empat

1.8K 79 2
                                    

Beberapa bulan berlalu dan aku mulai merasakan adanya perubahan dari Mas Idad. Seiring berjalannya waktu Mas Idad menjadi sering terlambat menjemputku. Terkadang Mas Idad juga membawa helm lain walaupun aku sudah membawa helm sendiri. Lalu Mas Idad juga hampir tidak pernah mengajakku makan lagi. Di rumah, Mas Idad lebih sering mengurung diri di kamar dan berkutat dengan HP atau komputernya. Kalau aku mengajak mengobrol atau meminta tolong, Mas Idad pasti akan menyuruhku menunggu. Bahkan sepertinya Mas Idad hampir tidak pernah mengajakku mengobrol duluan.

"Gaes, aku sedih." Curhatku pada ketiga sahabatku. Mereka pun berhenti makan dan memperhatikanku.

"Kenapa, Fir?" Tanya Fia. Aku menghela nafas sambil menunduk memainkan sendok di piringku. Aku tidak nafsu makan. Tiwi melihat hal itu.

"Gak makan, Fir?" Tanya Tiwi.

"Ntar sakit lho, Fir." Sambung Lili. Aku hanya menatap mereka dan menggeleng. Aku pun mendesah dan menaruh sendokku, lalu bersandar pada kursi.

"Kalian enak, ya, gak punya kakak.." ujarku.

"Mas Idad kenapa emang?" Tanya Fia yang peka kalau aku menyebut kakak.

"Sejak Mas Idad jadian sama Mbak Zana, Mas Idad jadi berubah.." jawabku.

"Berubah gimana?" Tanya Tiwi.

"Ya gitu. Jadi sibuk sendiri, jarang ngobrol, suka jemput telat lagi. Kan sedih.." mereka pun diam.

"Umimu tau Mas Idad pacaran?" Tanya Lili. Aku berpikir dan menggeleng.

"Sebenernya, aku pernah kepikiran buat aduin Mas Idad ke Umi. Tapi terus apa? Mereka bakal putus?" Jawabku.

"Kamu sayang banget ya sama Mas Idad.." ucap Tiwi. Aku menatapnya dan tersenyum tipis.

"Padahal kita bertiga punya adek, lho Fir. Tapi kayaknya adek kita gak sayang banget sama kita. Nyebelin malah.." ujar Lili.

"Iya Fir. Aku jadi pengen punya adek kayak kamu.." Fia menambahkan, "tapi aku tetep pengen punya kakak kayak Mas Idad..." aku terkekeh mendengarnya.

"Kamu udah bicara sama Mas Idad?" Tanya Lili.

"Gimana mau bicara kalau Mas Idad gak sisain waktu buat aku?" Jawabku.

"Mungkin Mas Idad mikir kamu udah besar, Fir. Apalagi ada yang suka kamu, mungkin Mas Idad mikir perhatiannya bisa digantiin sama orang yang suka kamu.." kata Tiwi. Aku diam mendengarkan.

"Tapi kasih sayang saudara beda, gak terbatas, wi.." kataku.

"Mungkin Mas Idad belum sadar kalau ada orang yang lebih sayang sama dia selain pacarnya.." kata Fia.

"Doain cepet putus aja, Fir. Biar tau rasa.." ucap Lili. Aku pun memandang sahabatku satu per satu dan tersenyum. Entah kenapa perasaanku menjadi lebih baik. Walaupun mungkin perhatian Mas Idad sudah tidak sepenuhnya ditujukan padaku, namun setidaknya aku masih mendapat perhatian itu dari sahabatku.

"Makasih, gaes.." ucapku tulus.

"Makan gih, ntar sakit.." suruh Lili. Aku pun akhirnya mengambil sendokku dan mulai makan.

"Ayo habisin, keburu masuk.." ucapku. Mereka tersenyum lalu melanjutkan makan mereka. Dan sekilas, aku bisa melihat ada seseorang di ujung kantin yang tersenyum ke arahku.

'Abaikan dia, Fira..' batinku.

Dear, brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang