Jilid 7

536 10 0
                                    

Mendadak kaki kanan Nyo Khay-thay maju setapak, tepat menginjak di bekas tapak kakinya yang terdahulu, kepalan yang meninju malah tangan kiri dengan jurus Hek-hou-to-sim atau harimau hitam merogoh hati, yang diincar dada Siau Cap-it Long.

Hek-hou-to-sim adalah jurus umum yang sering dimainkan setiap pesilat, dilakukan dengan serius dan lurus, tanpa kembangan, tiada variasi, namun daya kekuatannya sungguh dahsyat.

Jago-jago silat zaman ini yakin takkan ada yang punya jurus pukulan sedahsyat yang dilancarkan Nyo Khay-thay sekarang. Umpama Siau Cap-it Long sendiri yang melancarkan pukulan jurus ini, pasti takkan punya perbawa sehebat ini.

Siau Cap-it Long tahu akan hal ini, terpikir olehnya akan kedahsyatannya, tapi kondisinya hampir tak mampu mengatasinya, berkelit apalagi menangkis serangan ini.

Pada detik yang menentukan itulah dari tengah udara meluncur seutas tambang panjang menggulung datang, melingkar dan menjerat kaki kiri Nyo Khay-thay.

Tali yang melingkar-lingkar itu ternyata bukan tambang, tetapi cambuk panjang, belum pernah orang melihat cambuk sepanjang itu, apalagi cambuk yang lincah dan enteng seperti hidup itu.

Seorang lelaki berlengan tunggal serta mahkota menghias di kepalanya, sepasang kakinya buntung sebatas lutut, tapi bercokol di atas kepala seorang lelaki gede yang bertelanjang dada, berada sejauh dua tombak, dengan lincah dan enteng memainkan cambuk panjang itu. Begitu cambuk disendal dan dibalik, ia membentak, "Roboh!"

Ternyata Nyo Khay-thay tidak jatuh. Kekuatan pukulan tangannya ternyata beralih kaki, hingga kakinya menekan turun amblas ke dalam tanah, papan batu yang keras seperti menjadi seempuk tahu saja, kedua kakinya amblas melesak ke dalam bumi.

Otot hijau di jidat Jin-siang jin menonjol keluar, lengan tunggalnya mengencang, cambuk panjangnya juga ditarik kencang.

Tapi Nyo Khay-thay tidak bergeming, badannya berdiri kokoh seperti tiang batu yang ditanam dalam tanah.

Jin-siang-jin kembali menyendal serta menarik balik cambuknya. Siapa tahu mendadak Nyo Khay-thay menggerakkan tangan, ujung pecut berhasil ditangkap, mendadak ia membentak sambil menarik dengan kekuatan penuh.

Badan Jin-siang-jin mencelat mumbul, melayang turun hampir menyentuh tanah, mendadak ia membentak pula, beruntun badannya jungkir balik tiga kali, secara enteng badannya mumbul kembali dan tepat duduk di kepala orang gede itu. Tapi cambuk panjangnya terlepas dari tangannya.

Dengan gemas Nyo Khay-thay memutus cambuk itu menjadi lima bagian terus dibanting ke tanah, mukanya kaku dingin, "Seharusnya kubunuh kau."

"Silakan turun tangan," tantang Jin-siang-jin.

Nyo Khay-thay menyeringai sombong, "Selama hidup aku tidak pernah melawan orang cacad."

Dari wuwungan rumah sebelah samping, seorang menghela napas, katanya, "Tidak malu orang ini diagulkan sebagai Kuncu. Sayang mukanya tebal sedikit."

"Siapa yang bicara?" bentak Nyo Khay-thay.

Seorang kakek mata tunggal berkaki pincang berdiri sambil menggendong tangan di wuwungan rumah, ujarnya, "Yang pasti aku bukan Kuncu, cacad lagi. Tapi kalau ada seorang mengalah dan tidak sudi melukai diriku, mukaku cukup tebal untuk terus ngotot hendak membunuhnya."

"Siapa yang kau maksud?" damprat Nyo Khay-thay.

"Yang kumaksud adalah engkau." kakek tua ini jelas adalah Hamwan Sam-coat, "waktu kau menyerang sampai jurus ketujuh, mestinya Siau Cap-it Long mampu merobohkan kau tiga kali, memangnya kau sendiri tidak tahu?"

Merah padam muka Nyo Khay-thay. Sejak turun tangan jurus pertama tadi, gerak-geriknya yang kaku dan bergerak menurut alur aturan, memang tiga kali ia menunjukkan lubang kelemahan. Bukannya dia tidak tahu, meski tahu, ia pun tidak menyangkal. Peduli Nyo Khay-thay seorang pikun atau benar-benar seorang Kuncu, yang pasti dia bukan Siau-jin, manusia rendah.

Bentrok Antar Pendekar - Khu LungWhere stories live. Discover now