"Ok bos", ucap Lesti sambil mengangkat jempolnya.

Aku dan Adit sudah sampai disebuah restoran terdekat rumahku. Setelah turun dari mobil, ku edarkan pandanganku. Sepi sekali.

"Dit, lu yakin ini tempatnya?", tanyaku heran.

"Iya dong yakin. Ya udah buruan kita masuk. Gua udah laper nih", ucapnya sambil menarik tanganku.

Aku nurut saja dan memasuki restoran itu. Adit menyuruhku untuk duduk. Ini aneh sekali. Aku duduk di meja ditengah ruangan ini sendirian tanpa pengunjung yang lain. Adit duduk dengan terus mengembungkan senyumannya. Aku semakin merasa aneh.

"Jadi tujuan lu ngajak gua keluar kenapa Dit?", tanyaku langsung.

Sungguh aku ingin keluar dengan Adit karena pingin dia menjadi teman yang baik untukku. "Kita makan dulu, baru gua jelasin kenapa gua ngajak lu kesini", jelasnya.

Aku ikutin aja. Kami makan dalam diam karena aku tidak tahu harus ngomong apa.

"Gua boleh nanya sama lu?", tanya Adit memecah kesunyian.

Aku hanya mengangguk sambil memakan makananku. "Kalau gua suka sama lu boleh nggak?", tanya Adit menatapku tajam.

DEG!

Pertanyaan apaan itu. "Jadi ini alasan lu ngajak gua keluar?", tanyaku kaget.

"Iya. Lu pasti tahu kan, dari kemarin-kemarin gua sering ngikutin lu. Itu gua lakuin karena gua suka sama lu. Gua pingin lu jadi milik gua", ucap Adit.

"Sorry. Gua nggak bisa jadi milik lu. Gua udah ada yang punya", ucapku tegas dan berhasil membuat Adit kaget. "Walaupun lu ngeselin karena sering buntutin gua, tapi gua anggep lu teman gua. Gua nggak merasa hal yang lebih dari sekedar teman. Maaf Dit", ucapku.

"Siapa cowok lu?", ucap Adit dengan suara bergetar.

"Lu nggak perlu tahu siapa. Yang jelas gua udah punya orang yang gua sayang", ucapku tegas.

"Gua tanya. Siapa?", tanya Adit dengan menatapku penuh kemarahan.

Aku tidak menjawab. Adit sudah emosi. Aku menjadi takut. Tatapannya tersirat kekecewaan, kesedihan dan kemarahan yang sangat dalam. Aku merasa bersalah, tapi itulah kenyataannya. Aku tidak merasakan apapun padanya. Aku hanya menganggapnya sebagai teman.

"SIAPA DIA ANDIEN??", teriak Adit padaku.

Author POV

Andien kaget dengan teriakan Adit yang penuh dengan emosi. Mata Andien langsung mengeluarkan air matanya. Adit yang melihat Andien menangis karena ulahnya, dia langsung merasa bersalah. Kemarahan yang tadi keluar langsung lenyap seketika saat melihat air mata Andien mengalir dipipi mulusnya. Adit berjalan mendekat Andien dan membawa Andien ke dalam pelukannya. Sungguh Adit sangat menyesal telah membentak Andien.

"Maaf", ucap Adit lirih.

Andien tetap menangis. Sungguh ini sangat membuat Adit merasa bersalah. Dia tidak menyangka bahwa bentakannya akan membuat Andien bersedih seperti ini. Mereka berdua hanya diam. Yang terdengar hanya isakan dari tangisan Andien. Setelah beberapa menit menangis, akhirnya Andien mulai merasa tenang. Adit terus membelai rambut Andien dengan lembut. Mencoba untuk menenangkannya dan itu berhasil. Adit melonggarkan pelukannya dan menatap Andien dengan tatapan khawatir dan bersalah.

"Maafin gua. Maafin gua", ucap Adit lirih dan menghapus sisa air mata Andien dipipinya.

Andien tetap tidak mengeluarkan suaranya. Dimatanya hanya terdapat tatapan sedih dan ketakutan. Itu membuat Adit bersalah.

"Lu takut sama gua?", tanya Adit.

Andien hanya mengangguk layaknya seoarang anak kecil. "Gua janji nggak bakal kaya gitu lagi ke lu. Gua hanya emosi karena lu nolak gua. Tapi gua janji, gua nggak bakal ngebentak lu lagi. Gua juga terima dengan penolakan lu. Tapi dengan satu syarat", ucap Adit lembut.

Antara Indonesia dan KoreaWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu