#15: The Beginning Of..

8.4K 243 0
                                    

Aku merapatkan laptop ke dadaku.
Sudah hampir setengah jam aku menunggu Chiko.
Tidak biasanya dia terlambat menjemputku.

Tiba-tiba mobil Chiko berhenti di dekatku.
Chiko menurunkan jendela mobilnya.
"Hei, ayo naik." Katanya.
Aku mengangguk dan masuk ke dalam mobil.

"Yang, maaf telat, ya. Tadi ada sesuatu di deket parkiran." Kata Chiko, "Oh ya, hari ini temen SMP-ku, si Dirga baru buka perpustakaan mini. Aku diundang tuh ke grand opening-nya. Kamu ikut yuk? Pasti seru."

"Kapan?" Tanyaku.
"Sekarang." Jawab Chiko.
"Boleh deh." Sahutku.
"Sip.." kata Chiko.

"Oh ya Yang.. ka-"
Tiba-tiba handphone Chiko berbunyi.
"Sebentar ya."
Ia mengangkat telepon dan mulai berbicara di telepon.

Aku terdiam dan hanya bisa mendengarkan obrolan Chiko.
Setelah beberapa saat, ia mematikan handphonenya.
"Siapa?" Tanyaku.
"Si Dirga." Jawab Chiko.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Nggak kok. Cuma tanyain kita bakal dateng atau nggak." Jawabnya.
"Oh.."

"Kamu mau ngomong apa tadi?" Tanya Chiko.
"Ah, nggak kok." Jawabku.
"Yakin?" Tanya Chiko.
"Iya.." sahutku.
Chiko mengangguk pelan.

Kami terdiam.
Aku memandang keluar jendela dan melihat pohon-pohon yang bergerak seiring dengan berjalannya mobil.

>>>

Ternyata perjalanan tadi lebih panjang dari yang kukira.
Tadi kami berangkat pukul 3, dan kami baru sampai pukul 5.
Mungkin karena jauhnya lokasi yang kami tuju.

Kini, kami telah sampai di sebuah perpustakaan mini.
Aku bisa mendengar suara musik dari area belakang perpustakaan ini.
"Ayo, kita turun. Dirga sama temen SMP-ku yang lain pasti udah nunggu. Sekalian aku kenalin kamu ke temen-temen." Kata Chiko.
Aku mengangguk.

Kami turun dari mobil.
Aku melingkarkan lenganku pada lengannya.
Kami langsung menuju area belakang perpustakaan tersebut.
Benar saja, sudah ada kerumunan orang dan lagu EDM memenuhi ruangan.

"Wih, Ko. Udah lama nggak ketemu. Apa kabar lo?" Tiba-tiba seorang laki-laki muncul dari belakang Chiko.
"Weh, Dirga. Baik-baik." Chiko dan laki-laki bernama Dirga itu berjabat tangan ala pria.
"Ini siapa? Temen? Pacar? Atau.."

"Pacarlah. Dari dulu sampe sekarang lo masih sama aja ya. Otaknya kurang lurus." Kata Chiko.
"Hehe.. belom ada yang bisa ngelurusin otak gue Ko. Oh ya, Dirga.." ia menjabat tanganku.
"Nadine.." kataku.
"Udah, jangan lama-lama. Dia punya gue." Kata Chiko sambil melepaskan jabatan tangan kami.
"Selow Ko.." kata Dirga.

Kami terus berjalan dan aku bertemu lebih banyak orang.
Ternyata teman-teman Chiko sangat baik dan ramah.
Sampai...

"Eh, Rel! Apa kabar? Udah lama nih nggak ketemu." Kata Chiko.
Ia berjabat tangan dengan seorang perempuan.
Aku merasakan rasa kecemburuan yang muncul di hatiku.
Aku mengetatkan genggamanku pada lengan Chiko.

"Baik, baik.. lo juga kelihatannya baik banget nih. Oh ya ini.."
"Pacar gue. Calon istri."
Aku agak terkejut mendengar ucapan Chiko.
Aku hanya melepaskan tawa kecil.

"Oh ya, Aurel.." katanya.
"Nadine.." sahutku.
"Ya udah, cobain deh ke dance floor-nya. Seru banget. Gue jamin. Ya udah, gue pergi dulu ya. Selamat menikmati!" Kata Aurel.
Ia berlalu.

Kami kembali berjalan.
Ternyata jalanan yang kami lalui lebih padat, sehingga aku terpisah dari Chiko.
Aku berusaha mengejarnya, namun aku tak bisa menemukannya.
Lagipula sepatuku ini sudah terinjak-injak, sehingga kakiku terasa sakit.

Aku menangkap sofa empuk yang ada di ruangan sebelah.
Ruangan itu lebih sepi dari ruangan ini.
Sepertinya di sana lebih banyak makanan, sehingga aku bisa bersantai sambil menunggu Chiko.

Aku pergi ke ruangan tersebut dan langsung duduk di sofa.
Hmm.. sangat empuk.
Aku melihat ke partisi dari kaca yang ada di sebelahku.
Aku bisa melihat dance floor, tempat yang sangat ramai, ditambah lagi hadirnya DJ, yang membuat suasana lebih meriah.

Aku bisa melihat Chiko yang sedang berpesta dengan teman-temannya.
Dia terlihat sudah terbiasa dengan dunia party seperti ini.
Apakah dia sudah sering ke klub dan ber-party-ria?

Aku menggeleng.
Tidak, tidak mungkin dia seperti itu.
Mungkin atomsfer party dan kerinduannya pada teman-temannya membuatnya larut dalam suasana pesta EDM.

"Permisi, mau minum?" Aku dikejutkan oleh seorang laki-laki yang  membawa nampan berisi minuman berwarna cokelat muda.
"Ini.."
"Hot chocolate."
Aku langsung mengangguk.
Aku mengambil segelas cokelat panas dan mulai meminumnya.

Hmm..
Lezat sekali.
Aku selalu suka cokelat.
Sudah lama sekali aku tidak meminum cokelat panas.

Udara dingin dari AC, kenikmatan cokelat panas, dan sofa yang empuk dapat membuatku mengantuk.
Entahlah, mungkin aku terlalu lelah setelah sehari di kampus yang panjang.

Hal terakhir yang kuingat adalah melihat Chiko yang sedang mengobrol dengan DJ dan seseorang yang tak kukenali wajahnya.

>>>

Hm.
Sepertinya seprai di kostan tidak pernah ada yang beraroma seperti ini.
Aroma floral yang sulit untuk dideskripsikan.

Aku juga tak ingat kalau bantalku seempuk dan selembut ini.
Sepertinya kasur kostanku juga tidak pernah seempuk ini.
Aneh tapi aku merasa sangat nyaman.

Aku membuka mataku perlahan.
Tunggu, sejak kapan kamar kostanku bernuansa serba-putih.
Aku menoleh dan melihat Chiko yang sedang tertidur.
Kami hanya dibatasi dengan dua buah guling.

Tiba-tiba Chiko terbangun dan langsung menatapku dengan tatapan sendu khas orang yang baru bangun dari tidur.
"Halo Sayang. Selamat pagi.." kata Chiko.
"Pagi.." sahutku.
Ah.. aku selalu luluh ketika menatapnya.

Ternyata benar, laki-laki terlihat lebih tampan ketika bangun tidur.
Ataukah ini hanya perasaanku saja?
Chiko mengecup keningku dan bangkit dari tempat tidur.
Ia mengusap kepalanya perlahan, membuat rambut yang belum dia rapikan menjadi agak berantakan.

Aku ikut bangkit dari tempat tidur dan mengikuti Chiko yang tengah berdiri di depan jendela kamar.
Aku langsung berdiri di sebelahnya.
Chiko menggeser posisiku, sehingga sekarang aku ada di depannya, dan dia memelukku dari belakang.

Aku memandang keluar jendela dan melihat mobil yang berlalu-lalang di bawah, di jalan raya.
"Kita dimana sih sebenernya?" Tanyaku.
"Oh. Aku belum kasih tahu, ya? Ini apartemenku. Kemarin aku lihat kamu udah tidur. Aku juga udah capek banget habis seru-seruan sama temen-temen. Ya udah, aku bawa aja kamu ke apartemenku. Kebetulan deket dari sana." Jawabnya.

Aku mengangguk paham.
Chiko memelukku dengan erat dan mencium pipiku.
"Sarapan yuk Yang." Kata Chiko.
"Ayo. Kamu mau kumasakin apa?" Tanyaku.
"Hmm.. pancake? Omelette? Terserah chef-nya ajalah." Jawab Chiko.

Aku tertawa kecil.
Kami pergi ke dapur.
Aku langsung mengambil bahan-bahan untuk memasak omelette.
"Kubantuin ya?" Tanya Chiko.
"Emang kamu bisa masak?" Aku balas bertanya.
"Nggak." Jawab Chiko.

Aku mencubit pipinya dengan gemas.
"Kan ada kamu, Sayang. Pasti aku bisa masak kalo sama kamu." Chiko mengecup pipiku.
"Ya udah deh.."
Kami mulai memasak.

Ternyata Chiko agak mahir memasak.
Dia bisa kusuruh mengocok telur dan menuangkan adonan omelette ke teflon untuk digoreng.
Memasak bersama memang menyenangkan.

Aku membalik telur yang hampir jadi.
Tiba-tiba handphone Chiko berbunyi.
"Aku tunggu di ruang tamu ya.." katanya.
Ia mengecup pipiku dan berlalu.

Aku melihatnya mengangkat telepon dan berjalan ke ruang tamu.
Kira-kira itu telepon dari siapa, ya?
Ah.. kenapa aku jadi serba-penasaran seperti ini?

Aku kembali memfokuskan pikiranku pada telur yang sudah matang itu.
Aku mengangkatnya dari api dan menaruhnya di atas piring.
Lalu aku mengambil garpu dan membawa sarapan kami ke ruang tamu.

Saat aku sampai di sana, ternyata Chiko sudah selesai bertelepon.
"Tadi itu siapa?" Tanyaku.
"Haris. Inget kan? Temenku yang kemaren dikenalin." Jawab Chiko.
Aku mengangguk.

Aku duduk di sampingnya dan memberikan piring berisi omelette pada Chiko.
Chiko merangkulku dan ia menyalakan TV.
Kami menikmati sarapan bersama.
Aku sangat menikmati saat-saat bersama Chiko.

Apa Itu Cinta? [COMPLETED✔]Where stories live. Discover now