*****

Mira, wanita paruh baya itu beberapa kali mondar mandir dengan raut wajah gelisah di depan pintu rumahnya. Hari sudah mulai sore, biasanya Anak SMP pulang jam 2siang. Mira khawatir rachel nyasar karena salah jalan pulang. Apalagi ia belum tau benar seluk beluk kota bandung. Bagaimanapun beraninya anak perempuan itu tetap saja dia adalah perempuan. Anak perempuan memang rawan kejahatan.
"Alhamdulilah." seru mira begitu rachel memasuki pekarangan rumah minimalis itu. Dengan sikap yang
santun rachel menyalami tangan mamanya, memeluknya hangat. Biasanya rachel hanya akan mengucapkan salam lalu masuk kekamar. Mira mengajak rachel masuk kedalam, menyuruh anak gadisnya itu untuk langsung salin dan makan. Selesai rachel salin dan makan mira mengajak rachel ngobrol berdua di ruang tamu.
"Coba.. Mama mau dengar. Bagaimana hari pertamamu disekolah?" Mira duduk disebelah rachel yang duduk bersila sambil menyesap teh hijau dan seporsi roti tawar. Dengan masih menguyah roti di mulutnya, rachel mulai bercerita.
"Baik ma.. Baik. Pokoknya apa yang mama bilang ke rachel itu semuanya bener. Peraturannya ketat, gurunya galak-galak. Tapi baik gitu ma. Tau gak mah.. Baru hari pertama rachel masuk di sekolah itu. Rachel langsung masuk di tim basket perempuan. Seru bangetkan?!"
"A-aapa? Kamu masuk tim basket?"
"Iya."
"Mama gak izinin."
"Loh. Ko gitu sih. Kalo gitu mah, ngapain rachel cerita." Mira mengambil nafas pelan dan melirik rachel yang keliatan cemberut.
"Mama gak izinin kamu bukan tanpa alasan. Mama gak mau kamu berhubungan lagi dengan yang namanya basket. Basket itu untuk anak laki-laki rachel.. Kamu itu anak perempuan. Kalau kamu ikut ekskul yang lain, mama bisa izinin. Tapi yang satu ini.. Mama gak akan pernah izinin kamu." rachel berdiri dari duduknya, menatap sang mama dengan tajam. Mira bahkan sampai kaget mendapatkan tatapan seperti itu dari putrinya. Tanpa mengatakan apapun rachel melangkah cepat, tangannya mengepal. Sebelum membuka knop pintu kamar, rachel sempat melirik sebentar kearah mama yang tak berkedip menatapnya. Air mata jatuh menetes di pipi rachel, lalu ia segera masuk dan mengunci kamarnya. Mira berdiri dari duduknya, ia memejamkan matanya sebentar. Lalu tiba-tiba dia duduk kembali, wajahnya ia tutup dengan kedua telapak tangannya.
Perasaannya campur aduk. Ia berusaha sabar menghadapi rachel. Mengurus anak seorang diri memang lebih berat dari pada mengurus pekerjaan. Rachel memang keras kepala, dia susah diatur. Mira hanya tidak ingin rachel keterusan dengan hobby basketnya sampai ia tumbuh remaja nanti.
"Spadaa..." suara bariton seorang pria tak di kenal membuyarkan lamunan mira. Mira menyahut lalu berdiri cepat dan membuka pintu. Begitu pintu di buka. Berdiri seorang pria bertubuh kurus, berpakaian cukup rapih. Ia memberi salam pada mira, mira menjawab salamnya.
"Baik bu. Ini bukunya.. Jadi tinggal ditanda tangani saja."
"Tanda tangan buat apa ini?" mira masih belum paham.
"Begini bu. Saya mau nganterin paket. Benerkan ini alamatnya? Nah.. Yang mengirimkan alamat ini namanya pak Surya Nugroho." begitu mendengar nama lelaki itu. Detak jantung mira langsung berdebar-debar. Tidak, ada apa dengannya? Mira menggelengkan kepalanya, ia lalu menolak untuk menerima sebuah paket beramplop coklat itu dari tangan bapak berambut klimis. Ia mau masuk kedalam.
"Kalo ibu masuk. Saya akan menunggu sampai ibu keluar lagi. Kalo perlu dari sore sampai sore lagi. Serius nih saya bu, gak main-main." mira langsung urung melangkah. Ia berfikir sejenak, benar juga katanya. Lebih baik ia terima saja paket itu dari pada bapak ini menungguinya. Mira berbalik badan, sang bapak tersenyum riang lalu menyuruh mira menandatangani surat penerimaan paket. Selesai tanda tangan, bapak itu menyerahkan paket ketangannya.
"Nah ginikan beres. Tugas saya selesai, amanah telah di sampaikan. Dan.. Terimakasih bu. Salam. Kurir." bagai prajurit TNI bapak itu memberi hormat padanya. Ia lalu berbalik badan dengan sigap berjalan tegak. Mira hanya mampu memandang dengan terheran-heran.
Setelah bapak tadi pergi mira masuk kedalam lagi.
Rachel menutup pintu kamar dengan keras, begitu sang mama masuk kedalam rumah. Ia mendengar mamanya sedang bercakap-cakap dengan seorang pria tak dikenal. Mira yang melihat putrinya tadi, langsung berjalan kearah kamarnya, ia mengetuk pintu menyuruh rachel keluar. Rachel keluar dari kamarnya.
"Tadi siapa mah?" katanya dengan masih bersikap masam.
"Tadi kurir yang dateng. Dia ngirim paket ini, dari ayah kamu." mata rachel yang sebelumnya merem melek tiba-tiba membulat sempurna.
"Apa mah dari laki-laki penghianat itu?! Kenapa mama terima?!"
"Jaga bicara kamu rachel. Jangan katakan itu atau mamah__"
"Atau apa mah? Memang benerkan apa yang rachel omongin. Dia itu penghianat. Dia udah hianati mama. Kenapa mama masih terima pemberian dari dia sih."
"Rachel.. Mama gak ngajarin kamu buat membenci siapapun. Termasuk ayahmu sendiri. Mau bagaimanapun buruknya ayahmu.. Dia tetap seorang ayah."
"Tapi gimana kalo rachel benci sama dia. Rachel bencii banget sama dia mah. Dia bilang dulu sama rachel, akan selalu jadi ayah yang baik. Dia juga bilang sayang sama kita berdua. Sayang banget.. Tapi itu semua bohong. Buktinya, sekarang apa? Mama sama ayah cerai dan ayah udah nikah sama perempuan selingkuhannya itu. Bener-bener keterlaluan. Rachel pokoknya, udah anggap ayah itu gak ada. Dia udah gak ada di kehidupan rachel lagi. Rachel benci banget sama dia. Benci banget tau gak!!?"
"Rachel." teriak mira begitu rachel selesai meluapkan emosinya lalu kembali masuk kamar dan mengunci pintu. Dari dulu mira berusaha menahan amarah, kesal, dan segala yang menyangkut tentang mantan suaminya. Perceraian bukanlah keinginan semua pasangan yang berumah tangga. Apalagi percerain sangat di benci oleh sang maha kuasa. Namun dalam pernikahannya tidak ada lagi rasa sakinah untuk apa di teruskan.
Di langkahkannya kaki menuju kamar, perlahan ia duduk di ranjang kasurnya. Ia menaruh paket kiriman surya di nakas. Lalu Mira merebahkan tubuhnya, ia berbalik badan menghadap tembok kamar. Air mata tidak dapat lagi di bendungnya. Di usapnya air mata itu, namun tetap saja air mata kembali membasahi pipinya. Hhh.. Ada apa dengannya ini? Menyadari dirinya yang begitu lemah karena memikirkan masa lalu membuatnya beranjak bangun. Lalu perhatian mira teralihkan pada amplop coklat yang ditaruhnya tadi di nakas. Dengan perasaan ragu ia ambil amplop coklat persegi empat itu. Dan dengan rasa ingin tau akhirnya ia membuka amplop itu, begitu amplop dibuka. Mira amat terkejut. Mendapati segepok uang didalamnya. Jumlahnya tidak sedikit. Tidak hanya berisi uang tapi ada sepucuk surat didalamnya. Mira membuka lipatan surat itu dan mulai membacanya.

Back In The EarlyWhere stories live. Discover now