Jilid 13

456 9 0
                                    

Dengan berlinang air mata ia mengawasi Siau Cap-it Long, hatinya manis dan kecut, senang juga berduka, akhirnya tak tahan menangis tergerung-gerung, serunya di tengah sedu sedannya, "Kau ini pikun, goblok. Kenapa selalu demi kepentingan orang lain, kau melakukan perbuatan sebodoh ini?"

Tawar namun tegas suara Siau Cap-it Long, "Aku tidak pikun, tapi kau adalah Hong Si-nio."

Hanya sembilan patah kata, diucapkan secara enteng dan jelas, tapi siapa tahu, betapa hangat perasaan yang terkandung dalam sembilan patah kata itu. Hancur luluh perasaan Hong Si-nio.

Perlahan Lian Shia-pik berdiri, lalu maju beberapa langkah
mengambil golok itu, secepat kilat mendadak mencabut golok. Gaya dan gerakannya mencabut golok ternyata juga cepat luar biasa. Sinar golok berkelebat, tahu-tahu sudah kembali ke sarungnya, tapi poci arak yang terbuat dari tembaga tahu-tahu sudah terbelah menjadi dua. Arak dalam poci meleleh keluar mirip darah.

Lian Shia-pik mengelus rangka golok, sorot matanya memancar terang, gumamnya, "Golok bagus, sungguh golok kilat."

Bola mata Hoa Ji-giok juga memancar terang, katanya "Kalau bukan golok kilat, mana mampu memenggal leher Siau Cap-it Long."

Lian Shia-pik menghela napas panjang, "Siapa duga, golok ini akhirnya jatuh di tanganku."

"Sejak awal sudah kuperhitungkan," ujar Hoa Ji-giok tertawa, "cepat atau lambat golok itu akhirnya menjadi milikmu."

Mendadak Lian Shia-pik berkata dengan tatapan tajam, "Lepaskan dia."

Mimik tawa Hoa Ji-giok seketika berubah beku, serunya, "Kau ... betul kau minta aku melepasnya?"

Dingin suara Lian Shia-pik, "Memangnya kau anggap aku ini orang yang tidak dapat dipercaya?"

"Tapi kau...."

"Apa yang pernah kukatakan tak pernah kujilat lagi," kata Lian Shia-pik tegas, "tadi aku bilang, bila dia menanggalkan golok, akan kubebaskan Hong Si-nio."

Benderang lagi bola mata Hoa Ji-giok, tanyanya, "Tapi kau tidak bilang, setelah membebaskan dia, lalu membiarkan dia pergi."

"Ya, memang tidak."

"Kau juga tidak bilang akan membunuhnya dengan golok itu."

"Juga tidak."

Hoa Ji-giok tertawa lagi, tawa lebar sambil melepas tangan, "Biar kulepas dulu baru kau membunuhnya, baik ...."

Gelak tawanya mendadak putus. Karena pada saat itulah sinar golok kembali berkelebat, sebuah lengan orang mendadak tertabas putus, lengan yang berlepotan darah. Gelak tawa itu berubah menjadi lolong kesakitan.

Bukan lengan Hong Si-nio yang tertabas buntung, tapi lengan Hoa Ji-giok.

Dingin suara Lian Shia-pik, "Tidak kubilang tidak akan membunuhmu bukan?"

Hoa Ji-giok beringas, pekiknya, "Bila membunuhku, kau akan menye ...." Belum habis ia bicara, sinar golok kembali berkelebat, tubuh Hoa Ji-giok langsung roboh terkapar.

Sampai mati ia tidak pernah menyangka Lian Shia-pik bakal membunuhnya, siapa pun yang menyaksikan peristiwa ini juga pasti tidak akan menyangka.

Cahaya rembulan tidak berubah, suasana malam tetap lengang. Angin yang berhembus mengandung bau amis.

Perut Hong Si-nio seperti dikocok-kocok, rasa mual hampir membuatnya tumpah.

Manusia macam apapun, peduli dia cantik, agung atau berkedudukan tinggi, kalau mampus dipenggal golok, keadaannya tentu amat mengerikan.

Selama ini Hong Si-nio tidak pernah melihat orang mati, tapi sekarang tak tahan untuk tidak melihatnya. Sebab sampai detik ini, ia masih belum percaya, bahwa Hoa Ji-giok benar sudah mampus.

Bentrok Antar Pendekar - Khu LungWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu