BAB 4

360K 17.7K 3.7K
                                    

BAB 4

"Cinta itu serius. Tapi aku jatuh pada cintamu ... yang main-main."

(Jangan Bawa Luka)

• • •

IRIS bosan setengah mati. Bisa-bisa dia terjun payung dari lantai lima. Tapi yang sekarang Iris lakuin cuma duduk di kelas dengan tangan terlipat dan pipi tertempel di mejanya yang dingin. Matanya menatap ke arah anak-anak lain yang sibuk belajar sendiri-sendiri. Cukup mudah dimaklumi pemandangan seperti ini karena UKK tinggal tiga bulan lagi (persiapan anak SMA Tangguh Utara itu memang nggak tanggung-tanggung, namanya juga 'tangguh').

"Ris, gue ada rapat, nih," sahut Pita di sebelahnya dengan pandangan mata bersalah. "Abis ini gue bareng sama lo, deh."

Tetep saja iming-imingan Pita tidak membuat bibir Iris melengkung ke atas. Malah, semakin tertekuk ke bawah dengan wajah nelangsa.

"Ris, lebay banget, dah. Kayak baru ditinggal seminggu aja," kali ini Pita meledek sambil menjitak kepala Iris.

Iris sih, cuma bisa meringis, namanya juga lagi miris.

Setelah Pita pergi meninggalkan Iris, biasanya Ira bakal datang menghampirinya untuk mengancam atau apapun itu sampai Iris muak. Tapi ternyata Ira nggak dateng ke sini. Dia hanya menatap Iris dengan sinis sebelum keluar dari kelas, mengikuti jejak Pita. Iris nggak tau, sih, Ira bakal pergi kemana. Kalo nggak ke masjid buat salat dzuhur, paling ke kantin bareng Alden.

Nyatanya Iris salah besar ketika tak lama kemudian, Alden berada di ambang pintu dengan raut wajah mencari. Matanya jelalatan ke seluruh penjuru kelas tanpa menyadari bahwa nyaris seluruh populasi cewek di kelas Iris menatap Alden dengan terkagum-kagum. Nggak mengejutkan, kok, mengingat Alden memang ganteng dengan mata cokelat dan wajahnya yang kalem, baik, sholeh, dan cerdas itu.

"Rae, liat Iris, nggak?" tanya Alden pada salah satu teman sekelas Iris yang kebetulan duduk dekat pintu kelas.

Eh, mampus. Ini cowok nyariin gue? batin Iris.

"Tuh, yang di pojok, sendirian kayak jones," celetuk Rae sambil menunjuk Iris.

Rasanya Iris ingin menenggelamkan diri ketika semua mata kini tertuju padanya dengan penasaran. Apalagi Alden udah berjalan mantap ke arah Iris sambil tersenyum simpul. Pokoknya, semua yang ada di wajah Alden itu nggak bisa Iris baca! Bahkan Iris sendiri keki kenapa Alden mencari dia. Jangan-jangan....

"Iris, pulpen Nyokap gue ketinggalan di kafe kemarin. Lo simpen, nggak?" tanya Alden langsung.

Edan, ini mah gue yang ge-er duluan! lagi-lagi, Iris membatin.

Tanpa Iris tahu, Alden udah keringat dingin saking gugupnya berada sedekat ini dengan cewek yang dikaguminya. Semuanya seperti mimpi ketika Iris 'melihatnya' sebagai seseorang. Bukan lagi teman dari sahabatnya yang tidak akan Iris kenal karena itu bukan hal yang penting-penting amat.

"O-oh, pulpen," sahut Iris gagu sendiri. Tangannya mengambil tempat pensilnya yang tergeletak di sudut meja dan mulai mencari pulpen Alden yang ia simpan. Pulpen itu tertinggal di kafe kemarin sore dan Iris terpaksa menyimpannya. Iris pun menyodorkan pulpen itu ke arah Alden. "Nih."

Ada jeda beberapa detik. Mereka cuma saling ngeliat satu sama lain dengan tatapan bingung. Iris yang bingung kenapa Alden masih di sini. Dan Alden yang bingung harus berbuat apa sehingga bisa lebih lama bersama Iris.

"Udah salat dzuhur belum?" tanya Alden tanpa berpikir lagi. Kebetulan, dia memang sering nanya kayak gini kalo belum salat ke temen-temennya. Alden nggak nyangka dia bisa nanya kayak gini juga ke Iris.

I Wuf UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang