lima

1.6K 78 0
                                    

"Fir, kamu tau warung mie deket sekolahmu yang penyajiannya sama kayak bungkusnya gak?" Tanya Mas Idad tiba-tiba pada suatu malam. Aku yang sedang menonton TV cukup kaget karena sudah lama tidak mengobrol dengan Mas Idad.

"Gatau.." jawabku singkat. Entah kenapa akhir-akhir ini aku malas membalas omongan Mas Idad.

"Masa' gatau sih? Terkenal lho.." Mas Idad berjalan mendekatiku dan duduk di sampingku.

"Oh."

"Besok aku jemput kamu, terus kita ke sana ya.." ajak Mas Idad. Aku menoleh dan baru saja akan menjawab dengan semangat ketika Mas Idad melanjutkan perkataannya, "kalau beneran sama, aku mau ajak Zana ke sana.."

Aku pun terdiam. Aku kembali melihat TV dan memakan camilanku.

"Ya" jawabku singkat. Sepertinya Mas Idad masih cukup peka dengan jawabanku yang biasa saja.

"Kok gak seneng, Fir, di ajak makan?" Tanya Mas Idad. Aku menoleh cepat ke arahnya dan memasang wajah datar. Mas Idad heran dan menaikkan satu alisnya. Baru saja aku akan membuka mulutku, namun HP Mas Idad berbunyi. Mas Idad langsung mengalihkan perhatiannya dan pergi ke kamar tanpa pamit. Aku menatap sinis Mas Idad sampai Mas Idad masuk ke kamar. Lalu aku berdecak. Moodku bertambah jelek dan aku memakan camilanku dengan kesal.

'Apa yang harus aku lakukan untuk mengembalikan perhatian Mas Idad padaku?' Batinku.

"Fira lagi bad mood?" Tiba-tiba suara Umi masuk ke pendengaranku. Aku melihat Umi baru saja keluar dari kamar dan mendekatiku. Umi duduk di sampingku, lalu membelai rambutku dengan sayang.

Aku tersenyum untuk menutupi kekesalanku.

"Lagi ada masalah sama Mas Idad?" Tebak Umi tepat sasaran.

"Uhm..Enggak juga sih, Mi.." elakku. Umi pun tersenyum lembut.

"Akhir-akhir ini kamu jadi cuek kalo lagi ngobrol sama Mas Idad. Terus tatapanmu berubah jadi tatapan maut gitu.." ucap Umi. Aku mengernyit tidak mengerti dengan maksud tatapan maut itu. Umi terkekeh sambil menyubit hidungku.

"Iya, setiap kali Mas Idad pergi atau gak jawab pertanyaanmu, tatapanmu ke Mas Idad berubah jadi tatapan tajam dan sinis. Seperti ada kekecewaan yang tersirat dan mendalam.."

"Masa gitu banget sih Mi?" Tanyaku tidak percaya.

"Iyalah. Masa Umi bohong dan gak ngerti sama anak sendiri?"

Aku pun diam dan menunduk.

"Tapi kayaknya kamu aja yang bermasalah ya? Mas Idad terlihat biasa aja.."

Aku tersenyum kecil karena Umi tau semua yang terjadi pada anaknya. Aku pun mengangguk pelan.

"Iya, Mi. Aku sedih aja, sih.." ucapku pada akhirnya. Umi pun tersenyum.

"Sedih kenapa?" Tanya Umi.

"Mas Idad jadi sibuk sekarang. Hampir gak ada waktu buat aku.." curhatku.

"Oh.. kamu cemburu sama pacarnya Mas Idad, ya?" Tebak Umi. Aku pun kaget karena ternyata Umi tau kalau Mas Idad pacaran.

"Umi tau Mas Idad pacaran?" Tanyaku.

"Masa Umi gak tau sih kalau kelakuannya aja kayak gitu. Megang HP terus sampe gak mau di lepas, bahkan sering senyum-senyum sendiri."

"Kalau Umi tau, kenapa gak di larang?" Tanyaku.

"Kalau Umi sih gini, Fir. Kan Umi udah pernah kasih tau kalau kalian gak boleh pacaran, nah tinggal kalian mau nurut sama Umi atau enggak. Kalau kalian gak nurut sama Umi, itu terserah kalian. Lagian kalian udah pada besar, harusnya tau mana yang baik dan mana yang buruk."

"Tapi Umi harusnya tegas melarang kita.." Umi tersenyum.

"Nah kalau kalian gak nurut sama Umi walaupun udah Umi ingetin, berarti kalian harus tanggung jawab sendiri atas apa yang kalian lakukan.."

"Berarti Umi udah ngingetin Mas Idad?"

"Udah, sayang.."

"Tapi, Mi. Kalau pacaran kan tanggung jawab nya gak cuma sama orangnya, sama Allah juga kan?"

"Nah, kalau udah pilih pacaran, bisa gak tanggung jawab di hadapan Allah?"

Aku terdiam.

"Pacaran kan mendekati zina, Mi.." ucapku lirih. Aku takut membayangkan dosa Mas Idad dan akibatnya nanti.

"Fira sendiri udah pernah ngingetin Mas Idad belum?" Tanya Umi. Aku pun langsung merasa tertampar mendengar pertanyaan Umi.

"Bukankah kalau kita melihat suatu kemungkaran kita berhak untuk mengingatkan dan meluruskan?"

Ucapan Umi barusan benar-benar membuatku terdiam. Selama ini aku tidak pernah mencoba untuk mengingatkan Mas Idad karena terlalu sibuk dengan perasaanku sendiri.

"Besok kalian pergi kan? Coba Fira bicara sama Mas Idad baik-baik, mungkin Mas Idad mau denger.." saran Umi. Aku pun merasa tercerahkan dan memikirkan saran Umi. Karena merasa lebih baik lagi telah curhat dengan Umi, aku langsung memeluk Umi.

"Makasih Mii.."

Umi tersenyum membalas pelukanku.

Dear, brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang