#21: Alive

9.1K 284 3
                                    

Aku menaiki tangga ke lantai 3, lantai langgananku.
Aku berbelok ke ruangan C-21, ruangan langgananku.
Namun anehnya hari ini pintunya terbuka.
Aku melongok ke dalam dan melihat seorang perawat yang sedang merapikan kasur.

Dimana Chiko?

"Permisi suster, penghuni kamar ini kemana ya?" Tanyaku.
"Oh, penghuni kamar ini baru saja dipindahkan ke Ruang ICU kamar nomor 5." Jawab perawat itu.

Deg.

Jantungku seolah berhenti.

ICU? Jangan-jangan..

Aku menggeleng perlahan, menepis segala jenis pikiran aneh yang ada di otakku.

"Makasih ya Sus."

Aku langsung berlari ke Ruang ICU.
Aku sampai di kamar nomor 5.
Dari kaca yang membatasi ruangan itu dengan area luar, aku bisa melihat Chiko yang terbaring di ranjang dengan banyak alat rumah sakit yang asing bagiku.
Hanya satu yang sangat familiar bagiku.
Elektrokardiograf yang menunjukkan garis-garis kecil yang terlihat lemah.

Dokter Andri ada di sebelahnya, namun hari ini beliau tidak menggunakan pakaian dokternya.
Aku membuka pintu.

Dokter Andri langsung menatapku.
Aku bisa melihat matanya yang merah, mungkin beliau habis menangis.
"Kok kamu tahu Chiko di sini?" Tanyanya.
"Tadi saya ke kamar Chiko tapi nggak ada orang. Terus saya di kasih tahu suster kalo Chiko dipindahin ke sini." Jawabku.

Aku menatap wajah Chiko.
Pucat. Lemah. Tak berdaya.
Semua itu tergambar jelas dari wajahnya.

Aku menahan air mataku yang lagi-lagi akan turun.
"Hei.." kataku perlahan.
Tenggorokanku tercekat, aku tak bisa berkata-kata sambil menatapnya seperti ini.
Aku berpaling pada Dokter Andri.

"Kok Chiko bisa begini?" Tanyaku.
Dokter Andri tersenyum masam.
"Jadi.."

>>>

FLASHBACK (Chiko's POV)

Beberapa hari yang lalu...

"Aku tahu kamu bisa. Kamu sendiri kasih tahu aku kalau aku harus sayang sama orangtuaku, sekarang kamu juga harus sayang sama orangtuamu." Kata Nadine.

"Chik, aku harus pulang. Aku yakin kok kamu bisa denger aku. Ikutin kata-kataku ya Chik. Makasih saran kamu. Membantu banget. Kamu emang sahabatku yang baik. Yang terbaik!" Sahabat. Ya, aku sahabatmu, Nadine..

"See you soon. Makasih buat semuanya."
Itulah kata-kata terakhirnya sebelum dia pergi.
Aku mendengar suara pintu yang ditutup dan langsung membuka mataku.

"Papa nggak pernah ngerti."

"Chiko, dengarkan dulu.. P-"

"Papa yang udah bunuh Mama, ya kan? Terus sekarang Papa mau ngerawat aku gitu? Buat apa? Minta maaf? Nggak ada gunanya, Pa!"

"Nggak gitu, Nak.."

"Udahlah!"

"Chiko, kamu jangan marah-marah.. nanti-"

"Aku benci Papa!"

Lalu semua menjadi gelap.
Segelap masa laluku.
Penggalan pertengkaranku dengan Papa itu membuktikan kalau aku memiliki kelemahan dalam menahan amarah.

Amarah memang masalah utamaku.
Aku tahu aku tak boleh terlalu marah atau stres karena penyakitku akan kambuh.
Aku hanya..
Hanya egois.

Apa Itu Cinta? [COMPLETED✔]Where stories live. Discover now