MERAH

792 32 4
                                    

"Di-dimana aku?" Tanya ragil entah pada siapa. Matanya berkedip, tidak terbiasa dengan ruangan yang sangat terang ini. Perlahan-lahan matanya mulai menyesuaikan. Ternyata ia sedang berada di sebuah ruangan serba merah. Mulai dari dinding, hingga ke perabotan yang ada. Benar-benar merah seperti darah.

Ragil mencoba untuk bangun "awwwww! Semua tubuhku seperti di tusuk ribuan paku! Aku tidak bisa bergerak!" Teriak ragil. Ia tidak sanggup melepaskan dirinya dari kursi yang mengekangnya. Tangan dan kakinya di borgol menyatu dengan kursi itu. Dari seluruh badannya, ia hanya bisa menarik kepalanya agar tidak tertusuk benda runcing yang menempel diseluruh bagian kursi.

"Arghhhhh! Ini sakit sekali!" Teriaknya keras.

KRIIIIETTTTTT

pintu kamar terbuka secara perlahan, menimbulkan suara yang menambah laju jantung ragil. Tidak! Ia tidak boleh mati sekarang!

"Kau sudah bangun?" Tanya seseorang yang belum menampakkan wajahnya. Dari suaranya, ragil tau bahwa itu adalah wanita yang berusia sekitar 50 tahun. Ragil hanya diam menahan sakit di sekujur tubuhnya. Ia sama sekali tak berniat menjawab ucapan nenek yang entah siapa.

"Ckckck. Kau sungguh sombong anak muda. Kau ingin balas dendam bukan? Hanya aku yang bisa membantumu. Tapi kau mengabaikanku. Baiklah! Aku pergi saja" ragil langsung membuka matanya lebar-lebar. Ia mencari asal suara nenek yang berbicara dengannya, tapi ia tidak melihat apapun. Hanya suara gesekan yang samar-samar.

"HEY! AKU DI SINI" teriak nenek itu marah. Ragil langsung menunduk dan melihat nenek itu sedang merangkak ke arahnya. Pantas saja tadi ia tidak melihatnya. Dia fikir, nenek itu memakai sapu terbang, atau paling tidak, nenek itu berjalan normal. Tapi tebakannya meleset.

"Sapu ku sedang jalan-jalan dengan sapu lainnya. Kaki ku sudah tidak bisa lagi berjalan dengan baik. Karna itu aku harus merangkak seperti ini" ujar nenek itu sedih.

"Mengapa nenek tidak coba pakai sepatu roda saja?" Tanya ragil di sela-sela rintihannya.

"Sepatu roda? Kau ingin aku mati heh?!" Teriak nenek itu marah.

"Maksudku kursi roda nek. Jika kau mau, aku bisa membantumu, sebenarnya aku ahli dalam hal itu." Ucap ragil tulus.

Nenek itu hanya tersenyum "aku bisa membaca fikiranmu, dan kau benar-benar tulus. Padahal kau tidak tau siapa aku. Rasanya sudah lama sekali aku tidak diperlakukan dengan baik" ujarnya menerawang. Ragil berusaha mendengarkan walaupun tubuhnya masih menempel di kursi yang penuh benda runcing tersebut. Lama-kelamaan benda runcing itu semakin tertanam ke dalam tubuhnya hingga ke tulang.

"Baiklah. Akan aku lepaskan rasa sakit mu dulu" nenek nurul menggerakkan tangannya ke arah Ragil. Seketika itu ia menegang sedikit dan berteriak. Secara perlahan, sakitnya mulai hilang, berangsur-angsur berubah menjadi rasa nyaman. Ragil begitu terbuai dengan rasa nyaman yang melanda dirinya saat ini.

"Jangan terlalu terbuai nak. Kau masih punya urusan yang harus di selesaikan" ujar nenek nurul

Ragil segera sadar dan menegakkan duduknya. Besi-besi yang runcing tetap menempel di sekujur tubuh bagian belakangnya, hanya rasa sakit nya saja yang hilang.

"Nek. Aku tidak tahu sejak kapan aku berubah seperti ini. Aku dulu adalah seorang anak lelaki yang sangat baik. Aku selalu memaafkan siapapun yang menyakitiku. Pernah suatu ketika, aku di sandung oleh teman ku waktu di TK, namanya sankyu. aku marah dan berhenti menyapanya, aku tidak lagi mau berteman dengannya. Tapi kau tau nek? Kakakku memperlakukan ku seperti aku memperlakukan sankyu. Ia tidak lagi menyapaku, ia juga tidak mau berbicara denganku. Sebenarnya aku tau cara berbaikan dengannya, hanya tinggal bermain kembali dengan temanku itu. Tapi perasaan egois tetap menahan perasaan ku. Aku berfikir 'untuk apa aku bersusah payah? Toh akhirnya kakakku tetap akan berbicara denganku cepat atau lambat" ragil berhenti dan mengusap matanya yang sudah basah. Ia menarik nafas panjang dan melanjutkan

"Aku sangat bodoh. Aku tidak menyadari bahwa itu hari terakhir kakakku bisa menatapku. Setelah itu dia menghilang dan tidak tau d mana rimbanya hingga sekarang. Kau tau nek? Hanya aku yang tau bahwa dia menghilang. Semua keluarga ku mengira dia sudah mati. Entahlah! Jika memikirkan itu rasanya aku sangat ingin ma"

"DIAM!!!!!!!" Teriak nenek nurul. Ragil terkejut dan menatap nenek dengan sayu

"Jika kau lanjutkan, maka keinginanmu akan terkabul. Aku yakin kakakmu sudah meninggal. Sudah lah. Lupakan dia. Dia sudah tenang disana" nasehat nenek nurul.

"Oh ya. Apa kau mau mati sia-sia ragil? Kau tau? Angel sekarang sudah benar-benar berubah. Ia bukanlah gadis polos yang mudah kau permainkan. Ia sekarang sudah berubah menjadi monster. Kau tau? Tadi aku membaca fikirannya. Ia ingin melenyapkan separuh dari teman-temannya di sekolah. Apa kau tidak merasa itu sangat gila? Ini akan membuat diriku terkena masalah. Karna sihir itu berasal dariku. Kau tau nak? Bukan hanya aku penyihir di dunia ini, masih banyak lagi yang tidak di ketahui kalian para manusia. Kami para penyihir, selalu beradu kekuatan. Jika penyihir lain tau bahwa ada aku di sini, maka mereka akan berlomba-lomba untuk membunuhku. Aku tidak ingin itu terjadi! Jika terjadi pembantaian masal di sekolah, itu akan mengundang perhatian penyihir lain bukan? Tamatlah riwayatku!" Keluh nenek nurul panjang lebar. Ragil mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.

Seorang nenek tua , yang peot, yang jelek, dan tidak sanggup berjalan akan di serbu oleh banyak penyihir? Angel yang hanya dapat sedikit kekuatannya saja sudah seperti ini yang terjadi, apalagi penyihir-penyihir lain. Benar-benar gawat!

"Baiklah nek. Sekarang katakan, bagaimana caranya membuat angel terlepas dari sihirmu?" tanya ragil

"kau hanya perlu melempar kepalanya dengan segenggam pasir. pasir yg jatuh dari atas kepalanya akan membawa ilmu hitamnya juga ikut jatuh bersama pasir itu" terang nenek nurul

"apakah hanya itu? aku rasa itu sangat mudah" ragil menaikkan sebelah alisnya

"itu mudah jika tubuh mu tidak seperti ini. darah sudah berceceran dan kau tidak menyadarinya? sungguh terlalu!"

"bukankah nenek sudah menghilangkan rasa sakitku?"

"ya! tapi hanya sementara. jika angel ada di sekitarmu, maka pengaruh sihirku akan hilang total"

"ah! aku sangat bingung! mengapa aku harus terjebak di keadaan ini!!!" teriak ragil putus asa. ia menundukkan kepalanya, menangis dalam diam. bayang-bayang kematian adiknya, ibunya, dan ayahnya datang silih berganti, meluluhlantakkan semangat ragil. ia tidak sanggup untuk bangkit lagi.

"makanya kau harus bangkit. hanya kau yg bisa mnghancurkan sihir angel. jika kau menyerah, maka kematian orang2 yg kau sayang akan sia2."

"

"jadi sekarang aku harus bagaimana nek?" teriak ragil

"woles bro, jangan marah-marah. nanti cepat tua lho. liat aku sekarang, awet muda kan?"

'apakah nenek yg tidak sadar diri ini dapat membantuku?' keluh ragil dalam hati

"sekarang aku akan mengobatimu, bersiaplah" nenek nurul mulai mengucap mantra dan menyemburkan air liurnya ke muka ragil. ragil yg di sembur mendadak langsung pingsan. ia pingsan karna proses penyembuhan yg menyakitkan sekaligus juga karna tidak tahan oleh bau liur nenek nurul yg tidak dapat di ungkapkan oleh kata-kata. maklumlah, penyihir memang tidak pernah gosok gigi.


10 jam kemudian....



"a aku di dimana?" tanya ragil tersendat-sendat. ia memperhatikan  sekeliling dan ternyata masih sama. merah, semua  berwarna merah seperti sebelumnya. ragil berdiri dan berjalan ke arah pintu. ia mncoba memutar ganggang pintu dan ternyata, terkunci.

ragil kembali ke tempat ia terbangun. ia melupakan sesuatu.

"yah! baju! baju ku berwarna putih, kenapa sekarang merah?" ragil langsung ingat pada nenek nurul yg telah menyembuhkan seluruh lukanya.

"terima kasih nek, aku akan berjuang"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 22, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Snow White PsikopatWhere stories live. Discover now