Part 8 : No One Else

1.9K 140 11
                                    

Aku duduk di kasurku dan Justin. Justin sedang menggosok giginya di kamar mandi. Aku melamun dan berpikir, aku tidak yakin jika itu hanya perasaanku. Dikta memang mencoba flirting dengan Justin! Bagaimana bisa Justin tidak menyadari itu? Aku memutar mataku dan berdiri. Aku berjalan ke lemari. Aku membuka bajuku hingga tersisa bra dan underwearku. Aku membuka lemari dan mencari gaun tidur.

Justin keluar dari kamar mandi hanya dengan celana pijama menggantung di pinggangnya dan bertelanjang dada. Dia melirikku yang sedang sibuk mencari gaun.

"Hi sexy." Dia berkedip.

"I'm fat." Aku mengerutkan bibirku dan melirik perutku yang semakin hari semakin membesar.

"It's sexy, you're always perfect." Dia berjalan kearahku.

"Really?"

"Yeah"

"What about Dikta?"

"Huh? Kita tidak membicarakan dia sekarang, kan?" Dia mengerutkan keningnya.

"Justin, aku sangat yakin dia benar-benar mencoba flirting dengan mu."

"Sayang, jika dia memang flirting denganku, aku akan selalu memilihmu." Dia memegang kedua lengan atasku. Aku mengerutkan kening.

"Tapi aku takut kehilanganmu."

"Itu tidak akan terjadi." Dia meyakinkanku. Lalu dia mencium bibirku lembut, sangat lembut seperti menyentuh kulit bayi.

"Hanya kau yang aku mau, bukan wanita lain." Bisiknya. Ciumannya turun ke leherku. Mencium setiap inchi mulutku, menghisapnya sesekali. Membuat erangan keluar dari tenggorokkanku.

"Aku hanya suka mendengar erangan mu keluar karena ku." Bisiknya lagi di leherku. Tangannya di bokongku dan mengangkat tubuhku, sehingga aku melingkarkan kakiku di sekeliling pinggangnya, tanganku di bahunya. Dia membawaku ke kasur dan menidurkanku. Dia melanjutkan ciumannya turun ke dadaku dan menghisapnya sesekali. Tangannya melepas kaitan bra ku, dan braku terlepas. Dia mengulum dan menghisap nipple ku dengan mulutnya yang hangat, sesekali menggeseknya dengan giginya. Tubuhku menggelinjang, tanganku berlari ke rambutnya dan menarik pelan rambutnya. Ciumannya turun lagi ke perut, menggigit pelan kulitku.

"Aku hanya ingin mencium setiap inchi kulitmu, bukan wanita lain." Aku hanya diam dan bernafas dengan mulutku. Gairah di tubuhku mulai membuncah, keringat mulai keluar di kulit kepalaku, sensasi tubuhku panas ketika dia mulai membuka underwear ku. Dia menguburkan wajahnya diantara kedua pahaku, membuat tubuhku melengkung keatas dan tanganku mencengkram sprei. Lidahnya mulai bermain dibawah sana, mengujiku.

Kepalanya naik lagi, wajahnya mensejajarkannya dengan wajahku, dia menciumku lagi. Memasukkan lidahnya kedalam mulutku, memperdalam ciuman. Jarinya masuk kedalam diriku dibawah sana, membuat tanganku refleks berlari kepunggung Justin dan membenamkan kuku ku di kulitnya.

Jarinya bermain dengan lincah, dan Menekan bagian sensitifku. Membuat tubuhku menegang.

"Please..." Desisku.

"What do you want, babe?" Suara seraknya berbisik di telingaku selepas mencium bibirku, lalu menggigit daun telingaku lembut.

"You, always." Tubuhku sudah menyerah padanya. Bibirnya mencium bibirku sekali lagi, lalu tangannya membuka celana pijamanya dan underwearnya hingga terlepas darinya. Jerry berdiri tegak menantang, siap untuk memasukiku.

Justin merangkak lagi diatasku, menahan dirinya dengan kedua lengannya di sisiku. Kakinya berada diantara kedua kakiku. Aku melingkarkan kakiku di sekeliling pinggangnya. Justin memasukkan Jerry kedalam diriku. Mataku terpejam menikmati rasa penuh dirinya dalam diriku, dan membenamkan kuku ku di kulitnya lagi. Justin menguburkan wajahnya di leherku, bernafas kasar.

Dia menggoyangkan pinggulnya maju dan mundur, masuk dan keluar, terus seperti itu. Kali ini, kami melakukan nya dengan lembut, pelan. He's trying to be gentle. Tangannya meraih lenganku yang mengalung di lehernya, lalu membawa tanganku di kedua sisi kepalaku dan menggenggam tanganku. Aku membuka mataku. Dia membebaskan wajahnya dari leherku dan menatap mataku. Aku tidak bisa membaca matanya. Cinta? Takut? Aku tidak tahu.

"I love you." Bisiknya. "No one else, just you, you're the one and only." Lalu dia mencium bibirku lembut sebelum aku dapat berbicara. Aku memejamkan mataku dan membalas ciumannya lembut. Pria ini yang aku cintai, pria yang membuat aku jatuh cinta dan stress dalam satu waktu.

Dia terus bergerak. Masuk... Keluar... Masuk... Keluar, terus seperti itu. Hingga tubuhku mengejang karena rasa membendung di dalam diriku ingin pecah dan meledak berkeping-keping.

"Justin..."

"On 3 baby."

"1... 2... 3..." Dan tubuhku menyerah. Hancur berkeping-keping bersama Justin. Dia menumpahkan sperm nya dalam diriku. Nafas kami sama-sama berpacu. Justin lemas, mengeluarkan dirinya dari diriku dan berbaring di sampingku.

Justin merengkuh tubuhku untuk naik lebih keatas kasur lagi dan meletakkan kepalaku di bantal. Dia menarik selimut dan menyelimuti tubuh kami berdua. Memeluk tubuhku, dia mencium rambutku dan menghirup aromanya. Aku melingkarkan tanganku di pinggangnya dan menempelkan pipiku di dadanya. Menghirup aroma maskulinnya.

"Aku sekarang tahu apa keuntungan kau hamil." Ujarnya. Aku mendongak ke arahnya.

"Apa?"

"Aku tidak perlu memakai kondom." Dia menyeringai.

****

I know this is bad. But I promise, it'll be good on next chapter. I PROMISE. Just keep vomment, okaaaaaaay? I love you my dirty readers💕😘

STRONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang