Jilid 5

570 10 0
                                    

Pin-pin bertutur lebih jauh, "Semula aku takut setelah tahu aku mengintip gerak-geriknya, dia akan marah besar dan memberi hukuman padaku, ternyata dia tidak banyak bicara dan tidak bertindak apa-apa terhadapku, malah hari kedua dia mengajakku jalan-jalan ke belakang gunung.

"Hatiku gembira, sebab dalam hati kecilku, betul mengharap seperti saudara tua yang lain, dia kasih dan sayang kepada adiknya yang terkecil, bersikap baik kepadaku."

"Maka hari itu aku berdandan rapi dan bersolek, dengan riang dan langkah ringan ikut dia tamasya ke belakang gunung. Yaitu ngarai yang dinamakan Sat-jin-gai dimana ia sering membunuh orang-orang yang tidak dia sukai."

"Setelah berada di sana, mendadak sikapnya berubah, mencaci aku, katanya aku banyak mengetahui rahasianya, katanya aku usil."

"Kukira dia hanya memarahiku, sebab apa sebenarnya rahasia mereka, aku tidak tahu, umpama mengingat wajah beberapa orang itu kurasa hanya persoalan kecil saja."

"Terakhir ia memberitahu padaku bahwa orang-orang itu adalah tokoh-tokoh yang punya nama dan kedudukan di Bulim, kalau bukan pendekar besar yang menggetarkan daerahnya, tentu Ciang-bunjin suatu partai persilatan yang disegani. Hal ini jelas pantang diketahui orang luar bahwa mereka sudah menjadi kamratnya, tapi di kala ... di kala aku sedikit lena, tahu-tahu aku didorongnya dengan keras, padahal di bawah adalah jurang lebar yang dalamnya tak terukur, siapa pun yang terjatuh ke jurang, badannya pasti hancur lebur. Mimpi pun aku tidak pernah menduga kakak kandungku sendiri tega membunuh adik kandungnya sendiri." Bercerita sampai di sini, tak kuasa Pin-pin menahan isak tangis.

"Tapi kenyataan kau tidak mati," kata Hong Si-nio setelah menghela napas.

"Karena aku bernasib mujur," kata Pin-pin, "hari itu aku sengaja berdandan, baju yang kupakai adalah gaun berlengan panjang yang terbuat dari sutra tebal kwalitas terbaik, lingkaran gaun bagian bawah lebar membundar. Waktu aku melayang turun, gaun panjang itu sedikit menahan angin, hingga tubuhku meluncur seperti menggunakan parasut, dengan sendirinya daya luncurnya menjadi lamban, hal itu memberi padaku kesempatan untuk meraih dahan pohon yang tumbuh di dinding gunung."

"Pohon kecil itu tak kuat manahan daya luncur berat badanku, dan akhirnya patah, tapi aku punya kasempatan berganti napas, dengan sendirinya luncuran ke bawah lebih enteng dan lambat."

"Untung di dinding gunung yang terjal itu tumbuh beberapa pucuk pohon, akhirnya aku berhasil menangkap dahan pohon lagi. Jarak ketinggianku sudah tidak seberapa lagi dari dalam jurang, kecuali terluka oleh duri semak belukar, aku jatuh di antara tumpukan tulang belulang manusia yang tak terhitung banyaknya."

"Jurang itu dikelilingi dinding curam dan tinggi, di antara celah-celah batu banyak tumbuh pohon rotan, umpama kera juga sukar dapat memanjat ke atas untuk menyelamatkan diri."

"Untung di antara tulang belulang para korban itu banyak yang membawa senjata, dengan senjata mereka aku berusaha menggali lubang sebagai tempat memanjat ke atas."

"Dinding gunung begitu keras, sekeras besi, setiap hari aku hanya mampu membuat buat 20-30 lubang saja, makin hari daya kekuatanku makin lemah, hasilnya juga semakin sedikit."

"Tiap malam aku harus merambat turun ke dasar jurang yang lembab dan dingin, esok harinya baru memanjat lagi ke atas membuat lubang, makin tinggi waktu yang dibutuhkan naik turun jelas semakin lama. Celakanya di dasar jurang tiada barang makanan yang mudah kuperoleh untuk isi perut, air juga kudapat dari lekuk gunung untuk kuminum, padahal airnya keruh, kondisi yang serba kekurangan makin membuat tenagaku berkurang."

"Aku kuat bertahan selama dua bulan, lubang yang kugali juga makin banyak lagi tinggi, tapi hasilnya baru mencapai lamping gunung, masih jauh untuk bisa mencapai pucuk jurang. Kondisiku betul-betul sudah amat lelah, tak nyana dari tempat kerjaku di lamping gunung, hari itu aku mendengar suara percakapannya, aku harap dia mau mengingat hubungan saudara, mau menolong aku naik ke atas. Maka sekuat sisa tenagaku, aku berteriak memanggil namanya ...."

Bentrok Antar Pendekar - Khu LungOnde histórias criam vida. Descubra agora