Jilid 11

484 9 0
                                    

Hong Si-nio manggut-manggut saja.

"Kau menendang dengan sepasang kakimu itu?"

"Hanya dengan satu kaki."

Sim Bik-kun tertawa geli. Sudah lama ia tidak pernah tertawa, di hadapannya terbentang pemandangan danau nan permai, hawa nan sejuk, hatinya terbuka, pikiran jernih, tawa nan sejuk.

Dengan tersenyum lebar ia berkata, "Sepasang kakimu itu rasanya tidak mirip kaki yang dapat menendang mati orang."

"Aku paling senang bila orang mengatakan kakiku bagus, kalau kau pria, akan kusuruh kau mengelus kakiku."

"Sayang aku bukan ...." kata Sim Bik-kun, suaranya amat lirih.

Apakah karena ia merindukan Siau Cap-it Long?

Sayang kau bukan Siau Cap-it Long.

Sayang sekali anda juga bukan Siau Cap-it Long.

Siau Cap-it Long dimanakah kau berada?

Kenapa sampai sekarang belum ada beritamu?

Cahaya rembulan lebih terang. Namun air muka mereka lebih guram.

Dari tengah danau kembali berkumandang nyanyian merdu, suaranya nyaring bening, diselingi cekikikan geli nan mengasyikan, sang penyanyi yakin adalah soprano yang cantik lagi rupawan.

Ternyata nyanyian dan gelak tawa berkumandang dari arah Cui-gwat-lo di kejauhan sana. Bayangan orang banyak tengah berpesta kelihatan samar dari kejauhan.

Hong Si-nio mendadak tertawa riang, katanya, "Sayang dalam dua hari ini kita sibuk, kalau tidak, kita terjang ke atas ikut minum beberapa cawan."

Sim Bik-kun berkata, "Kau tahu siapa yang mengadakan perjamuan di atas kapal?"

"Aku tidak tahu."

"Siapa pengundangnya kau tak tahu, berani kau naik ke sana?"

"Peduli siapa dia, dia pasti mau menyambut kehadiranku."

"Kenapa?"

"Sebab kita ini perempuan, kalau lelaki sedang minum arak, melihat perempuan yang enak dipandang datang, dia pasti senang menyambut kedatangannya."

"Sepertinya kau amat berpengalaman?"

"Terus terang saja, kejadian seperti itu, entah berapa puluh kali pernah kulakukan."

Sim Bik-kun mengawasinya, mengawasi bola matanya yang bersinar, mengawasi lesung pipitnya yang menggiurkan, akhirnya ia menghela napas, "Sayang aku bukan lelaki, kalau tidak, aku rela menjadi binimu."

Hong Si-nio, tertawa, "Kalau engkau lelaki, aku juga senang menjadi istrimu."

Walau sedang tertawa, tapi tawanya tampak sendu.

Mereka merindukan Siau Cap-it Long. Siau Cap-it Long, Siau Cap-it Long kenapa kau selalu membikin orang kasmaran, ingin melupakanmu, hati malah risau, membuang pikiran melupakanmu juga tak mungkin.

Sekonyong-konyong dari arah tanggul seseorang memanggil, "Tukang perahu, bawa perahumu kemari."

Hong Si-nio menghela napas, "Nah, kita dapat obyekan, nasib kita agak mujur hari ini."

Sim Bik-kun berkata, "Sebagai tukang perahu, dia membutuhkan tenaga kita, jangan rezeki ini ditolak."

"Betul, masuk akal," seru Hong Si-nio seraya melompat ke depan meraih galah, sekali mengerahkan tenaga, perahu meluncur kencang ke arah tepian.

"Kau bisa mengendalikan perahu ini?" tanya Sim Bik-kun.

"Delapan belas macam senjata semua dapat kumainkan dengan mahir, memangnya hanya mengayuh aku tidak mampu?"

Bentrok Antar Pendekar - Khu LungWhere stories live. Discover now