"Makanya, jangan masuk kedokter- Yaudah laper masak sendiri, Ka!" Seru Cal, yang entah akhirnya ngomong sama siapa, karena samar samar ada orang berteriak 'Laper, kak!' Dari balik telfon.

Kaka kali, ya?

"Makanya jangan masuk kedokteran. Baru nyaho kan sekarang, tugas mulu. Mam tuh tugas." Tawanya puas. Emang bajingan, kebiasaan.

"Eh, anak sastra, diem lo." Dengus gue. "Ntar juga lo-"

Anjrit...

Gue meremas rambut erat erat, kala sakit kepala sialan ini kembali menghujam kepala gue layaknya jarum berkali kali. Sakitnya kali ini bahkan bikin perut gue ikut berkontribusi juga.

"Luke? Woy, masih hidup nggak lo?"

"I-Iya masih..." Lirih gue. "Udah ya, ngomong mulu lo. Gue mau nugas dulu."

"Mampus. Selamat kenyang makan tugas, dokter!" Ledeknya, yang sebelum gue maki maki balik udah keburu mutusin sambungan, jujur bikin gue makin gondok, tapi lantaran sakit kepala bajingan ini, gue jadi nggak bisa ngapa ngapain.

Gimana gue mau nugas kalo kepala gue begini terus...

Nggak nunggu lama, gue langsung berjalan cepat kearah kamar, meski langkah gue tersandung berkali kali kala menaiki tangga. Dan nggak nanggung juga, tiga pil sakit kepala langsung gue telan secara bersamaan, dengan harapan sakitnya bisa hilang dengan segera.

Tidur bentar, ah... Siapa tau bangun bisa enakan...

-

Sialan.

Secepat mungkin, gue berlari ke kamar mandi dekat tempat tidur, memposisikan kepala gue tepat di atas toilet dan memuntahkan segala yang gue makan mulai dari tadi pagi sampe tadi sore. Rupanya, keputusan gue untuk tidur bukan hal yang tepat, karena malah bikin sakit kepalanya makin menjadi, terus ujungnya bikin gue begini.

Sakit...

Gue menekan erat perut gue, berniat kembali memuntahkan semua yang ada di perut sebelum akhirnya handphone gue berbunyi nyaring dari tempat tidur, menandakan ada telfon masuk.

"Bentar..." Lirih gue, yang akhirnya hanya meludah di toilet, lantas berjalan terseok menuju tempat tidur, menggeser tombol hijau tanpa melihat siapa penelfonnya.

"H-Halo?"

"Kak?" Sahut seorang dari telfon, "Kak Luke? Ini aku, Kaka."

"Ng... Kenapa, Ka?" Tanya gue lirih, berusaha mengatur nafas lantaran salah sedikit, perut gue bisa berulah lagi kayak tadi, gue ogah muntah dua kali.

"Kakak nggak apa apa, kak?" Tanyanya, yang gue gelengi, nggak peduli dia bisa liat gue atau nggak.

"Nggak. Lo kenapa nelfon? Udah jam segini, tidur." gue melirik jam meja yang menunjukkan pukul 2 pagi. Sementara tugas gue masih terbengkalai lantaran gue tidur tadi. Parah, harus langsung ngerjain gue, nih...

"Kak, di rumah ada siapa?" Tanyanya lagi, membuat gue mendadak bingung.

"Ada siapa?" Tanya gue balik. "Ya ada gue, lah. Kenapa emang?"

Kakak • lrhWhere stories live. Discover now