04

1K 126 16
                                    

Vote dan comment ditunggu yah, biar aku cemunguds update 😁



Yerin

Hari ini aku ingin makan orang saja rasanya—sekedar informasi aku bukan manusia kanibal. Pagi ini ibu menyatakan kekecewaanya tentang insiden semalam. Pertunangan Hana dibatalkan karena kesalahan yang kuperbuat. Bagus. Tepuk tangan untukku.

Jujur aku sendiri masih bingung letak kesalahanku dimana. Jelas-jelas pria semalam menyiramku, menyeretku pergi karena mengira aku adalah Hana. Kalaupun harus ku jelaskan, sudah pasti aku adalah pihak yang paling bersalah.

Jadi memlilih diam adalah opsi yang paling tepat. Aku tidak punya tempat dirumah ini, bahkan hanya untuk bicara dan —setidaknya memberikan pembelaan untuk diriku sendiri.

Sementara semua penghuni rumah kini tengah menghakimiku. Menatap kesal, geram setengah mati, mengecamku dengan kalimat-kalimat makian. Namun disaat yang sama Ayah membuat keputusan yang nyaris membuatku pingsan ditempat.

"Perusahaan kita butuh suntikan dana besar, dan pertunangan Hana dibatalkan karena kesalahan Yerin. Ayah tidak tahu apakah ini semacam keberuntungan, tapi kita punya ganti yang lebih besar. Pemilik Park green food— ingin meminang salah satu putri dirumah ini. Tiga hari lagi Yerin akan pergi menemui keluarga mereka."

Rasanya rangkaian kata sepanjang gerbong kereta itu masih terasa segar dikepala meski kejadian itu sudah berlangsung sejak dua hari yang lalu. Ibu yang menyalang tak terima karena bukan putrinya yang akan menikah sampai Hana yang tiba-tiba menyerangku dengan dua buah tusukan garpu dipunggung tangan.

Hal itu terjadi begitu saja. Aku juga tidak tahu kenapa harus aku yang menikah padahal jelas-jelas Hana yang lebih menginginkan pinangan pria berdompet emas. Tapi apa yang bisa ku lakukan ketika ayah bersikeras dengan alasan tersembunyinya.

Kini lengkap sudah hidup seorang Jung Yerin.

Sehun datang padaku dengan segelas susu hangat. Meletakkannya dimeja sambil mengamatiku yang mencoba terlihat baik-baik saja. "Tanganmu masih sakit?"

Aku menggeleng samar, tidak yakin apakah rasa nyeri ini bisa dikategorikan sebagai rasa sakit atau bukan. Sebab hatiku jauh lebih nyeri ketimbang luka tusuk yang sudah dijahit ini.

Setelah ayah menegaskan keputusan sepihaknya, aku kabur dari rumah. Dan selama itu juga perasaanku semakin terasa dicekik. Rasa takut dan gelisah mengusik hati. Bertanya-tanya untuk apa aku dilahirkan kedunia jika pada akhirnya akan menjalani hidup yang kejam ini.

"Aku ngantuk. Mau tidur?'

"Yerin!" Sehun menarik bahuku yang hendak meringkuk disofa. "Sudah hentikan bersikap seperti mayat hidupnya. Kau bahkan tak makan dengan benar selama dua hari ini. Kalau mau mati setidaknya jangan dirumahku."

Aku meneguk ludah, agak sanksi. Dia kelihatan seperti teman yang tidak berperasaan. Tidak mau menghibur malah mengomeliku hampir sepanjang waktu—dia bahkan bersikap seperti ibu-ibu menyebalkan yang menyuruh balitanya mengkonsumsi banyak sayuran.

Bukannya tidak mau makan, aku hanya tidak berselera. Akhirnya aku bangkit kembali. Meluruskan punggung serta padanganku pada pemuda yang masih berdiri setengah kesal. "Daripada mengurusiku lebih baik kau pergi kerja."

"Dan membiarkan ayahmu menculikmu, begitu?"

Serius deh, aku ingin terbahak. Lucu sekali. Jadi sejak kapan seorang ayah menculik putri kandungnya sendiri. Meski aku ragu ayah tidak akan melakukan hal itu padaku. Karena pada kenyataanya, sosok itu datang bersama rombongan pria berjas hitam—bodyguard?

Mereka menerobos masuk. Memblokade seluruh akses jalan didalam apartemen Sehun, termasuk kamar Sehun sekalipun.

"Kenapa putri ayah bandel sekali, sih?"

The Day We MeetWhere stories live. Discover now