orang penunggangnya yang aneh, melarikan binatang tunggangannya itu menuju ke arah utara dengan kecepatan yang sangat tinggi, tampaknya ada suatu urusan penting yang sedang mereka lakukan. Kurang lebih belasan li kemudian, sampailah mereka di mulut sebuah lembah, si gadis cantik atau Nyo Hong-ling itu segera menggebrak kudanya menerjang masuk ke dalam lembah tersebut.
Tiga orang rekannya dengan cepat mengikuti pula di belakangnya menerjang masuk ke dalam lembah tersebut.
Beberapa li kembali dilewatinya dengan cepat, akhirnya sampailah mereka di depan sebuah kuil San sin-bio yang sudah bobrok, Nyo Hong-ling melarikan kudanya ke arah sana, melompat turun dari kudanya dan melepaskan pelananya.
Tiga orang rekannya, meski merasa heran sekali dengan tindakan yang dilakukan gadis itu, namun tak seorangpun yang buka suara, dengan cepat mereka menuruti perbuatannya itu dengan menurunkan pelana dari atas kuda.
Memandang kuda jempolan itu, Nyo Hong-ling menghela napas pelan, gumamnya. "Kalau kubunuh, rasanya terlalu kejam, dibiarkan hidup hanya akan meninggalkan titik terang bagi pengejar-pengejar kita, aihh..... entah bagaimana baiknya?"
"Apakah kita akan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki?" tanya lelaki bertubuh kekar itu.
"Ya, terpaksa kita harus berbuat demikian sebab tindak tanduk kita telah menimbulkan perhatian dari lawan."
"Kau maksudkan orang-orang dari lembah tiga malaikat?"
"Sampai saat ini kita belum bisa menemukan bukti yang nyata, tapi yang pasti mereka telah lama mengejar kita berempat.."
"Apakah diantara pengejar kita terdapat seorang gadis berbaju putih yang menunggang kuda putih?" sela gadis berbaju hijau.
"Kalian berjumpa dengan mereka?" tanya Nyo Hong ling.
"Aku berjumpa dengannya ketika mereka sedang menanti kedatangan nona ditempat pertemuan yang telah nona tentukan itu." jawab lelaki bertubuh kekar.
Lelaki ini she Tong bernama Thian hong, dia cukup tersohor dalam dunia persilatan. Gadis baju hijau yang mendampinginya tadi she Khi bernama Li ji, sedangkan pemuda sastrawan yang berwajah tampan itu bernama Buyung Im seng. Mereka bertiga telah mengadakan suatu kontak rahasia untuk bertemu di suatu tempat untuk menyelidiki letak dari lembah tiga malaikat yang belakangan ini meraja lela dalam dunia persilatan.
Terdengar Nyo Hong ling bertanya lagi. "Tindakan apa yang dilakukan oleh perempuan berbaju putih itu?"
"Ia bertanya kepada kami sekalian, mengapa ditengah malam buta begini duduk ditengah pegunungan yang sepi."
"Lantas apa jawabanmu?"
"Aku lantas membohonginya, aku bilang kami akan pergi ke kota Kay-hong untuk berkunjung ke rumah Be toa sianseng, oleh karena kuda kami terluka pada kakinya, maka terpaksa beristirahat di sana." Setelah berhenti dan termenung sejenak, dia melanjutkan. "Agaknya perempuan itu cukup memahami persoalan dunia persilatan, setelah ku singgung nama Be toa sianseng dari Kay hong, dia lantas membalikkan kudanya dan pergi."
"Kalau begitu, urusan sudah amat jelas sekarang, sudah pasti mereka berniat untuk menguntit jejak kita berempat."
"Apakah kalian berdua juga telah berjumpa dengan gadis yang berbaju putih itu?" Tong Thian hong balik bertanya kemudian. "Ya, kami telah berulang kali berjumpa muka dengannya, malah sudah mengalami beberapa kali penghadangan ditengah jalan yang memaksa terjadinya pertarungan, itulah sebabnya Tong Siau pocu terpaksa harus menunggu agak lama."
"Aku sih tak menjadi soal," jawab Tong Thian hong sambil tertawa. "Yang pantas dikasihani adalah nona Ki, ia merasa amat gelisah sekali."
"Hm, kau mengatakan siapa yang gelisah?" seru Ki Li-ji dengan cepat.
Menyaksikan wajah si nona yang galak bercampur gelisah itu, Thian hong tersenyum dan tidak bicara lagi.
Nyo Hong ling lantas memandang sekejap ke arah Ki Li ji, lalu katanya. "Li-ji, mengapa sikapmu terhadap Tong Sou pocu begitu tak tahu sopan?" Belum sempat Ki Li ji menjawab Tong Thian hong telah berkata lagi. "Aah, tidak menjadi soal, nona Ki dan aku sudah terbiasa saling bergurau."
Nyo Hong ling termenung kembali sesaat lamanya, sesudah itu dia menyahut kembali.

Lembah Tiga Malaikat (San Seng Men) -  Wo Lung ShenWhere stories live. Discover now