BAB 16

187K 13.3K 1.9K
                                    




KATANYA Airysh Olya Amanda akan menjenguk Alden jam tujuh malam tapi Alden sudah bersiap-siap dari jam dua siang. Bertanya pada Bunda apakah Alden sudah cukup ganteng meski rambutnya lepek belum keramas. Meminta Bunda membawakannya parfum, jaket keren, dan kacamata dari rumah. Ini semua cuma untuk bikin Iris kelepek-kelepek, tapi Alden ngerepotin Bunda. Alden udah janji ke Bunda kalau dia nggak akan bolos treatment lagi. Jadi Bunda nggak bisa protes saat dimintai pertolongan kayak gitu.

"Udah ganteng belum, Bun?" tanya Alden kesekian kali saat Bunda datang membawakan obat. Bunda cuma menggerung jengkel, menaruh nampan di nakas dan mengamati Alden.

"Udah. Udah, ya Allah, jangan lebay," tukas Bunda saking kesalnya.

Alden nyengir tak bersalah, mencium pipi Bunda. "Bunda memang yang paling bisa!"

Ini sudah jam tujuh malam kurang lima menit. Kata Iris via chat, dia sudah sampai lobi rumah sakit. Tapi Iris harus mampir sebentar ke rumah temannya untuk mengembalikan buku tugas. Kebetulan rumah temannya memang di sekitar situ.

Iris: Nggak apa-apa, nih? Gue ke sana sekitar jam delapan jadinya. Apa lo harus istirahat, Den?

Alden: Nggak apa-apa, kok, hehehe. Gue tunggu sampe lo dateng.

Iris: Oke :)

Sungguh satu emoji senyum bisa membuat hari seseorang lebih berwarna. Itulah yang dirasakan Alden sekarang ketika disenyumin Iris via chat.

Sambil menunggu Iris, Alden pun mengobrol dengan Moka lewat Skype. Sepupu Alden itu tetap terjaga di tengah malam–Moka tinggal di Paris saat ini–karena mengerjakan tugas, katanya tugas mulia, tapi Alden nggak dikasih tau apa tugas itu.

Moka pun terkejut ketika tahu Alden berhasil 'dapetin' Iris meski secara nggak langsung.

"Bohong!" ucap Moka lebay. Mulutnya penuh dengan biskuit choco chips. "Gue aja belum berhasil dapetin anak dari ibu-ibu yang suka arisan itu. Cewek cantik itu, Den! Huh. Gue nggak mau main ke arisan lagi ah kalo nggak berhasil terus. Lama-lama gue kayak lekong."

"Udah kayak lekong kali, Mok," ledek Alden, terkekeh.

Moka menaikkan satu alisnya, jengkel. "Belum pernah ngerasain bogem mentah, ya?"

Alden semakin geli karena ucapan Moka. Cowok ini suaranya sangat manly dan kocak di saat yang sama. Meski serius pun, Alden kadang menganggapnya bercanda.

Tok, tok, tok.

Alden nyaris terjungkal karena suara ketukan di pintu. Dia menoleh dengan senyum lebar. Moka sampai berjengit melihat betapa Alden sangat bahagia. Menjijikan.

"Euwh. Play it cool, Den. Cewek itu malah penasaran kalo lo nggak terlalu nunjukkin lo suka sama dia," nasehat dari Moka ini jarang-jarang ada. Jadi Moka berhadap Alden menerimanya dengan senang hati.

"Berisik lu, Mok," ucap Alden sambil mengibaskan tangannya. Belum sempat Moka berbicara, Alden sudah memutuskan sambungan teleponnya.

Alden menoleh ke arah pintu, lalu berseru. "Masuk!"

Senyum lebar Alden menghilang kala melihat Ari di sana. Ari tersenyum penuh makna.

"Kita perlu bicara, Den."

• • •

"Harusnya gue nggak usah bohong," ucap Iris.

Menggigit bibirnya, kelakuan buruk Iris kalau sedang panik. Di tangannya sudah ada buket bunga anggrek dan aster. Untuk Alden, agar cepat sembuh. Tapi ketika dia sudah kembali dari toko bunga ke rumah sakit, Iris jadi malu sendiri. Wajahnya memerah dan jantungnya dari tadi berdegup lebih kencang sehingga terdengar oleh dirinya sendiri.

I Wuf UWhere stories live. Discover now