dua

2.5K 114 2
                                    


Sesampainya di rumah aku segera ke kamar mandi diiringi ejekan dari Mas Idad.

"Mii, Fira jorok, udah gede masih poop di celana.." adunya.

"Shut up!" Teriakku dari kamar mandi. Mas Idad pun terbahak.

Tak lama kemudian aku keluar dan suasana rumah menjadi hening. Aku pun terheran dan mengintip kamar Mas Idad yang berada di sebelah kamarku. Mas Idad sedang berkutat pada komputernya.

"Mas?" Panggilku. Mas Idad menoleh dan tampak excited.

"Fir, mau ku kasih tau sesuatu gak?" Tanyanya membuatku penasaran. Aku mendekat dan siap untuk mengetahui hal yang akan disampaikan kakakku.

"Idad itu ganteng" bisiknya di susul dengan kekehan. Aku pun speechless dan langsung memukul lengannya. Sudah sangat sering Mas Idad melakukan hal ini, berpura-pura ingin memberi tahu sesuatu, padahal ujungnya hanya satu kalimat itu yang keluar. Bahkan terkadang Mas Idad suka bernyanyi dengan mengubah lirik lagunya menjadi idad ganteng.

"Ih apaan, sih. Gak penting banget, sumpah. Wagu" cerocosku kesal. Mas Idad pun tertawa.

"Umi mana?" Tanyaku.

"Arisan kayaknya.." ucpnya asal lalu fokus ke komputernya lagi sambil senyan senyum.

"Mas, bantuin bikin PR dong. Tadi matematikanya susah.." pintaku.

"Oke, bentar.." Mas Idad seperti mengetikkan sesuatu di komputernya, menutup window, lalu mematikannya. Setelah itu Mas Idad berjalan mengikutiku ke kamar belajar. Entah kenapa aku merasa ada yang aneh dari Mas Idad. Wajahnya tampak lebih cerah bersinar. Aku menatapnya curiga.

"Mas Idad kenapa e? Kayaknya seneng banget?" Tanyaku pada akhirnya.

"Aku udah bisa move on, Fir.." jawabnya membuatku mengernyit.

"Move on dari?" Aku tidak mengerti.

"Ifa, kakaknya Ina, temenmu.." jelas Mas Idad.

"Oh yaa? Udah dapet pengganti ya, ciee" godaku. Mas Idad hanya tersenyum lebar.

"Siapa namanya?" Aku sangat penasaran dengan orang yang bisa membuat kakakku move on dari Ifa, kakaknya temenku, Ina. Karena Mas Idad dan Mbak Ifa sudah pacaran sejak SD dan berpisah saat SMP, namun Mas Idad masih setia dengan Mbak Ifa. Bahkan kadang Mas Idad menitipkan barang atau hanya salam kepadaku untuk disampaikan pada kakaknya Ina.

"Namanya Zana, temen sekelas.." ucap Mas Idad.

"Waah, namanya bagus. Terus Mbak Zana nya gimana?" Aku tambah penasaran lagi karena ternyata teman sekelasnya Mas Idad.

"Ini lagi pedekate, jadi ya tunggu aja.." jawabnya singkat. Aku pun tersenyum membayangkan Mas Idad pedekate dengan seorang perempuan.

"Btw, kamu gimana, Fir?" Tanya Mas Idad tiba-tiba membuatku kaget.

"Apanya yang gimana?" Aku balas bertanya heran.

"Gak ada anak laki yang deketin kamu, gitu?" Mas Idad menatapku jahil. Aku menggeleng keras.

"Enggaklah..mana mau mereka sama aku.." elakku.

"Oh ya? Tapi aku sering liat ada beberapa anak laki yang suka liatin kamu waktu aku jemput.." ucap Mas Idad membuat wajahku memerah. Karena aku tidak pernah merasa ada yang memerhatikanku.

"Ih, jangan bohong deh.." ucapku. Mas Idad pun tertawa.

"Cuma di bilangin gitu aja merah cobaa.." aku mengalihkan pandanganku.

"Tapi aku serius ini, Fir. Ada satu anak yang selalu liatin kamu setiap aku jemput. Lumayan ganteng lho.."

Aku menatap Mas Idad tidak percaya. Walaupun aku percaya saat Mas Idad bilang bahwa orang itu ganteng, karena Mas Idad jarang memuji cowok lain selain dirinya, namun tetap saja aku tidak percaya bahwa orang itu sering memperhatikanku.

"Ganteng lho, Fir.." ucap Mas Idad sekali lagi. Aku pun mengernyit heran, karena Mas Idad lebih seperti memberiku kode dari pada menggodaku. Satu satunya anak laki laki yang bisa membuat Mas Idad memujinya hanyalah Hafidh, teman SD ku, karena Mas Idad memang pernah bilang bahwa Hafidh pasti akan tambah ganteng saat besar nanti. Lalu, aku teringat tadi juga ada Hafidh ketika aku di jemput tadi.

'Apakah maksudnya Mas Idad, Hafidh menyukaiku?' pikirku.

"Apaan sih.." aku menepis pikiranku yang hampir percaya pada Mas Idad membuat Mas Idad terkekeh.

"Ya udah, kalau gak percaya. Tapi sebagai kakak dan laki-laki, aku tau kalau cara dia ngeliat kamu beda dari yang lain.." aku pun diam karena wajah Mas Idad terlihat serius.

"Udah, ah. Nanti gak jadi ngerjain PR nya. Susah, nih.." aku mengetukkan bolpenku ke buku matematika yang terbuka. Mas Idad tersenyum sebelum akhirnya mengajariku.

Dear, brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang