"Jadi sekarang kau tidak punya kewarganegaraan?" Seru Tetsuya meninggi.

"Tidak, tapi bukan itu masalahnya di sini! Jangan hilang fokus!" Tukas Lainne kesal. "Aku tidak ingin mereka mengganggu hidupku lagi. Jadi akan kuselesaikan semuanya, once and for all."

Tetsuya mengangguk setuju. "Aku akan menunggumu."

"Selama apapun itu?" Tanya Lainne.

"Selama apapun itu." Sahut Tetsuya.

Lainne menggumam, "Kau yakin?"

Tetsuya mengiyakan.

"Aku tak tahu kapan aku akan kembali. Tidak ada kepastian semua akan berjalan lancar. Siapa tahu Henrietta akan mengganggu dan aku tidak bisa pulang? Siapa tahu ada cewek cantik mendekatimu dan kau menyukainya? Siapa tahu..."

Lainne tak bisa melanjutkan kata-katanya karena tangan Tetsuya sudah membungkamnya. "Berhenti bertanya-tanya tak jelas seperti itu. Sebelum semua itu terjadi, aku akan menyusulmu ke Perancis, bagaimana pun caranya."

Lainne mengerjap beberapa kali lalu melepaskan tangan Tetsuya dari wajahnya, "Itu bukan hal mudah, kau tahu?"

"Apa sih yang tidak untukmu?" Balas Tetsuya.

Lainne mendengus. "Gombal."

"Aku serius." Sahut Tetsuya. "Well anyway, do your best."

Mereka berjalan pulang bersama. Lainne berjalan sedikit di belakang Tetsuya saat tiba-tiba Tetsuya menggenggam tangannya. "Sekarang aku yang bertanya-tanya."

Lainne mendongak menatap punggung Tetsuya.

"Bagaimana kalau kau tidak bisa pulang, bagaimana kalau kau tertarik dengan bule Perancis, bagaimana kalau kau tidak mau bersamaku lagi?" Tanya Tetsuya.

"Tetsuya, kalau kau juga begini, siapa yang menyemangatiku? Selama ini bukannya kau yang selalu membuatku tertawa?" Lainne menghentikan langkahnya.

Tetsuya terdiam. Wajahnya benar-benar takut. Rupanya ia baru sadar jarak Perancis dan Jepang itu bukan main jauhnya.

"Tetsuya lihat aku." Lainne meraih wajah Tetsuya dengan kedua tangannya dan menatap mata hitam di sana. "I want to be your girlfriend."

Tetsuya membelalak. "Bukannya kau minta aku menunggu?"

"Ternyata aku memang tidak bisa lagi menahan diri." Sahut Lainne.

Tetsuya terdiam. "Baiklah."

Lainne tersenyum. "Hanya itu?"

Sekejap kemudian Lainne sudah membentur dada bidang Tetsuya dan tenggelam ke dalamnya. "Tentu saja tidak, bodoh."

Senyum Lainne makin mengembang. "I love you."

Tetsuya mengeratkan pelukannya sebelum membalasnya setengah berbisik, "Love you too."

* * *

"Aku punya berita baik dan berita biasa saja. Mau yang mana dulu?" Tanya Lainne di sekolah keesokan harinya pada Rei.

"Berita biasa." Sahut Rei.

"Aku akan pergi ke Perancis selama beberapa lama."

"Perancis?! Kapan kau akan berangkat?" Rei berseru sambil menggebrak meja. "Buat apa? Kapan kau kembali?"

Lainne mengernyit begitu diberondong pertanyaan seperti itu. "Aku jadi tidak ingin menjawabnya."

"Oke, pertama, kapan kau berangkat?" Rei mengulang, kali ini dengan lebih santai.

"Lusa."

"Kapan kau pulang?"

"Aku tidak tahu."

"Apa-apaan itu? Tidak tahu? Apa maksudmu tidak tahu?!" Sahut Rei kesal.

"Rei-chan, kenapa kau marah begini?" Balas Lainne bertanya.

"Oh, jadi kau bertanya sekarang kenapa aku marah? Bagaimana tidak? Kau tidak pernah cerita apapun padaku dan sekarang, 'Aku akan pergi ke Perancis selama beberapa lama.'? Kau anggap apa aku ini hah? Penonton?" Seru Rei meninggi.

Lainne menelan ludah. "Maaf, bukan maksudku..."

"Dengar ya, sekeras apapun kau mengusirku pergi, aku tidak akan bergeser sedikit pun dari hidupmu." Tukas Rei.

"Aku hanya tidak ingin kau terikut masalah ini. Ini bukan masalah kecil yang bisa diselesaikan semalam, Rei-chan." Lainne berucap.

"Kau pikir aku selemah itu? Memang untuk apa kau ke sana?"

Lainne menceritakan semuanya persis seperti yang dikatakannya pada Tetsuya. Rei mendengarkan dengan ekspresi yang berubah-ubah. Marah, terkejut, kesal. Namun ia tetap diam. "Begitulah." Ujar Lainne mengakhiri.

"Wah, jadi kau ini orang penting." Rei manggut-manggut. "Tak mengubah kenyataan bahwa kau sahabatku."

Lainne tertegun. ...sahabatku. "Aku tahu."

"Lalu berita baiknya?"

"Aku punya pacar." Sahut Lainne.

Rei terbelalak. "Siapa? Tetsuya?"

"Kok kamu tahu?"

"Oh sudah kuduga. Kalian memang gampang sekali dibaca." Balas Rei nyengir. "Ini berita baik ini. Luar biasa!"

Lainne tersenyum menatap Rei yang langsung ribut memberitahu teman-teman sekelas. Terima kasih, Rei-chan.

Don't Call Me 'Akage'!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang