Teaser #1

10.8K 773 32
                                    

Aku benci dilahirkan di keluarga ini. Seharusnya aku lahir di keluarga yang biasa-biasa saja, bukan keluarga yang setiap hari muncul di koran, berita atau majalah bisnis kelas dunia. Harusnya eomma tidak meninggalkan aku begitu cepat, harusnya dia menolak saja saat Tuhan memanggilnya, dan mestinya appa tidak menikah lagi dengan ahjumma itu. Aku benci, sangat benci.

"Putriku masih sangat kecil ketika eomma kandungnya meninggalkannya untuk selamanya di dunia ini, dia butuh sosok seorang ibu agar bisa tumbuh baik seperti anak-anak yang lain."

Alasan apa itu? Pencitraan? Jangan bohong appa, aku tau kau menikah dengan ahjumma itu bukan karena aku. Jangan buat keadaanku menjadi alasan konyolmu di berita. Lagipula aku sudah 12 tahun dan tumbuh dengan baik tanpa eomma atupun appa.

Aku tau alasan terbesarmu, bukan karena aku apalagi karena cinta pada ahjumma Kim itu, tapi karena bisnis kesayanganmu. Kau gila kerja dan bukan appa yang baik. Eomma seharusnya tidak menikah denganmu sehingga aku tidak perlu ada di dunia ini dan merasa seperti anak yatim piatu.

Oke, baiklah appa. Aku mengalah. Baik, menikah saja sana, tapi jangan dengan ahjumma itu. Ku akui dia memang cantik, modis dan awet muda. Dia juga pebisnis yang baik, wanita karir seperti eomma dulu. Dia tidak pernah menggangguku, tidak menjadikanku seperti Cinderella si upik abu. Tapi aku benci kau menikah dengannya. Kau tau kenapa appa? Karena dia punya seorang putra.

Putranya terlalu baik, terlalu sering tersenyum pada putri yang sering menjadi alasan pencitraanmu ini. Entah itu senyum palsu atau memang tulus darinya, aku tidak peduli. Dia selalu ada di rumah menemaniku dan tidak pernah keluyuran seperti anak-anak seusianya. Dia jauh lebih tua dariku, tetapi perlahan aku bisa menerima kehadirannya sebagai seorang saudara.

Dia selalu memperlakukanku seperti aku adalah sosok istimewa di matanya. Sering ku dengar dia bernyanyi sambil menekan tuts-tuts piano di ruang tamu. Kini aku tidak perlu earphone atau segala jenis pemutar musik lainnya untuk menghibur hariku yang membosankan, karena dengan sendirinya suara merdu dan melodi piano yang begitu sempurna itu selalu terputar otomatis di kepalaku.

Appa, lagi-lagi kau melakukan sebuah kesalahan besar dengan membawanya tinggal di rumah kita.

Seharusnya kau tidak boleh pergi ke luar kota berminggu-minggu ataupun berbulan-bulan. Seharusnya eomma tiriku itu tidak ikut pergi bersamamu. Kalaupun memang pergi, bawa saja namja satu itu. Seharusnya begitu appa, tapi lagi-lagi itu hanya seharusnya.

Appa, kau memang tidak pernah bisa menuruti keinginanku. Seharusnya ikuti saja kemauanku sekali ini saja. Karena aku telah melakukan sebuah kesalahan besar karena keegoisanmu dan aku tidak menyadari itu hingga kau...."menjodohkannya".

"Kau sudah 22 tahun, kau akan ku jodohkan dengan anak kolegaku yang sedang kuliah di Newyork sepertimu. Eomma-mu sudah setuju. Lagipula kalian sekampus dan mungkin saja saling mengenal. Namanya Solar. Lihatlah fotonya."

"Ah, Solar dari jurusan bisnis? Kalo yang itu kami sejurusan dan aku mengenalnya dengan baik appa. Aku setuju dengan perjodohan ini."

Tidak, kesalahan besar. Aku tidak seharusnya mendengar pembicaraan ini sehingga rasa cemburu tidak naik ke permukaan dan membuatku menyadari perasaanku yang sebenarnya. Aku menyukai kakak tiriku, bukan sebagai saudara. Tetapi sebagai seorang wanita dan pria pada umumnya. Sebuah fakta yang kini tak bisa kuelakkan.

"Berhenti melihatnya. Dia itu kakakmu."

Aku berani bertaruh, appa mengetahui perasaanku. Kalau tidak untuk apa dia repot-repot berbicara seperti itu dan menyuruhku untuk tidak mengacau di pesta pertunangan orang itu besok? Kalau kau tau appa, kenapa kau tetap menjodohkannya? Kau tau bagaimana sakit dan rapuhnya hatiku sekarang? Hanya dia appa, hanya dia. Tak bisakah kau mengalah untukku sekali ini?

"Lupakan dia. Lebih baik persiapkan semua keperluanmu. Kau tidak akan SMA di Kanada, kau akan kembali ke Korea bulan depan dan melanjutkan studi-mu disana."

Seperti petir siang bolong yang menyambar begitu saja. Appa, kau menyingkirkanku? Sebenarnya siapa yang anakmu, aku atau dia? Seharusnya kau menyingkirkan laki-laki yang baru saja bertunangan itu saja dan bukannya menyingkirkan aku ke tempat yang membuat kami terpisah jarak Benua dan Samudra.

"Dan lagi, kau sudah ku jodohkan dengan anak rekan bisnisku di Korea. Kalian seumuran."

Oh ayolah appa, kau benar-benar menyingkirkanku? Kalau saja orang ini bukan ayah kandungku, kupastikan tanganku sudah melayang ke pipi yang sangat disukai eomma itu. Terserah mau dibilang anak durhaka atau tak tau balas budi. Kau benar-benar menyiksaku appa.

"Cepat kemas barangmu. Pesawatmu berangkat besok malam."

Baik, aku kalah lagi. Aku akan pergi dari rumah yang sudah 16 tahun jadi tempat hidupku ini dan pulang ke kampung halaman yang sebenarnya tak pernah ku pijak sekalipun. Tapi jangan sebut aku Son Wendy kalau aku tidak memberontak. Cukup 16 tahun aku jadi boneka hidupmu, aku tidak mau lebih dari angka 16 itu.

Dan inilah aku sekarang. Melarikan diri dari kejaran pria-pria berjas hitam di tengah bandara. Masa bodoh dengan orang-orang yang menatapku aneh sedari tadi. Kabur dari pengawal appa di bandara Incheon ternyata cukup mudah. Mungkin itu untungnya menonton film action mata-mata Amerika setiap akhir pekan selama 10 tahun belakangan sebagai hobby. Selamat tinggal pengawal-pengawal bodoh.

Aku sedang berjalan-jalan dengan modal ponsel pintarku di sekitar Seoul. Ibukota Korea ini ternyata cukup indah. Lumayanlah, meski tidak semodern Kanada sana. Tapi aku tidak boleh terpesona begitu saja, aku harus melengkapi aksi kaburku ini dulu. Memangnya aku mau terlunta-lunta di Negaraku sendiri? Tentu saja tidak.

Aku harus mencari tempat tinggal, tak boleh di hotel atau penginapan. Itu yang kupikirkan sekarang dan betapa beruntungnya aku karena ada brosur iklan yang tiba-tiba saja terbang tertiup angin ke arahku. Mungkinkah ini pertanda? Karena jujur, aku sama sekali tidak percaya adanya kebetulan di dunia ini

"Yeoboseyo? Benarkah ini Restoran Neo Tteokboki? Ne, aku melihat iklannya, apa rumah atap itu masih disewakan? Benarkah? Ne, aku ingin menempati rumah atap itu. Aku akan segera pindah ke sana. Ne, aku setuju dengan harga sewanya. Ne ahjumma, terima kasih banyak."

Akhirnya, aku punya tempat tujuan. Selamat tinggal appa, sekarang bonekamu sudah bebas.

Rooftop Romance「 wenyeol  」✔Where stories live. Discover now