Part 4 : Wedding

2.4K 167 9
                                    

Sekarang. Hari ini, menit ini, detik ini adalah hari yang paling besar dalam hidupku. Hal yang tidak pernah terjadi di dalam hidupku, hal yang di impikan semua perempuan, hal yang menjadikan hidup baruku datang saat ini.

Aku melangkahkan kakiku di aisle ini disampingi oleh Ayahku. Jantungku berdegup kencang. Ini dia. Aku melihat Justin berdiri disana dengan tuxedo nya. He's look so good. Dia tersenyum melihatku.

Sesampainya aku di hadapannya, jantungku lebih berpacu. Tiba-tiba air mata mengancam keluar dari mataku. Pria ini yang kusayangi, yang kucintai akan menikah denganku. Dia yang akan menjadi pasangan hidupku, membangunkan keluarga bersamanya. Aku akan menjadi istrinya. Aku akan bangun setiap pagi disampingnya, membuatkannya sarapan, berbagi cerita, merawat anak kami bersama-sama yang tengah ku kandung dan melihat nya tumbuh besar bersama-sama. Air mata sudah jatuh dengan mulus ke pipiku.

"Dearly beloved, we are gathered together here in the sight of God, and in the face of this company, to join this man and this woman in holy matrimony which is an honorable estate, institute of God. Signifying unto us the mystical Union that is betwixt Christ and his church. Into this holy estate these two persons present come now to be joined. If any man can show just cause, why they may not lawfully be joined together, let him now speak, or else hereafter forever hold his peace."

Tubuhku gemetar, kakiku terasa seperti jelly. Aku gugup. Tanganku dingin. Justin menggumamkan 'it's okay' dan aku membalasnya dengan senyuman.

"At this time, Vanilla and Justin have written vows they would like to exchange with each other. Justin, you may start."

Ruangan seketika sunyi. Menantikan kata-kataku yang keluar dari mulut Justin.

"Pertama kali kita bertemu, yah bisa dibilang kurang menyenangkan. Tetapi mungkin sejak itu aku jatuh cinta denganmu tanpa ku ketahui. Kaulah alasan mengapa aku menjengkelkan bagimu hanya untuk dekat denganmu. Aku suka melihat senyumanmu, tawamu, wajahmu, semuanya. Saat ini adalah hal yang besar untuk kita. Aku ingin menjadi suami mu, menemanimu di setiap langkah, di setiap napas, di setiap detak jantung. Aku ingin menghabiskan sisa waktuku bersamamu. Membangun keluarga. Seperti di buku-buku dan film-film yang selama ini pernah ku baca dan ku tonton. Bangun setiap pagi disampingmu, bisa melihat wajah indahmu yang terlelap. Mengucapkan selamat pagi, sarapan dan aku yang bersiap untuk bekerja sambil mengantar anak ke sekolah. Aku ingin seperti itu denganmu." Ada air mata di matanya. Dia berhenti sebentar. Air mata meluncur bebas di wajahku.

"Hidupku tidak mudah. Aku harap kau bisa berjuang. Aku tahu kau adalah wanita yang kuat, berani, tangguh yang pernah ku temui. Akan ku lakukan apapun untukmu agar bahagia. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Aku berjanji akan menjadi suami yang bersedia memenuhi segala kebutuhanmu, aku berjanji akan menjadi teman ataupun sahabat yang bersedia mendengar semua ceritamu, selalu berada disisimu disaat senang dan susah. Aku berjanji akan menjadi cermin untukmu, tertawa ketika kau tertawa, menangis ketika kau menangis. You're my life, my world, my everything." Dia menyelesaikan kalimatnya, dan sebulir air mata jatuh dari matanya. Pastor memberikanku microphone. Aku menyeka air mataku lalu mulai giliranku berbicara.

"Aku tahu hidup itu rumit. Tidak ada yang selalu mudah, semuanya pasti rumit. Tetapi pasti ada jalan mudahnya. Aku ingin melewati setiap masa-masa yang rumit bersamamu. Membuat moment lebih banyak lagi bersamamu. Mengingat kenangan berharga setiap detiknya di memori otakku. Senyum indah di wajahmu adalah seni, tawamu adalah lagu merdu di telingaku, matamu cahaya kehidupanku. Aku tidak akan lelah untuk memujamu. Aku berterimakasih kepada Tuhan yang telah menciptakanmu. Well, terimakasih juga untuk Pattie dan Jeremy." Aku mengedipkan mataku kepada mereka yang sedang duduk. Semua orang tertawa.

"Tapi dari semua itu adalah aku mencintaimu. Mencintai semua yang ada di dirimu. Mencintai setiap kekurangan dan kelebihan di dirimu. Aku bersedia menemanimu di saat susah maupun senang. Aku bersedia menghapus air mata, bersedia menjadi sandaranmu ketika bersedih, berbagi tawa bersama, bahagia bersama. Menjalani hidup bersama, membangun keluarga bersama, selamanya." Aku mengakhiri kalimatku.

"Do you, Justin Drew Bieber, take this woman, Vanilla Vanderhill, to be your lawful wedded wife, to love, to honor and cherish her through sickness and in health, through times of happiness and travail, until death do you part?"

"I do." Ujar Justin.

Brad mendekati kami membawakan cincin. Aku memeluknya dan membisikkan terimakasih. Dia tersenyum.

"Pakaikan cincin ke jari pasangan anda dan ikuti setelah saya." Ujar pastornya.

Justin memasangkan cincin di jari manis kiriku. Cincinnya indah.

"With this ring."

"With this ring." Justin mengikuti

"I thee Wed."

"I thee Wed."

"And forever pledge my devotion."

"And forever pledge my devotion."

"Do you, Vanilla Vanderhill, take this man, Justin Drew Bieber, to be your lawful wedded husband, to love, to honor and cherish her through sickness and in health, through times of happiness and travail, until death do you part?"

"I do."

"Pakaikan cincin ke jari pasangan anda dan ikuti setelah saya."

Aku mengambil cincin dan memakaikannya di jari manis kiri Justin. Aku menatapnya, dia terlihat tidak sabar. Aku memberikannya senyuman, dan dia langsung relaks kembali.

"With this ring."

"With this ring."

"I thee Wed."

"I thee Wed."

"And forever pledge my devotion."

"And forever pledge my devotion."

Lalu pastornya menyuruh kami bergandengan tangan.

"By the act of joining hands you take to yourself the relation of husband and wife and solemnly promise to love, honor, comfort, and cherish each other so long as you both shall live. Therefore by the virtue of the authority vested in me by the law of United State I do pronounce you husband and wife. You may kiss your bride."

Lalu bibirku dan bibir Justin menyatu dengan lembut. Tepuk tangan memekakkan terdengar. Aku dan Justin tersenyum disela-sela ciuman. Mrs. Bieber. Sekarang aku adalah Mrs. Bieber.

"Ladies and gentleman, it is my privilege to introduce to you for the first time Mr. And Mrs. Bieber."

"We're married." Bisik Justin. Aku mengangguk dan menggigit bibir bawahku, menahan senyuman konyol yang tidak bisa lepas dari wajahku.

Kami berdua berjalan di aisle dengan bungan yang ditebarkan ke kami. Akhirnya selesai. Kelegaan membanjiri kami berdua.

Ketika kami sudah di dalam ruangan, Justin menciumku lagi dengan lembut. Merengkuh pinggangku dekat dengannya, dan aku memegang bahunya.

"Hi Mrs. Bieber." Ujarnya berkedip. Senyumnya lebar menampilkan lesung pipi kecil.

"Hi Mr. Bieber." Senyumnya menular kepadaku.

****

Akhirnya update!1!1!1

Bikin nih chapter suzaaaah, gue belom pernah nikah🔫 plus mikir kata-katanya anjeng eeq susah, biarin ae yak begitu😂

Sorry kalo ada yg salah atau typo atau apa, not edited.

VOMMENT PLEASEEEEEEEE ITU GUE SUSAH BIKINNYA MAK😭😭😭😭

STRONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang