02

1K 140 25
                                    


Yerin

Aku pasti sudah gila. Benar. Aku memang gila. Apa yang baru saja kulakukan pada Sehun adalah salah satu kegilaan baru yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Rekor baru seorang gadis tolol yang mencium sahabatnya sendiri setelah mabuk. Great. Good job.

Benar kata orang-orang jika pengaruh alkohol memang buruk untuk kesehatan. Bukan hanya kesehatan raga tetapi jiwaku pun ikut-ikutan terganggu juga. Bagaimana bisa tadi aku mencium Oh-Se si tiang krempeng itu begitu saja.

Apa karena terlalu lama sendiri atau bagaimana? Astaga. Aku tidak ingin bersikap menyedihkan lagi seperti semalam.

Pagi ini suasana rumah cukup lenggang. Mengetahui seluruh kebiasaan penghuni rumah ini membuatku bisa bernapas sedikit lebih lega. Pertama ayah sudah berangkat kerja. Ibu tiriku juga sudah pasti pergi ke tempat favoritnya –pusat perbelanjaan. Untuk Hana aku tidak perlu mengkhawatirkan si ratu tidur itu —jika tidak ada kegiatan penting dia tidak akan keluar kamar sebelum si raja siang berdiri pongah ditengah hari. Jadi untuk sementara keadaanku aman.

Iya, seharusnya begitu. Tapi keberadaanku kembali terancam kendati nyonya besar dirumah ini mendadak memergokiku menaiki tanggal —seolah aku ini maling saja. Padahal jam segini biasanya dia sudah pergi bersenang-senang.

"Darimana saja semalam? Kenapa baru pulang?"

Persis seperti adegan dongeng putri yang sering menghiasi layar televisi acap kali liburan sekolah datang. Aku yakin siapapun akan merasa mual kalau aku menyamakan diriku seperti tokoh-tokoh animasi terkenal Disney seperti Cinderella, Rapunzel, snow white dan lain sebagainya. Tetapi setiap saat aku memang selalu diperlakukan seperti itu. Jadi hidupku ini sama konyolnya dengan drama, ya.

Ibu tiriku yang paling cantik itu menatap marah padaku. Keangkuhan dari nada bicaranya tidak pernah sekalipun terlewat. Hebat, dia wanita paling konsisten yang pernah kutemui didunia. Meski prestasinya itu tidak patut dibanggakan juga, sih.

"Aku menginap dirumah teman, Bu."

"Kenapa tidak pulang selamanya saja sekalian. Gadis ini benar-benar tak tahu diuntung."

Haruskah aku mengajaknya berdebat juga? Tapi sebaiknya jangan. Biarpun jahat, ibu tetap orang tua. Kalau membencinya setidaknya jangan bersikap serupa dengannya, begitu bukan.

"Sebegitunya ibu ingin aku pergi dari rumah ini?"

"Bagus. Kalau kau sudah tahu. Kenapa tidak segera angkat kaki saja sekalian?"

Oke, baiklah. Aku menyerah. Aku tidak bisa pergi begitu saja dari rumah. Tidak sebelum aku memperbaiki segalanya dan menempatkan semua seperti seharusnya.

Kupencet hidungku yang terasa gatal. Aku lelah, setidaknya untuk menjawab semua omong kosong yang ibu lontarkan. "Baiklah bu, nanti saja berdebatnya. Aku mau istirahat dulu."

Ibu tidak bereaksi apapun. Hanya menatap nyalang diriku yang kembali meniti anak tangga. Kakiku otomatis berhenti ketika nyonya besar rumah ini kembali membuka suara.

"Malam nanti bersiaplah. Keluarga kita akan menghadiri acara makan malam penting."

WOW, keajaiban macam apa ini. Apa aku baru saja diajak menghadiri acara besar. Untuk pertama kalinya? Rekor baru lagi rupanya.

###

"Ingat apa yang ku katakan. Jangan katakan apapun selama acara makan malam berlangsung. Hanya berikan senyummu pada orang-orang. Aku tidak menginginkan citra ayahmu hancur hanya karena kecerobohan putrinya yang tidak berguna sepertimu."

The Day We MeetWhere stories live. Discover now