Part 18 : This Can't Be Happening

1.5K 119 17
                                    

Sudah seminggu sejak Jenna dan Kenzo terlahir. Terasa sangat cepat. Aku dan Justin kewalahan sebagai Ibu dan Ayah baru. I mean, kita baru menjadi orang tua, dan kami mengurus 2 anak. Jenna dan Kenzo yang seperti burung hantu. Mereka tidur di siang hari dan terjaga pada malam hari. Ketika kami tertidur, tangisan Jenna atau Kenzo terdengar melalui baby monitor. Aku dan Justin harus bergantian untuk mengurus mereka dengan mata yang berat.

Pernah, aku dan Justin dalam make out session, tetapi terpotong oleh suara tangis Jenna. Damn. Justin sepertinya salah tentang memindahkan kamar mereka.

Siang ini, aku hanya bertiga bersama Jenna dan Kenzo. Justin sedang pergi untuk datang mengisi suatu acara dan interview. Aku tidak menyalahkannya, ini memang pekerjaannya walaupun dia dengan berat hati meninggalkan kami di rumah bertiga.

Aku sedang menyusui Kenzo, sedangkan tanganku yang satunya mengayun ayunan yang di tiduri Jenna. Jenna sudah ku susui, dan dia tertidur sekarang. Mereka sudah ku mandikan sebelum kususui. Mata cerah Kenzo terbuka menatapku melalui bulu matanya yang lentik. Dia sangat terlihat seperti Justin. Dan matanya yang sepertiku, tetapi tidak terlalu besar. Sebaliknya terhadap Jenna. Dia sangat terlihat seperti aku, tetapi matanya yang seperti Justin. They're so special. They're the best gift that God gave to me and Justin.

"It's so amazing that mommy and daddy finally have you both, our precious." Ujarku kepada mereka meskipun mereka belum bisa bicara, dan mungkin belum mengerti.

"Daddy is working his ass off right now, so it's just you both and me." Kenzo memperhatikanku sambil menghisap nippleku.

"Damn, you just like your daddy, don't be a pervert boy, okay?" Aku berkata kepada Kenzo dan tertawa pelan.

"Look at your sister, she's sleeping, why don't you sleep?" Aku mengajak Kenzo berbicara.

"Waiting your daddy? He's still working." Dia hanya menatapku, tetap menghisap.

"You kinda busy right there for answer me, yes? I'm your mom, answer meeeee." Okay, mungkin Kenzo berpikir aku gila mengajak bicara dia yang belum bisa bicara.

"Why you ignoring me? I'm your moooom. C'mon talk to me. Your daddy is working, Jenna is sleeping, and it's just you and me. C'mon talk." Aku cemberut. Dan dia tersenyum sedikit. He's first smile!

"You're smiling!" Aku menyentuh hidungnya dan menciumnya. "You understand mommy? Yes?" Dia berhenti menghisap nipple ku dan menyingkirkannya dari mulutnya, lalu dia menguap. Aku menutup ujung bra ku dan mengkancing bajuku.

"You want to sleep?" Aku meletakkan nya di ayunannya sebelah Jenna. Aku mengayunnya sambil bernyanyi pelan.

****

Aku terbangun oleh suara tangis yang terdengar di baby monitor. Aku mengusap mata beratku dan melihat ke jam. 2:45 AM.

"Just sleep baby, I'll take care of them." Suara Justin terdengar dan aku merasakan bibirnya mencium pipiku. Aku sadar bahwa dia sudah pulang, mungkin saat aku tertidur.

Aku mengangguk dan menaruh kepalaku kembali ke bantal. Justin keluar kamar untuk memeriksa Jenna dan Kenzo. Aku memejamkan mataku lagi, tetapi tidak bisa. Sudah terlanjur bangun.

"What the-" aku mendengar suara Justin dan kemudian menghilang. Aku mengerutkan kening.

"Hi Vanilla, aku pinjam suamimu dan salah satu anakmu. Mungkin tidak akan ku kembalikan. Jika mau, come save them." Aku mendengar suara wanita dan dia tertawa di akhir kalimat. Lalu suara bayi-bayi menangis, lama kelamaan hanya satu bayi yang menangis.

Mataku membulat, suhu tubuhku memanas. Kulit kepalaku serasa tertusuk. Aku dengan cepat bangkit dari kasur dan berlari ke kamar Jenna dan Kenzo. Aku membuka kamarnya. Aku melihat Jenna menangis di ranjangnya. Disampingnya adalah ranjang Kenzo, tetapi tidak ada Kenzo. Justin juga tidak ada.

"Fuck." Aku menarik rambutku dan mengusap wajahku. "This can't be happening again, please." Aku mulai menangis di telapak tanganku.

Aku berjalan ke ranjang Jenna dan menggendongnya. Memeluknya dengan hati-hati. Aku harus apa sekarang?

Kenapa harus Justin dan Kenzo? Siapa yang menculik mereka? Apa salah ku? Apa salah kami?

Aku melihat ke ranjang Kenzo yang kosong. Oh wait... Aku melihat ada kertas di sana. Aku menaruh Jenna kembali ke ranjangnya dan mengambil kertas itu. Aku membacanya.

Not so smart.
49 boulevard St.
I'm so kind that giving you the clue for you to find your boys, and just one of your child and husband. See you hun!

Siapa? Siapa yang melakukan ini? Dan kenapa? Fuck. Apa yang harus ku lakukan? Goddamn this can't be real!

Aku menggendong Jenna agar dia tidak di culik juga dan membawanya ke kamarku. Aku meraih ponselku dan menghubungi Lily. Mungkin dia tahu bagaimana mengatasi masalah seperti ini.

"Lily aku butuh bantuanmu." Aku segera berbicara ketika dia mengangkat telephone nya. Nafasku memberat. Air mata tetap turun dari mataku, dan Jenna terus menangis.

"Who is it?" Suara serak Lily terdengar. Dia baru bangun.

"Maaf aku mengganggumu, aku Vanilla. P-please, I really n-need your help, Lily. I don't know what to do." Aku terisak.

"Vanilla? Are you alright? What happen?" Dia bertanya, menyadari aku dalam masalah.

"I don't know what exactly happening to me, p-please help me."

"Okay, I'll be there as fast as I can, wait for me, okay?"

"Okay." Aku memutuskan sambungan dan membuat panggilan lagi ke mamaku.

"Van?" Suara mama ku heran.

"Mom! Please come to my house, I need your help!"

"Vanilla? What's happening?"

"Just please come here." Aku terisak kembali.

"Okay, I'll be there. Calm down okay?"

Aku memutuskan sambungan, mengabaikan mama yang menyuruhku tenang. Calm down? How can I be calm the fuck down?! My son and my husband are kidnapped by the mysterious person!

Aku menaruh Jenna di kasurku dan aku segera mengganti bajuku dengan sweatpants dan hoodie hitam. Meraih sepatu hitam dan memakainya.

Lord, please save my husband and my son.

****

Ding dong

Vomments more, I'll update next chapter💜

STRONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang