Apakah aku berharap jika Kevin sudah tidak bertemu wanitanya lagi karena kehadiranku?...tidak, tidak, tidak! Aku tidak boleh lengah! Mengapa aku berpikir seperti itu? Aku kan tidak menyukai Kevin!

"Sara," suara Callum tiba-tiba saja terdengar. Membuat obrolanku dan Jemma terhenti seketika. "Mr. Trevino memanggilmu masuk ke dalam ruangannya."

Aku mengerjapkan kedua mataku. "Ada apa? Apakah aku melakukan kesalahan?"

Callum mengedikkan bahunya. "Dia tidak memberitahuku secara detail. Dia hanya memintaku untuk memanggilmu ke dalam ruangannya."

Aku meneguk air ludahku sendiri tanpa sadar.

"Jam berapa dia menginginkanku menghadap ke ruangannya?"

"Sekarang." Balas Callum tanpa sanggahan. "Lebih baik kau cepat ke tempat dia. Kevin terdengar sangat kesal."

Melihatku menganggukkan kepalaku, Callum memutuskan untuk masuk memutar balik badannya dan masuk ke dalam ruangannya.

Aku menatap Jemma dengan khawatir. Namun dia malah menatapku dengan kedua tangan yang saling bergenggaman erat. Ada apa? Apa yang wanita ini sedang pikirkan saat ini?

"Kau yakin kalau kau tidak ada hubungan apapun dengan Mr. Trevino?"

Jujur, aku cukup terkejut mendengar pertanyaan Jemma yang mendadak tersebut. "Apa yang membuatmu berpikir seperti itu? Kau dengar sendiri ucapan Callum jika dia terlihat kesal." Aku mengedikkan bahu seraya berdiri dari tempatku. "Mungkin aku telah melakukan kesalahan yang tidak bisa dia terima? Entahlah, Jemma. Akupun tidak mengerti."

Kini giliran Jemma yang mengedikkan bahunya. "Aku hanya tidak mengerti mengapa dia memanggilmu—kau bahkan baru berada di kantor ini selama tiga hari, Sara." Jemma menggelengkan kepalanya dan menatapku dengan menyipitkan kedua matanya. "Hanya saja aku merasa kalau ada hubungan yang sedang terjadi saat ini diantara kalian."

Apa Jemma ini seorang cenayang? Bagaimana bisa dia menebak dengan begitu tepat?!

***

Aku benar-benar kesal sekarang. Kevin memanggilku untuk masuk ke dalam ruangannya, namun dia hanya mendiamkanku sejak sepuluh menit yang lalu. Aku benar-benar sudah tidak mengerti lagi dengan cara pikirnya saat ini. Dia sungguh kekanakkan.

"Jika kau tetap diam seperti saat ini, aku akan kembali ke mejaku." Putusku.

Tepat ketika aku membalikkan badanku, Kevin sudah berada di hadapanku saat ini. Ah, dia dan kekuatan teleportasinya.

Tanpa berkata apapun, Kevin meraih tengkukku dan menciumku dengan dalam. Membuat kedua bola mataku terbelalak dengan lebar dan refleks kedua tanganku memegang dadanya untuk menjauhkannya dariku.

Namun, Kevin adalah Kevin—seorang Pangeran Mahkota Iblis yang keras kepala—dia sama sekali tidak bergerak ketika aku mencoba untuk mendorong tubuhnya. Membuatku pasrah dan memutuskan untuk mengikuti permainan yang dia inginkan dengan membalas ciumannya.

Kupikir, setelah aku membalas ciumannya, dia akan melepaskanku. Tapi aku salah besar. Hal tersebut semakin membuat Kevin bersemangat. Tangannya yang tadi berada di belakang leherku, kini sudah berada di depan kemejaku dan merobek bagian depannya. Membuatku terpekik kaget ketika melihat kancing kemejaku berjatuhan di lantai.

"Apa-apaan..." sekali lagi, Kevin membungkamku dengan ciumannya. Kini tangannya tengah sibuk bergerilya meraba tubuhku. Memberikan sedikit pijatan di kedua payudaraku. Membuatku terlena dan mendesah secara tidak sadar.

Melupakan akal sehatku, aku pun memutuskan untuk membalas perbuatan Kevin. Persetan dengan semuanya saat ini. Salahkan Kevin yang sudah menggodaku, sehingga aku pun melakukan hal yang sama terhadapnya.

Meletakkan salah satu tanganku di depan celananya dan merasakan miliknya yang terasa sudah keras di bawah telapak tanganku. Merabanya dengan halus membuat Kevin menggeram di antara ciuman kami.

Tanpa perlu waktu banyak, Kevin pun membuka kancing celananya dan membebaskan miliknya yang terlihat gagah saat ini.

Kevin mengangkat tubuhku dan berjalan mendekati meja kerjanya. Dengan tidak sabar, dia membuang semua peralatan kerjanya mendudukkanku di atas meja.

Salah satu tangan Kevin masuk ke dalam rok bahanku. Aku merasakan tangannya mengesampingkan celana dalamku dan perlahan masuk ke dalam intiku. Membuatku melenguh dibuatnya.

"Apa kau merindukan ini, manusia kecilku?" Bisiknya dengan suara serak. Aku hanya menganggukkan kepalaku dan menikmati sensasi dua jarinya yang sedang sibuk bekerja di dalam intiku. "Kau hanya boleh melakukan hal ini denganku saja, mengerti?"

Sekali lagi, aku hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. Aku tidak mau salah berbicara dan kenikmatan duniawi ini pergi begitu saja.

"Kau sudah sangat basah." Lanjutnya. "Dan aku akan membuatmu datang."

Setelah berkata demikian, Kevin memompa jarinya dengan cepat. Membuatku semakin melenguh menikmati permainannya, sampai aku merasakan geli di dalam perutku dan melepaskannya.

Dengan napas tersenggal, aku menatap Kevin yang menarik kedua kakiku untuk mendekat ke arahnya. Kini dia menyeringai dan mulai mengarahkan kejantanannya ke arah kewanitaanku.

"Sebagai hukumanmu yang membangkang dan menghabiskan waktu terlalu banyak dengan adikku, aku akan memberikanmu berkali-kali orgasme sampai kau tidak bisa jalan lagi dan pergi kemanapun." Tanpa menunggu jawabanku, Kevin segera memasukkan kejantannya dan mulai memompanya dengan cepat.

Oh, sial!

***

Setelah mendaparkan orgasme yang kelima kalinya, aku memutuskan untuk berhenti menghitungnya. Kevin benar-benar gila. Dia terus memberikanku orgasme dan menahanku di dalam ruangannya sampai malam. Kami hanya berhenti ketika dia melihatku yang sudah mau pingsan untuk memberikanku makanan, atau ketika dia sudah mendapatkan orgasmenya.

Jika aku mengira Kevin akan berhenti setelah mendapatkan orgasemnya, maka tebakanku salah. Kevin hanya membutuhkan waktu beberapa menit sebelum dia kembali menggoda dan memberikanku orgasme lainnya.

Kami melakukannya di beberapa tempat di ruangan Kevin: di atas meja kerjanya, sofa ruangannya, dan terakhir di dalam kamar tidur yang ada di ruangannya.

Astaga, aku merasa seperti budak seks dari seorang maniak.

"Sergio sedang dalam perjalanan kemari untuk membawakanmu baju ganti." Infonya. "Dan mulai besok, kau sudah tidak akan bekerja lagi di sini."

Ucapan terakhirnya membuatku menatapnya dengan raut tidak percaya. "Apa kau bilang?"

"Kau mendengar ucapanku dengan jelas, Sara."

Mengubah posisiku untuk duduk di atas kasur, aku kembali berkata, "Aku bahkan belum satu minggu bekerja di sini! Bagaimana bisa kau sudah memecatku? Memang kesalahan fatal apa yang sudah aku lakukan terhadap perusahaan ini?"

Kevin menatapku dengan datar dan berkata, "Kau pergi ke dunia iblis tanpa persetujuanku."

Jawabannya membuatku diam.

"Dan kau harus bersembunyi." Keningku berkerut ketika mendengar ucapannya. Mengapa aku harus bersembunyi?

"Karena ayahku sudah tahu akan keberadaanmu sekarang."

Marked ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang