Chapter 7

716 49 4
                                    

09:10



Ujan baru saja sampai di danau, tempat kami janjian sekaligus menjadi tempat ritual untuk menghabiskan kepenatan selama SMA. Setibanya ia dihadapanku, tidak ada perbincangan melainkan hanya tatapan ramah. Aku hampir tersipu ketika beberapa kali pandangan kami bertemu. Namun, dari tatapan terakhirnya aku melihat raut wajahnya berubah. Aku tidak begitu mengerti kenapa Ujan begitu.

"Nih, kamu bisa datang kan? Masih sebulan lagi sih, tepat kita naik semester 3." Gaya bicara Ujan berubah.

Mencengangkan memang, terlebih undangan yang diberikan padaku itu seperti undangan pernikahan.

"Kamu, mau menikah?"

"Tidak semacam perkenalan saja."

Ucapnya singkat. Ada yang menggenang di pelupuk mataku. Tetesan air mata yang belum waktunya jatuh, namun akhirnya menyerah, air mataku jatuh beriringan dengan gerak tanganku mengambil undangan itu.

Saat undangan berada di genggaman tangan, aku lirik nama di undangan mungil tersebut. Tetera sebuah nama yang tak begitu asing bagiku, Mentari, itu namanya. Nama teman kuliahku namun dia seniorku di kampus. Sedikit kaget namun aku coba untuk ikhlas.

"Baiklah, akan aku usahakan untuk datang."

Aku menghapus beberapa tetes air mata yang terus mengalir membasahi pipi. Sudah tak bisa ku bendung lagi. Kemudian aku berjalan meninggalkan Ujan di danau ini. Sendiri.

Aku masih tak percaya rupanya. Ternyata Ujan bukanlah jodohku, bukan seseorang yang ditakdirkan untukku. Aku coba tersenyum menerima kenyataannya meski terasa sangat pahit.

---

Uh, makin kesini makin nyambung atau enggak sih?hm tapi blm banyak nih viewersnya huhu.

Btw, makasih untuk kalian yang masih sempetin baca dan jgn lupa untuk kasih vote dan comment!!! Segala bentuk kritik dan saran aku butuhkan untuk kelanjutan menulisku. Thanksss :)

UJAN DAN PELANGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang