05

667 97 12
                                    

Chanyeol

Bayangan malam panas penuh desah lenyap sudah tergantikan oleh beberapa bogeman Jung Yerin yang mendarat apik dibeberapa bagian tubuhku.

Sudut bibirku berdarah. Perutku juga nyeri. Tidak. Tidak lagi mengganggu gadis galak itu. Bahkan kekuatannya melebihi Seongwoo yang mencoba menghabisiku karena melindas anak ayam kesayangannya dengan sepeda waktu kecil.

Kali ini Yerin benar-benar bertindak diluar batas. Setelah menghajarku, dia mengunci pintu kamar dari dalam. Ku ketuk sampai matipun tak akan dibuka.

Sekarang aku malah terlihat menyedihkan diapartemenku sendiri. Lagipula yang ku tahu menjadi pengantin baru itu menyenangkan. Apalagi saat malam pertama begini. Menghabiskan malam panjang penuh keringat sampai pagi dengan tubuh lelah tapi puas.

Aduh, apa sih yang ku pikirkan?

Pasti karena kebanyakan mendengar cerita dewasa dari si Ong. Dia membawa pengaruh buruk juga ternyata.

Lelah dengan ketukan bertubi-tubi, aku membaringkan diri disofa ruang tengah. Bagaimanapun aku juga lelah setelah seharian tebar sandiwara pernikahan yang begitu memuakkan. Menyalami, berbincang, dan sok akrab dengan beberapa relasi bisnis dan kolega ayah.

Beberapa saat Toben datang padaku. Naik ke dada untuk mencari posisi nyaman. Kebiasaan anjing pudel berbulu hitam tebal itu ketika sedang tidur bersamaku.

Sejenak menutup mata, namun sebelun aku benar-benar mengantarkan diri menuju alam mimpi mendadak pintu kamar terbuka. Seberkas cahaya langsung memenuhi ruang tengah yang sengaja ku matikan lampunya. Disusul Yerin yang keluar dengan langkah tergesa.

Menghampiriku yang masih terbaring manis disofa. "Kau memelihara tikus dikamarmu?"

"Bukan tikus Yer, tapi hamster." Koreksiku.

Melihatnya panik begitu membuatku bingung.

Dia menggigit jempolnya gelisah. "Sama saja bodoh," Tangannya gemetar. "Lalu kenapa kau meletakkannya dikolong tempat tidur?"

Astaga. Jangan bilang kalau Yerin takut hamster. Wajahnya bahkan sudah banjir keringat. Serius. Aku ingin terbahak kalau tak ingat dia baru saja menghajarku.

"Suka-suka lah. Ini rumahku jadi terserah aku." Jawabku ketus.

Yerin mendesis, kesal sekali. Melihatnya yang terpancing begini cukup menghibur juga.

"Cepat singkirkan hewan itu sebelum aku menghajarmu lagi."

"Hmm, siapa takut. Menghajarnya sekalian dikasur juga boleh. Lebih seru." Kataku meledek. Bercanda dengannya itu sama saja seperti mengantarkan diri menuju kematian. Tapi aku suka sekali ketika mendapat respons yang unik.  Mungkin menjahili Yerin bisa menjadi hobi baru.

Tapi, tunggu. Luka ditangannya berdarah lagi. Kasa yang putih bersih yang telah ku ganti tergenang bercak darah.

Tanpa menunggu protesnya lagi, kutarik tangannya yang lain untuk segera duduk disampingku.

"Apa yang kau lakukan?" Yerin menjauhkan tubuhnya begitu gesit. Takut sekali kalau ku makan. Padahal aku hanya bercanda tadi. Tapi kalau dia menganggapnya serius malah lebih bagus. Semakin seru 'kan jadinya.

"Kenapa kau membuatnya berdarah lagi?" Tanyaku sambil memeriksa tangannya yang berdarah-darah.

"Jangan lakukan sesuatu yang membahayakan dirimu. Kau membuatku cemas."

Gadis itu mengerucutkan bibir. Mirip sekali seperti balita yang kalah rebutan mainan. Aku jadi ingin mencubit pipinya yang kemerahan itu. Gemas sekali.

The Day We MeetWhere stories live. Discover now