satu

4K 147 2
                                    

"Mas, jemput sekarang bisa gak? Keadaan darurat, nih. Harus pulang sekarang.." ucapku di telepon dengan nada panik.

"Cuma ekskul, kok. Ijin gak masalah.." lanjutku.

"Oke, cepet yaa.." aku menutup sambungan telepon.

"Udah?" Tanya Alifia yang sedari tadi memperhatikan serta menemaniku. Aku pun mengangguk dan menghela nafas.

"Terus sekarang kita nunggunya gimana?" Tanyaku dengan wajah memelas. Alifia tampak berpikir.

"Aku nunggu bareng kamu aja deh, lagi males ekskul nih.." senyumku merekah mendengar jawabannya.

"Tunggu di depan kantin aja ya, biar gak banyak anak cowok.." aku pun mengikatkan jaket di pinggangku dan menggandeng Alifia ke kantin.

"Oh iya, Tiwi sama Lili di kasih tau gak? Mereka udah ke AVA duluan kan?" Alifia hanya terkekeh dan terlihat sorot matanya yang jahil.

"Jangan kasih tau mereka, sekali-kali kita jailin Tiwi. Mereka, sih, gak mau nungguin kita.." ujar Alifia. Aku pun ikut terkekeh menyetujui idenya. Setelah itu kita berdua duduk menggembel di depan kantin sambil mengobrol.

Tak lama kemudian Mas Idad, kakak laki-laki yang sedari tadi aku tunggu tiba dengan gaya dan ciri khas motornya yang sangat aku hafal. Mas Idad memakai seragam SMA yang telah dikeluarkan dengan jaket hitam kesayangannya yang mulai memudar. Aku langsung tersenyum sumringah dan segera mengambil tas yang aku tinggal di meja kantin bersama tas teman-teman lainnya.

"Fi, makasih ya udah nungguin. Salam buat Tiwi sama Lili, ya. Bilangin ini keadaan darurat, jadi aku harus pulang duluan.." Fia mengangguk lalu kita berjabat tangan dengan gaya kita. Setelah itu aku segera berlari menuju Mas Idad dan menjulurkan tangan meminta helm. Namun, Mas Idad menghentikanku meminta penjelasan.

"Btw, kenapa kamu minta jemput lebih awal?" Tanyanya. Aku mengerucutkan bibirku karena agak malu mengakui kenyataannya.

"Kalau gak mau jawab aku tinggal, lho" Mas Idad pura-pura menge-gas motornya. Aku pun refleks berteriak.

"Eeehhh... tungguinn!" tanpa aku sadari orang-orang melihat ke arahku karena teriakanku cukup keras. Aku melirik Fia dan dia sedang tertawa. Aku pun menahan malu dan mengejar Mas Idad yang sudah maju beberapa meter di depan.

"Jadi, kenapa?" Tanya Mas Idad lagi. Aku menghela nafas.

"Tadi habis sholat rasanya kebelet banget padahal mau ekskul, akhirnya aku ke kamar mandi .." aku diam sejenak dan Mas Idad menunggu kelanjutanku, "tapi sayangnya udah ada yang keluar..." ucapku pelan sambil menunggu respon dari Mas Idad.

"Poop?" Tanya Mas Idad. Aku mengangguk perlahan.

"Bwahahahaha..." Mas Idad tertawa cukup keras hingga orang-orang melihat ke arah kita lagi. Aku pun memukul lengan kakakku dan menyuruhnya diam. Aku segera merebut helm di tangan Mas Idad dan memakainya.

"Udah ih ketawanya. Malu diliatin.." ujarku. Tetapi Mas Idad malah menggodaku.

"Ih, siapa yang mau nganter kamu pulang? Nanti joknya bau, kasian.." Mas Idad tertawa lagi. Aku pun merengek seperti anak kecil. Mas Idad tertawa lagi, puas menggodaku. Akhirnya aku naik dan duduk dengan tidak nyaman.

Sebelum aku pergi, aku sempat melihat Tiwi dan Lili yang sudah bersama Fia dan mereka sedang tertawa. Mereka sudah sering aku ceritakan tentang Mas Idad yang sangat akrab padaku hingga banyak cerita lucu yang sudah mereka dengar. Jadi kejadian seperti tadi sudah cukup sering terjadi saat Mas Idad menjemputku.

Aku dan Mas Idad hanya terpaut 3 tahun dan Mas Idad adalah satu satunya saudara yang aku punya. Mas Idad itu kakak yang sangat aku sayangi. Walaupun sering menggodaku, namun aku tahu bahwa hal itu merupakan wujud kasih sayangnya. Mas Idad juga pintar dan sering membantuku mengerjakan PR. Dia cukup aktif ikut organisasi di sekolahnya dan yang paling membuatku senang adalah Mas Idad sering mengajakku mampir makan di tempat-tempat yang enak sepulang sekolah. Mas Idad juga memiliki fans karena wajahnya yang good looking dan Fia merupakan salah satu dari fans Mas Idad yang menganggapnya manis.

Dear, brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang